Anggota keluarga sandera Israel, pendukung dan aktivis antipemerintah melakukan protes menentang agresi ke Gaza di Tel Aviv, Israel, 22 Maret 2025 | EPA-EFE/ATEF SAFADI

Internasional

Israel Panik Ditinggal Sekutunya

Status internasional Israel disebut berada di titik nadir.

TEL AVIV – Kepanikan melanda pihak-pihak di Israel seturut hilangnya dukungan terhadap mereka di Eropa. Posisi internasional Israel dilaporkan mencapai titik terendah sepanjang masa. 

Yedioth Ahronoth pada Selasa malam mengutip sumber di Kementerian Luar Negeri Israel yang mengatakan kali ini Israel dalam masalah besar. “Kita berada dalam situasi terburuk yang pernah kita alami. Ini jauh lebih buruk daripada bencana. Dunia tidak bersama kita.”

Sumber tersebut menyatakan bahwa “sejak November 2023, dunia tidak melihat apa pun selain kematian anak-anak Palestina dan rumah-rumah yang hancur,” dan menekankan bahwa Israel tidak menawarkan solusi atau rencana untuk hari berikutnya, yang ada hanya kematian dan kehancuran.

Ia kemudian memeringatkan soal  "boikot diam-diam" yang menurutnya belum pernah terjadi. "Hal ini akan meluas dan meningkat, dan kita tidak boleh meremehkan bahayanya." Dia menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang ingin dikaitkan dengan Israel.

photo
Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza. - (EPA-EFE/PHIL NIJHUIS)

Yedioth Ahronoth membahas tindakan yang diambil secara internasional terhadap Israel sehubungan dengan berlanjutnya perang pemusnahan di Jalur Gaza. Yang paling menonjol dari tindakan ini adalah penangguhan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Israel oleh Inggris. Surat kabar tersebut menyatakan bahwa hal ini dapat menimbulkan dampak ekonomi yang serius.

Menurut surat kabar tersebut, 592 hari setelah dimulainya perang di Gaza, kedudukan Israel di dunia internasional telah mencapai titik terendah, dengan tiga sekutu utama mereka—Inggris, Prancis, dan Kanada—pada Senin malam mengancam akan menjatuhkan sanksi jika perang di Gaza terus berlanjut.

Kurang dari 24 jam kemudian, Inggris mengumumkan pembatalan negosiasi perjanjian perdagangan bebas di masa depan dengan Israel, memanggil duta besar Israel untuk London, Tzipi Hotovely, untuk meminta teguran, dan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pemukim. 

Dalam konteks ini, Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa sumber-sumber di Gedung Putih juga menyatakan rasa frustrasinya terhadap pemerintah Israel. Amerika mengetahui bahwa Israel adalah satu-satunya pihak yang tidak berupaya untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif.

Sebelumnya pada Selasa malam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan kembalinya anggota senior delegasi perundingan dari ibu kota Qatar, Doha, sambil tetap mempertahankan staf teknis, setelah bersikeras melanjutkan perang pemusnahan di Gaza.

Surat kabar tersebut menekankan bahwa pernyataan dan langkah-langkah yang diambil saat ini terhadap Israel juga dapat menimbulkan dampak ekonomi yang serius. Inggris, misalnya, adalah salah satu mitra dagang terpenting Israel, dengan volume perdagangan sekitar 9 miliar pound sterling, menjadikannya mitra dagang terbesar keempat bagi Israel.

Perjanjian tersebut, yang mana London menunda negosiasi dengan Israel, sangat penting bagi industri teknologi tinggi dan seharusnya mencakup bidang-bidang yang sebelumnya tidak termasuk di dalamnya, menurut sumber yang sama.

Surat kabar tersebut menilai ancaman Eropa untuk membatalkan perjanjian kemitraan dengan Israel belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun Israel memperkirakan kemungkinan pembatalannya rendah, potensi kerugiannya diperkirakan mencapai puluhan miliar, menjadikannya ancaman ekonomi yang sangat serius.

photo
Warga Palestina membawa jenazah kerabatnya termasuk anak-anak yang syahid dalam serangan udara tentara Israel di Deir al-Balah, Gaza, Rabu, 21 Mei 2025. - ( AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Selain itu, Perdana Menteri Perancis François Bayrou mengumumkan pada Selasa malam bahwa ketiga negara (Prancis, Inggris, dan Kanada) telah bersama-sama memutuskan untuk menentang apa yang terjadi di Jalur Gaza dan akan bersama-sama mengakui negara Palestina.

Ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya dari tiga negara besar Barat ini dinilai sebagai pernyataan paling keras yang pernah dirumuskan terhadap Israel, menjadikannya "tampak sebagai negara paria di panggung internasional."

Media itu menyimpulkan bahwa Israel, dengan meningkatnya tekanan untuk menghentikan perang dan desakan mereka untuk melanjutkan perang, kini benar-benar terisolasi di panggung internasional. Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan mengenai posisi Israel di panggung internasional adalah reaksi Amerika terhadap perkembangan terkini.

Amerika Serikat, yang telah berulang kali mendukung dan membela Israel, kini tetap diam. Ini menimbulkan pertanyaan tentang posisi AS jika tuntutan untuk menghentikan perang sampai ke Dewan Keamanan PBB, dan apakah Washington akan menggunakan hak vetonya seperti yang dilakukan di masa lalu.

photo
Osama Abu Mosabbah, berduka atas istri dan dua anaknya yang syahid dalam serangan udara Israel, saat pemakaman mereka di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir al-Balah, Gaza, Selasa, 20 Mei 2025. - ( AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Meskipun pemerintahan Trump telah menyatakan dalam beberapa kesempatan bahwa mereka akan membela Israel, berbagai perkembangan dan meningkatnya ketegangan dapat mempengaruhi keputusan AS kali ini, sehingga meningkatkan ketidakpastian mengenai kesediaan Washington untuk melanjutkan dukungannya terhadap Israel di kancah internasional.

Koresponden Channel 14 Eropa, Nati Lingerman, mengomentari masalah tekanan Barat, dengan mengatakan, "Tsunami politik di Eropa dan ibu kota negara-negara Barat, atau setidaknya di beberapa negara Barat, menyusul meluasnya pertempuran di Gaza dan situasi di Jalur Gaza." Dia menambahkan bahwa para menteri luar negeri UE sedang mendiskusikan di Brussel mengenai proposal Belanda untuk mempertimbangkan kembali perjanjian kemitraan UE-Israel.

Channel 13 mengingat kembali sikap Eropa yang mendukung Israel sejak awal, dengan menyajikan sejumlah posisi, termasuk pernyataan mantan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak bahwa negaranya mendukung "hak Israel untuk membela diri," dan pernyataan Presiden Prancis Macron selama kunjungannya ke Israel: "Saya di sini untuk menyatakan dukungan dan solidaritas kami."

"Sial...bagaimana...bagaimana kita bisa sampai ke titik ini?" tanya Baruch Kara, presenter politik di Channel 13, seraya mencatat bahwa negara-negara besar mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Israel jika mereka melanjutkan pertempuran.

Dalam sebuah pernyataan kepada Channel 12, Ronen Manelis, mantan juru bicara militer Israel, mengatakan, "Tidak ada pejabat di dunia yang mendukung Israel dalam cara mereka melakukan perang." Channel 13 menyoroti pernyataan pemimpin oposisi Israel, Partai Demokrat, Yair Golan, yang menyatakan bahwa dia telah banyak mengkritik Israel, dengan mengatakan, "Negara yang waras tidak membunuh anak-anak sebagai hobi."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Israel Habisi Rumah Sakit di Gaza

Serangan Israel kian gencar sejak akhir pekan.

SELENGKAPNYA

Didesak Dunia, Israel Buka Blokade Bantuan ke Gaza

Kabinet Israel bersitegang soal bantuan ke Gaza.

SELENGKAPNYA

Israel Lancarkan Operasi Kereta Gideon, Gaza Dibombardir

Ratusan warga Gaza syahid dalam beberapa hari belakangan.

SELENGKAPNYA