
Dunia Islam
Literasi Zakat Warga Muhammadiyah di Atas Rerata Nasional
Survei dilakukan untuk memetakan literasi zakat warga Muhammadiyah, khususnya kaum muda.
JAKARTA – Pengetahuan mengenai zakat turut memengaruhi perilaku dan kebiasaan mereka yang menunaikan ibadah tersebut. Hal itu disampaikan Ketua Badan Pengurus LazisMu Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Imam Mujadid Rais.
Pihaknya, lanjut dia, melakukan survei pada 17-21 November 2022 lalu atau bertepatan dengan Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Solo, Jawa Tengah. Hasil kajian itu disampaikan dalam seminar daring bertajuk “Yang Muda Yang Beraksi”, Jumat (17/3/2023).
Salah satu hasil jajak pendapat itu menunjukkan, indeks literasi zakat (ILZ) warga Muhammadiyah mencapai 77,37 persen. Meskipun tergolong kategori menengah (di bawah 80 poin), angka itu berada di atas rata-rata ILZ nasional, yakni 75,26 persen.
Yang juga menarik adalah nilai pengetahuan lanjutan seluruh responden lebih tinggi daripada pengetahuan dasarnya.
“Yang juga menarik adalah nilai pengetahuan lanjutan seluruh responden lebih tinggi daripada pengetahuan dasarnya (mengenai zakat). Itu berbeda dengan hasil survei nasional (ILZ nasional) di mana nilai pengetahuan dasar lebih tinggi daripada pengetahuan lanjutan,” kata Imam Mujadid Rais, kemarin.
Total responden survei LazisMu tersebut adalah 900 warga Muhammadiyah. Mayoritasnya terdiri atas generasi Z (49,2 persen) dan generasi milenial (34,2 persen). Sebanyak 61 persen dari mereka berpenghasilan kurang dari Rp1,5 juta per bulan, sedangkan 22 persen memiliki pendapatan di kisaran Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta per bulan.
Imam Mujadid Rais mengatakan, hasil kajian tersebut penting bagi LazisMu karena lembaga ini selalu mengedepankan kebijakan berbasis riset (evidence based policy). Lebih lanjut, harapannya survei itu dapat menjadi referensi untuk lembaga amil zakat PP Muhammadiyah ini dalam membuat pelbagai terobosan ke depan.
“Misalnya, bagaimana LazisMu ke depannya dapat mengemas gerakan zakat agar lebih menyentuh sisi humanis generasi milenial dan generasi Z. Itu bisa dengan storytelling atau metode-metode lainnya yang lebih membuat mereka merasa terlibat dalam pemberdayaan mustahik,” ujar Mujadid Rais.
Bagaimana LazisMu ke depannya dapat mengemas gerakan zakat agar lebih menyentuh sisi humanis generasi milenial dan generasi Z.
Terlebih lagi, potensi zakat di Indonesia masih sangat besar dan belum semuanya terwujudkan. Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) tahun 2022, potensi zakat nasional mencapai Rp 327 triliun, sedangkan penghimpunan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial-keagamaan lainnya oleh Baznas sebesar Rp 21,3 triliun. Angka itu hanya sekira enam persen dari potensi yang terdeteksi.
Manajer Divisi Riset dan Pengembangan LazisMu Sita Rahmi mengatakan, survei ini lebih spesifik menyasar kaum muda. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, jumlah mereka mendominasi keseluruhan penduduk Indonesia kini. Sebanyak 60 pertanyaan yang diajukan kepada responden pun beragam, mulai dari topik-topik seputar asnaf, objek zakat, regulasi, preferensi, hingga pembayaran zakat via platform digital.
Secara umum, Sita Rahmi menyebut jika pengetahuan dasar umat, terlebih warga Muhammadiyah terkait ZIS masih perlu ditingkatkan. Skor paling rendah utamanya berada di materi terkait pengetahuan objek zakat, regulasi zakat, penghitungan zakat, program penyaluran zakat, kewajiban membayar zakat, hingga keabsahan membayar zakat secara digital payment.
Lebih lanjut, dirinya memberi rekomendasi agar Persyarikatan lebih masif dalam memaksimalkan media sosial sebagai alat untuk menyampaikan pemahaman tersebut. Sesuai survei, literasi pun disarankan dalam bentuk kreatif dan visual seperti komik, meme, dan sejenisnya.
“Pendekatan yang dilakukan juga perlu spesifik. Generasi Z, yakni lahir tahun 1997-2012, berzakat dengan motivasi rasa kemanusiaan. Sementara, generasi milenial yang lahir sebelum mereka, berzakat atas motivasi transaksional, seperti pahala dari Allah. Kalau generasi Baby Boomers, berzakat atas motivasi ideologis, semisal mengamalkan al-Maun dan keteladanan KH Ahmad Dahlan,” papar Sita.
Generasi milenial yang lahir sebelum mereka, berzakat atas motivasi transaksional, seperti pahala dari Allah.
Mujadid Rais mengaku optimistis bila Muhammadiyah mampu mendayagunakan platform-platform media sosial untuk memasifkan kampanye zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Mantan direktur riset Maarif Institute itu mengatakan, media sosial tidak selalu berdampak negatif, semisal merebaknya fenomena pamer (flexing) orang-orang kaya.
Ambil contoh, berita yang viral beberapa hari terakhir, yakni sekelompok anak muda di Tasikmalaya, Jabar, patungan untuk membelikan sepatu baru kepada rekan mereka yang kekurangan.
“Tentu banyak contoh lainnya. Maka fenomena flexing di media sosial sesungguhnya kontras di tengah masih banyaknya generasi muda yang hidup di tengah kemiskinan,” katanya.
Fatwa MUI dan Beda NU dengan Muhammadiyah Soal Awal Ramadhan
Perbedaan penetapan ketiga awal bulan itu dapat menimbulkan citra negatif terhadap syiar dan dakwah Islam.
SELENGKAPNYASiapkan Diri Berburu Maghfirah Ramadhan
Salah satu nama lain bulan Ramadhan adalah Syahrul Maghfirah atau bulan ampunannya Allah SWT.
SELENGKAPNYA