
Nasional
Krisis Gaza Kian Gawat, 67 Anak Meninggal Kelaparan
Sebanyak 650 ribu anak Gaza terancam malnutrisi akut.
GAZA – Kantor Media Pemerintah Gaza melansir bahwa setidaknya 67 anak telah meninggal akibat kekurangan gizi yang parah selama beberapa bulan terakhir. Ini terjadi seiring dengan semakin dalamnya krisis kemanusiaan di bawah pengepungan Israel, yang kini telah memasuki hari ke-133.
Krisis ini masih jauh dari selesai, dengan lebih dari 650.000 anak di bawah usia lima tahun menghadapi risiko malnutrisi akut yang mengancam jiwa dalam beberapa minggu ke depan, dari total 1,1 juta anak di Jalur Gaza.
“Selama tiga hari terakhir, kami telah mencatat puluhan kematian karena kekurangan makanan dan pasokan medis penting, dalam situasi kemanusiaan yang sangat kejam,” demikian bunyi pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza. “Kenyataan yang mengejutkan ini mencerminkan skala tragedi kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.”
Blokade total yang diberlakukan sejak awal Maret lalu, telah menghentikan masuknya makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, yang mengakibatkan apa yang disebut oleh para ahli sebagai salah satu kelaparan paling ekstrem dalam sejarah.
Hanya dalam tiga hari terakhir, puluhan kematian tambahan telah dilaporkan karena kelaparan dan kurangnya nutrisi penting dan suplemen medis. Para dokter dan pekerja bantuan menggambarkan kondisi tersebut sebagai “di luar tingkat krisis,” dengan anak-anak yang tiba di fasilitas medis dalam keadaan kurus dan tidak responsif.

Pengepungan secara khusus menargetkan penduduk sipil dengan memblokir tepung, susu formula bayi, makanan terapeutik, dan pasokan medis penting, dalam apa yang diperingatkan oleh kelompok-kelompok hak asasi dan organisasi kemanusiaan sebagai kebijakan kelaparan yang sistematis.
Saat ini, lebih dari 1,25 juta orang di Gaza hidup dalam bencana kelaparan, dan 96 persen dari populasi menderita kerawanan pangan yang parah. Lebih dari satu juta anak-anak terkena dampak langsung.
Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, pada Jumat mengatakan bahwa Israel merekayasa “skema kejam dan Machiavellian untuk membunuh” di Gaza. PBB melaporkan bahwa sejak bulan Mei, ketika GHF memulai operasinya, sekitar 800 warga Palestina telah terbunuh saat mencari bantuan. “Di bawah pengawasan kami, Gaza telah menjadi kuburan bagi anak-anak [dan] orang-orang yang kelaparan,” ujar Philippe Lazzarini dari UNRWA.
Tujuh badan PBB merilis pernyataan bersama untuk memperingatkan semakin kritisnya ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) di Jalur Gaza. Mereka meyakini, kondisi tersebut akan memperparah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.

Dalam pernyataan bersama yang diterbitkan pada Sabtu (12/7/2025), tujuh badan PBB, yakni OCHA, UNDP, UNFPA, UNOPS, UNRWA, WFP, dan WHO, mengatakan, BBM merupakan tulang punggung bagi kelangsungan hidup di Gaza. Hal itu karena pengoperasionalan rumah sakit, pabrik roti, sistem air, jaringan sanitasi, ambulans, dan segenap aspek operasi kemanusiaan, seluruhnya membutuhkan BBM.
"Tanpa bahan bakar, jalur kehidupan bagi 2,1 juta orang ini akan lenyap," kata ketujuh badan PBB dalam pernyataan bersama, dikutip dari laman UN News. Mereka mengungkapkan, selama hampir dua tahun menghadapi perang, warga Gaza sudah mengalami kesulitan ekstrem, termasuk kerawanan pangan. Jika stok BBM habis, hal tersebut akan memberikan beban baru bagi penduduk di sana.
"Tanpa bahan bakar yang memadai, badan-badan PBB yang menangani krisis ini kemungkinan besar akan terpaksa menghentikan operasi mereka sepenuhnya, yang secara langsung berdampak pada semua layanan penting di Gaza. Ini berarti tidak ada layanan kesehatan, tidak ada air bersih, dan tidak ada kapasitas untuk mengirimkan bantuan," ungkap ketujuh badan PBB dalam pernyataannya.
Mereka pun memperingatkan, tanpa BBM, operasional rumah sakit, termasuk ambulans, bakal lumpuh. Jaringan telekomunikasi akan terputus. Toko roti dan dapur umum tak bisa melanjutkan operasinya. Sistem produksi air dan sanitasi akan terhenti. "Kondisi ini membuat keluarga-keluarga rentan terhadap wabah penyakit mematikan dan mendorong warga Gaza yang paling rentan semakin dekat dengan kematian," kata ketujuh badan PBB.
Ketujuh badan PBB mengungkapkan, untuk pertama kalinya dalam 130 hari, sejumlah kecil pasokan BBM memasuki Gaza pekan ini. Mereka menyambut baik hal tersebut. Namun mereka menegaskan, suplai BBM tersebut masih sangat minim dibandingkan yang dibutuhkan penduduk Gaza.

"Badan-badan PBB dan mitra kemanusiaan tidak dapat melebih-lebihkan urgensi momen ini: bahan bakar harus diizinkan masuk ke Gaza dalam jumlah yang cukup dan konsisten untuk mendukung operasi penyelamatan jiwa," kata ketujuh badan PBB.
Pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 110 warga Palestina dalam serangan di seluruh Gaza pada hari Sabtu, menurut sumber-sumber medis, termasuk 34 orang yang sedang menunggu jatah makanan di Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) di Rafah selatan.
Pasukan Israel menembaki warga Palestina di depan lokasi GHF di daerah al-Shakoush, Rafah, pada hari Sabtu, para saksi mata mengatakan kepada Aljazirah. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengecam pusat-pusat tersebut sebagai “rumah jagal manusia” dan “jebakan maut”.
Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah, mengatakan bahwa tentara Israel melepaskan tembakan tanpa peringatan.
"GHF hanya memiliki satu pusat bantuan yang beroperasi di Rafah, sehingga memaksa ratusan ribu warga Palestina untuk pindah ke bagian selatan Gaza untuk mendapatkan bantuan makanan. Para saksi mata melaporkan bahwa militer Israel dengan tepat menargetkan kerumunan orang yang kelaparan tanpa peringatan sebelumnya, menyebabkan kepanikan dan ketakutan yang luar biasa serta kekacauan yang terjadi setelah penembakan tersebut," ujar Tareq.

“Serangan terbaru terhadap para pencari bantuan menggarisbawahi bagaimana tidak ada tempat di Gaza yang aman dan tidak ada yang selamat dari serangan Israel.”
Serangan Israel lainnya pada hari Sabtu termasuk pengeboman yang menewaskan 14 warga Palestina di Kota Gaza, empat di antaranya di sebuah rumah di Jalan Jaffa di daerah Tuffah. Serangan itu juga melukai 10 orang lainnya.
Pasukan Israel juga menghantam dua bangunan tempat tinggal di Jabalia, Gaza utara, menewaskan 15 orang, menurut sumber-sumber medis. Serangan di kamp pengungsi Shati, sebelah barat Kota Gaza, menewaskan tujuh orang.
Kemudian pada hari Sabtu, militer Israel menyerang Beit Hanoon di Gaza utara dengan sekitar 40 serangan udara.
Pemindahan massal
Ketika militer Israel mengumumkan pada hari Sabtu bahwa pasukannya telah menyerang Gaza sebanyak 250 kali dalam 48 jam terakhir, para pejabat Israel terus mendorong rencana untuk memindahkan secara paksa dan pada akhirnya mengusir warga Palestina.
Awal pekan ini, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan sebuah rencana untuk membangun apa yang disebut sebagai “kota kemanusiaan”, yang akan menjadi tempat tinggal bagi 2,1 juta warga Palestina di atas puing-puing kota Rafah yang telah diratakan dengan tanah.
Namun, warga Palestina di Gaza menolak rencana tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak akan meninggalkan daerah kantong tersebut. Kelompok-kelompok hak asasi manusia, organisasi internasional dan beberapa negara telah mengecam rencana tersebut karena dianggap sebagai “pembersihan etnis”, yaitu pemindahan paksa penduduk dari tanah airnya.

Analis politik Israel Akiva Eldar mengatakan kepada Aljazirah pada hari Sabtu bahwa mayoritas warga Israel “sangat terkejut” dengan rencana Katz, yang akan menjadi “ilegal dan tidak bermoral”.
“Siapapun yang akan berpartisipasi dalam proyek menjijikkan ini akan terlibat dalam kejahatan perang,” kata Eldar.
Pesan yang mendasari rencana tersebut, katanya, adalah bahwa “tidak mungkin ada dua orang di antara sungai dan laut, dan yang berhak memiliki negara hanya orang-orang Yahudi”.
Ketika Israel mengumumkan niatnya untuk memaksa penduduk Gaza masuk ke Rafah, profesor Timur Tengah di Universitas Turin, Lorenzo Kamel, mengatakan kepada Aljazirah bahwa pengusiran warga Palestina dari tanah mereka dan konsentrasi mereka di daerah terlarang bukanlah hal baru.
Pada tahun 1948, 77 tahun yang lalu hingga hari ini, 70.000 orang Palestina diusir dari desa Lydda dalam peristiwa yang dikenal sebagai “pawai kematian”.
“Banyak dari mereka yang berakhir di Jalur Gaza,” kata Kamel, seraya menambahkan bahwa pihak berwenang Israel telah memaksa warga Palestina untuk tinggal di tempat yang mirip dengan kamp konsentrasi selama beberapa dekade.
“Ini bukan sesuatu yang baru, tetapi telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir,” katanya. Oleh karena itu, rencana untuk mengumpulkan penduduk Gaza di reruntuhan Rafah, “tidak lain adalah sebuah kamp lain dalam persiapan untuk deportasi dari Jalur Gaza”. Perundingan yang berlangsung di Qatar untuk mengukuhkan gencatan senjata terhenti pada tingkat penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza, kantor berita Reuters melaporkan, mengutip sumber-sumber Palestina dan Israel yang mengetahui masalah ini.
Pembicaraan tidak langsung ini diperkirakan akan terus berlanjut, meskipun ada hambatan-hambatan terbaru dalam mencapai kesepakatan berdasarkan proposal AS untuk gencatan senjata selama 60 hari.
Sebuah sumber Palestina mengatakan bahwa Hamas belum menerima peta penarikan yang diusulkan Israel, karena peta tersebut akan menyisakan sekitar 40 persen wilayah di bawah pendudukan Israel, termasuk seluruh Rafah dan wilayah-wilayah lebih jauh di utara dan timur Gaza. Hal-hal yang berkaitan dengan aliran bantuan penuh dan bebas untuk penduduk yang kelaparan, dan jaminan, juga menjadi tantangan tersendiri.
Dua sumber Israel mengatakan bahwa Hamas ingin Israel mundur ke garis yang telah disepakati dalam gencatan senjata sebelumnya, sebelum Israel memperbarui serangannya pada bulan Maret. Delegasi dari Israel dan Hamas telah berada di Qatar sejak Ahad pekan lalu dalam upaya baru untuk mencapai kesepakatan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Israel Bunuh Pengantre Makanan dan Obat di Gaza
Lebih dari 500 warga Palestina dibunuh Israel di pusat bantuan.
SELENGKAPNYASaudi, Qatar, UEA Siap Rekonstruksi Gaza Jika Israel Mundur
Kesepakatan rekonstruksi masuk dalam poin gencatan senjata.
SELENGKAPNYASyahidnya Dr Marwan dan Lubang Menganga di Gaza
Krisis kesehatan di Gaza akibat serangan Israel kian menjadi-jadi.
SELENGKAPNYA