Mempelai mengikuti prosesi pernikahan massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Ciamis, Senin (23/1/2023). | Bayu Adji P/Republika

Kisah Dalam Negeri

Yang Menikah untuk Berdakwah

Para santri di Ciamis menjalani pernikahan massal sebelum ditugaskan berdakwah.

OLEH BAYU ADJI P

Sebanyak 10 pasangan santri mengikuti prosesi nikah massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Senin (23/1). Pernikahan itu disaksikan oleh ribuan santri, keluarga, para kiai, dan tamu undangan yang berdatangan sejak pagi hari. 

Prosesi pernikahan itu dimulai sejak sekitar pukul 08.00 WIB. Pernikahan itu diawasi dengan proses akad yang berlangsung di masjid kompleks Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari. 

Terdapat 10 meja yang telah berjajar rapi di dalam masjid itu. Di setiap meja telah terdapat calon pengantin laki-laki didampingi wali dan dua saksi. Sementara para calon pengantin perempuan masih berada di ruangan yang berbeda. 

Tim dari Kantor Urusan Agama (KUA) kemudian berkeliling untuk membacakan ijab kabul di setiap meja. Seusai ijab kabul semua pengantin, para tamu undangan yang berada di dalam masjid mendoakan untuk keberkahan para pengantin. 

photo
Mempelai mengikuti prosesi pernikahan massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Ciamis, Senin (23/1/2023). - (Bayu Adji P/Republika)

Setelah prosesi selesai, para pengantin itu baru ditemukan di luar masjid. Mereka kemudian menaiki becak yang sudah disiapkan pihak pesantren untuk diarak keliling jalan desa sebelum memasuki tempat resepsi di aula pesantren.

Pimpinan Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, KH Nonop Hanafi, mengatakan, pernikahan massal ini adalah agenda rutin yang sudah dilakukan selama lima tahun terakhir di pesantrennya. "Ketika santri sudah dewasa, mereka dinikahkan dan diminta jadi kader dakwah di sejumlah tempat," kata dia saat diwawancara, Senin.

Pada tahun pertama pernikahan massal dilakukan, terdapat dua pasangan yang dinikahkan. Selanjutnya, ada tiga pasangan, enam pasang, dam delapan pasang, pada tahun-tahun berikutnya. Tahun ini, terdapat 10 pasang santri yang dinikahkan secara massal.

Suasana pernikahan massal di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Senin (23/1/2023) - (Bayu Adji P/Republika)  ​

Kiai Nonop menjelaskan, pernikahan massal ini tak dilakukan untuk santri yang masih muda. Melainkan, santri yang dinikahkan adalah mereka yang sudah di tingkatan ma'had aly. Artinya, mereka sudah menjadi ustaz dan ustazah, yang usianya semua sudah di atas 20 tahun.

"Mereka sudah beres melakukan proses tahapan pendidikan. Sudah pengabdian di sini," kata dia.

Proses Panjang

Kiai Nonop menjelaskan, pernikahan massal yang dilakukan di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari tak ujug-ujug dilakukan. Sebelum pernikahan, para santri itu melalui proses panjang yang tidak banyak diketahui orang.

Pimpinan Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, KH Nonop Hanafi. - (Bayu Adji P/Republika)  ​

"Prosesnya, mereka beberapa ada yang sudah cinta monyet. Kalau di pesantren kan tak ada pacaran. Namun kalau rasa cinta, pasti ada," kata Kiai Nonop.

Meski saling cinta, para santri di lingkungan pesantren itu umumnya tak berani mengambil keputusan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Pasalnya, para santri itu sudah terbiasa mengikuti arahan guru mereka, yang menikahkan santri bukan hanya karena cinta, tapi juga untuk keberlangsungan dakwah setelah menikah.

Meski ada yang sudah saling cinta, ada juga santri dan santriwati belum punya pasangan. Karena itu, para kiai kemudian melakukan musyawarah untuk menjodohkan para santri itu. Setelah itu, kemudian dilakukan istikharah bersama keluarga dan ulama. Artinya, pihak keluarga santri juga dilibatkan dalam proses penjodohan hingga pernikahan dilakukan. 

photo
Mempelai mengikuti prosesi pernikahan massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Ciamis, Senin (23/1/2023). - (Bayu Adji P/Republika)

"Jadi tidak ujug-ujug seperti proses khitbah (perjodohan), ada kocokan (yang sebelumnya viral di media sosial). Itu hanya gimmick untuk mencairkan suasana khitbah," kata dia.

Kiai Nonop mengatakan, para orang tua santri yang dijodohkan tak diminta menanggung seluruh biaya pernikahan. Sebab, tak semua santri berasal dari keluarga mampu. Beberapa bahkan ada yang sudah yatim piatu. Karena itu, biaya pernikahan yang diberikan orang tua diberikan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. 

Apalagi, tujuan pernikahan massal ini pada dasarnya adalah untuk efektivitas waktu dan efisiensi biaya. Sebab, apabila pernikahan dilaksanakan di tempat masing-masing, waktu para kiai untuk datang terbatas. Pernikahan secara mandiri akan membuat biaya makin bengkak.

Suasana pernikahan massal di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Senin (23/1/2023) - (Bayu Adji P/Republika)  ​

"Kalau melihat anggaran, semua besar. Untuk pelaminan saja bisa Rp 150 juta. Mas kawin diratakan 25 gram per pasangan. Namun, pesantren tidak membebani, orang tua memberi semampunya. Kami selalu punya keyakinan, ketika berusaha syiar Islam, Allah akan membantu," ujar Kiai Nonop.

Salah seorang santri yang ikut dalam pernikahan massal itu, Usman (26 tahun), mengatakan, proses yang telah dilakukannya hingga kini dapat duduk di kursi pelaminan tidaklah sebentar. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga ia bisa menikah dengan istrinya, Euis Lili (25).

Ia mengisahkan, awalnya para guru di pesantren tempatnya menimba ilmu itu mencari gambaran pasangan para santri, termasuk dirinya. Setelah itu, sejumlah santri dan santriwati dewasa dijodohkan. Dalam perjodohan itu, para guru juga mendatangkan keluarga dari kedua belah pihak.

Kesaksian peserta nikah masal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari. - (Bayu Adji P/Republika)  ​

"Tidak ada ujug-ujug. Prosesnya lama. Kalau yang ramai di medsos kemarin itu hanya gimick. Buat seru-seruan. Mana mungkin ulama di sini menjodohkan santrinya pakai kocokan?" kata dia.

Usman mengaku sudah lama kenal dengan Euis. Namun, ia hanya sekadar kenal. Tak pernah ada interaksi satu sama lain. Setelah dijodohkan, baru ia mulai mendekatkan diri dengan Euis. "Saya merasa sangat terbantu," kata lelaki asal Majalengka itu.

Ia juga sangat menyambut baik proses pernikahan massal yang dilakukan di pesantren. Dengan adanya pernikahan massal itu, biaya yang dikeluarkan lebih irit. 

"Saya tidak tahu seperti apa harus berterima kasih atas jasa guru sampai sekarang. Istilahnya tak keluar biaya banyak, tapi acara meriah. Itu kan saking sayang guru sama kami," kata lelaki yang telah mondok di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari sejak 2009 itu.

 
photo
Mempelai mengikuti prosesi pernikahan massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Ciamis, Senin (23/1/2023). - (Bayu Adji P/Republika)

Seusai menikah, Usman dan Euis berencana mengabdikan ilmunya di sebuah madrasah, di kawasan Cikarang, Jawa Barat. Pasalnya, sudah sejak 10 bulan terakhir, Usman ditugaskan gurunya untuk mengajar di tempat itu.

Salah seorang santri lainnya yang ikut dalam pernikahan massal, Ramdan Saputra (27), mengatakan, banyak yang beranggapan proses ini bermula dari perjodohan. Padahal, menurut dia, proses ini bukan perjodohan, melainkan memang karena dirinya sudah berjodoh dengan Ina Adawiyah (25), yang kini telah menjadi istrinya. 

"Dewan guru itu menyatukan kami melalui proses panjang. Itu melalui istikharah dan itu tidak hanya kepada satu ulama, tapi dua atau tiga ulama yang diminta pendapatnya. Alhamdulillah kami bisa dipersatukan," kata lelaki asal Bandung itu.

Suasana pernikahan massal di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Senin (23/1/2023) - (Bayu Adji P/Republika)  ​

Meski sebelumnya tak kenal dengan istrinya sekarang, Ramdan mengaku tidak sama sekali merasa dipaksa. Justru, ia sangat bersyukur bisa dipersatukan dengan istrinya sekarang.

"Setelah ini, seperti yang menjadi visi misi pesantren, kami akan siarkan agama Allah, melanjutkan perjuangan dewan guru. Kami rencana akan lanjutkan dakwah di Desa Buniseuri, Cipaku, Ciamis," kata lelaki yang telah mondok di pesantren sejak 2008 itu. 

Syiar Islam

Seusai melaksanakan pernikahan, para santri itu akan diberikan waktu selama sepekan. Kiai Nonop bergurau, mereka juga perlu honeymoon, layaknya pengantin baru seperti umumnya. Setelah itu, mereka dipersiapkan kembali untuk ditempatkan di tempat proyek dakwah.

Suasana pernikahan massal di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Senin (23/1/2023) - (Bayu Adji P/Republika)  ​

Menurut Kiai Nonop, para pasangan baru itu telah memiliki tempat melanjutkan dakwah masing-masing. "Ada yang mengurus lembaga, ikut di lembaga saudaranya untuk mengembangkan ilmu dakwah, dan lain-lain," ujar dia.

Menurut dia, pihaknya juga terus memantau perkembangan rumah tangga para santri yang telah dinikahkan di Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari. Ia mengeklaim, rumah tangga mereka baik. Bahkan, 90 persen dari pasangan yang telah dinikahkan massal sebelumnya telah memiliki anak.

Sementara dari sisi pengembangan dakwah, para santri itu juga disebut mengembangkannya dengan baik. "Itu berjalan semua, ada yang di Lampung, Palembang, Jateng, Jabar, dan lain-lain," kata dia.

Ritual Rajab yang Diperselisihkan

Rajab merupakan bulan persiapan mental spiritual hamba menuju Ramadhan.

SELENGKAPNYA

Mengapa Mereka Membenci Alquran?

Umat Islam tak tergoyahkan keyakinannya terhadap Alquran.

SELENGKAPNYA

Menakar Napas Gerakan Antipemerintah di Cina

Gerakan massa di Cina diperkirakan akan berdampak panjang.

SELENGKAPNYA