Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia Mohammad Nuh (tengah) menyampaikan konferensi pers terkait acara Rakornas (BWI) di Jakarta, Rabu (7/12/2022). Rakornas tersebut bertajuk Percepatan Ekosistem Perwakafan: Profesionalisasi Nazhir. Republika/Putra | Republika/Putra M. Akbar

Khazanah

Dorong Sertifikasi Nazir

Sertifikasi nazir dapat meningkatkan profesionalisme pengelolaan wakaf.

 

JAKARTA -- Rapat Koordinasi Nasional Badan Wakaf Indonesia (Rakornas BWI) 2022 menghasilkan sejumlah rekomendasi. Di antaranya, BWI merekomendasikan agar sertifikasi kompetensi nazir menjadi keharusan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan.

"Nazir perseorangan memiliki kualifikasi pendidikan minimal SMA atau sederajat. Kepatutan nazir perseorangan yang diusulkan oleh wakif atas dasar penilaian oleh pihak pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW) bersama dengan perwakilan BWI," kata Wakil Ketua BWI Imam Teguh Saptono kepada Republika, Kamis (8/12).

BWI, lanjut Imam, juga merekomendasikan kepada Komisi Profesionalisme Nazir agar mendorong nazir perseorangan menjadi nazir organisasi atau badan hukum. Kemudian, merekomendasikan Komisi Profesionalisme Nazir agar meningkatkan kerja sama antara perwakilan BWI, pemerintah daerah, dan lembaga atau instansi lain dalam mengakselerasi program sertifikasi nazir.

 
Target kami adalah menyertifikasi seluruh nazir tersebut. Tujuannya cuma satu, yaitu supaya memiliki kompetensi standar.
IMAM TEGUH SAPTONO Wakil Ketua BWI
 

Sebelumnya disampaikan bahwa BWI terus mendorong sertifikasi nazir agar mereka lebih profesional dalam menghimpun, menjaga, mengelola, menyalurkan, dan membuat laporan wakafnya dengan mengacu pada prinsip tata kelola yang baik. Dengan begitu, kinerja perwakafan di Indonesia bisa meningkat.

Imam menjelaskan, Indonesia saat ini memiliki 400 ribu nazir yang didominasi oleh nazir individu. Namun, jumlah yang terdaftar di BWI baru 333 nazir yang umumnya adalah nazir yayasan atau lembaga.

"Target kami adalah menyertifikasi seluruh nazir tersebut. Tujuannya cuma satu, yaitu supaya memiliki kompetensi standar guna meningkatkan daya guna atau pemanfaatan aset wakaf ini," ujar Imam saat konferensi pers Rakornas BWI 2022 di Jakarta, Rabu (7/12).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by #JalanKemuliaan (@badanwakafindonesia)

Terkait hal itu, pengamat ekonomi syariah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Azis Setiawan, menyampaikan, sertifikasi nazir dapat membantu meningkatkan profesionalisme pengelolaan wakaf. Melihat perkembangan gerakan wakaf di Indonesia dan dunia, ia menyebut ada harapan dan keinginan besar agar pengelolaan wakaf dilakukan lebih profesional.

"Untuk mendukung cita-cita tersebut, tentu membutuhkan SDM (sumber daya manusia) yang profesional. Nazir sebagai satu profesi baru membutuhkan seperangkat kompetensi, keahlian, dan kemampuan profesional untuk mewujudkan hal tadi," kata dia.

Azis menyebutkan, nazir merupakan SDM yang akan bertanggung jawab dalam mengelola dan mengembangkan aset-aset wakaf. Profesi tersebut memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dari profesi lainnya.

Aziz menjelaskan, ada seperangkat pemahaman dan kemampuan yang harus dikuasai untuk menjadi seorang nazir. Di dalamnya ada batasan syariah, aspek terkait fikih yang harus dikuasai dalam pengelolaan, manajemen, pendayagunaan, optimalisasi aset wakaf, dan nilai kenaziran itu sendiri.

"Dengan begitu, nazir merupakan profesi khusus yang dengan cita-cita besar tadi harus dibangun serangkaian kompetensinya. Karena itu, proses sertifikasi dibutuhkan," ujar dia.

photo
Pengunjung berada di area Kafe Kampus Berbasis Wakaf Produktif usai diluncurkan di Universitas Muhammadiyah Bandung, Jalan Soekarno Hatta, Panyileukan, Kota Bandung, Kamis (15/9/2022). Universitas Muhammadiyah Bandung bekerja sama dengan Sinergi Foundation meluncurkan Kafe Kampus Berbasis Wakaf Produktif yang bertujuan untuk membangun ekonomi umat berbasis wakaf serta sebagai bentuk literasi dan edukasi wakaf kepada mahasiswa. Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Jika profesi nazir tidak dikembangkan, menurut Azis, hal itu akan berjalan seperti pengelolaan wakaf tradisional dan tidak berkembang menjadi suatu kelembagaan atau organisasi yang lebih baik. Karena itu, dengan pengembangan yang lebih kuat, profesi ini diharapkan bisa diminati oleh generasi baru.

Ia menilai profesi nazir sangat baik dan memiliki prospek yang bagus. Dalam pandangan Azis, saat ini masih banyak nazir yang mengelola wakaf dengan cara tradisional sehingga profesinya tidak mengalami perkembangan.

Kebanyakan mereka mengelola aset wakaf yang sifatnya tidak bergerak atau non-uang. Hal itu, menurut dia, bukanlah harapan dari desain gerakan pengembangan wakaf yang ada.

"Untuk menjadi nazir, siapa saja yang berminat bisa mengikuti serangkaian kegiatan pendidikan atau pembinaan profesi melalui pelatihan dan sertifikasi,’’ katanya. 

Berhubungan Intim tanpa Ejakulasi, Wajibkah Mandi Junub?

Jika terjadi kesepakatan bertemunya dua jenis alat kelamin yang berbeda, hal itu mewajibkan mandi janabah.

SELENGKAPNYA

Janganlah Bersedih Saat Musibah

Janganlah Anda merasa sedih dengan musibah yang menimpa Anda.

SELENGKAPNYA

Notaris Meng-imla'-kan Perjanjian

Perlu juga untuk memastikan bahwa yang dibacakan itu tersampaikan dan dipahami.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya