Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Notaris Meng-imla'-kan Perjanjian

Perlu juga untuk memastikan bahwa yang dibacakan itu tersampaikan dan dipahami.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia 

Assalamu’alaikum wr wb.

Saat melakukan perjanjian atau akad, siapa yang harus meng-imla'-kan isi perjanjian? Bagaimana ketentuan syariah terkait meng-imla'-kan isi perjanjian tersebut? Apakah yang meng-imla'-kan itu harus pihak tertentu? Bolehkah yang meng-imla'-kan notaris seperti yang dilakukan saat ini? Mohon penjelasan, Ustaz. -- Sahil, Depok

Wa’alaikumussalam wr wb.

Pertama-tama perlu dijelaskan, dalam firman Allah SWT (Surah al-Baqarah Ayat 282), “Walyumlili al-ladzi ‘alaihi al-haq” (hendaklah orang yang berutang itu meng-imla'-kan ). Berdasarkan ayat tersebut, saat dilakukan suatu, kontrak seperti jual beli atau investasi, pihak yang meng-imla'-kan (membacakan) itu adalah orang yang memiliki kewajiban, yaitu debitur. Meng-imla'-kan berarti membacakan hingga pihak lain itu paham.

Menjadi pertanyaan, yakni jika pemahaman tekstual itu yang menjadi rujukan, seharusnya yang mempunyai kewajiban tersebut adalah debitur, penyewa, atau pengelola. Dalam praktik yang terjadi selama ini—misalnya dalam produk keuangan—notaris yang membacakannya. Apakah praktik ini menyalahi tuntunan ayat tersebut?

Di antara contoh praktik teknis meng-imla'-kan tersebut adalah, di suatu lembaga keuangan syariah (LKS) yang membacakan perjanjian adalah pihak notaris di hadapan pembeli (nasabah) dan penjual (LKS). Dalam praktik utang piutang di masyarakat hanya ditulis tanpa ada yang membacakan atau meng-imla'-kan.

Sesungguhnya, jika menelaah beberapa literatur tafsir (ahkam) ayat tersebut, bisa dijelaskan dalam Mausu'atu Tafsir al-Ma’tsur dijelaskan pandangan para ulama ahli tafsir. Di antaranya menurut Sa’id bin Jubair, maknanya adalah pihak yang punya utang/kewajiban itu yang meng-imla'-kan.

Jadi, yang meng-imla'-kan adalah penulis (liyumli maa ‘alaihi min al-haqi ‘ala al-katibi min haqi al-mathlubi). Menurut Muqatil bin Hayyan, walyumlili al-ladzi ‘alaihi al-haq maksudnya adalah yang menerima hak. Menurut asy-Syafi’i, maknanya adalah walyumlili bukan meng-imla'-kan, melainkan ia mengakui dengan haq tersebut. (Kitab Mausu’atu at-tafsir al-Ma’tsur 4/679).

Hal senada dijelaskan dalam at-Tahrir wa at-Tanwir. Ibnu ‘Asyur menjelaskan maksud walyumlili al-ladzi ‘alaihi al-haq adalah pihak yang meng-imla'-kan atau membacakan kepada pihak lain untuk mencatat atas namanya.

Kata-kata “al-haq” di sini adalah hak yang melekat pada kreditur (Kitab at-Tahrir wa at-Tanwir, Ibnu ‘Asyur, 3/103). Dalam tafsir al-Wasith disebutkan bahwa makna “walyumlili al-ladzi ‘alaihi al-haq” adalah debitur yang berkewajiban meng-imla'-kan kepada penulis atas kewajibannya yang harus ia bayarkan (Tafsir al-Wasith, Lembaga Riset Islam, 1/484).

Dalam kitab tafsir ar-Rahman dijelaskan, maksud walyumlili al-ladzi ‘alaihi al-haq adalah debitur meng-imla'-kan dengan lisannya agar ia tahu kewajiban yang harus ditunaikannya (Kitab Fathirrahman fii tafsir al-Qur’an, 1/400).

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bisa disimpulkan, sesungguhnya makna atau pesan ayat tersebut adalah debitur sebagai pihak yang berkewajiban paham dan sadar akan kewajibannya. Walaupun nash menyebutkan debitur yang membacakan, tetapi saat debitur paham atau sadar akan kewajibannya itu dapat dilakukan dengan cara lain, seperti notaris yang membacakannya, maka maqashid atau maksudnya sudah terpenuhi dan sesuai dengan maksud ayat tersebut.

Akan tetapi, yang harus dipastikan walaupun notaris yang membacakan, pastikan yang dibacakan adalah seluruh klausul yang harus diketahui oleh debitur dan para pihak terkait hak dan kewajibannya.

Perlu juga untuk memastikan bahwa yang dibacakan itu tersampaikan dan dipahami. Akan sangat baik, disertai juga pengingatan akan tanggung jawabnya di depan Allah SWT jika para pihaknya adalah Muslim. Wallahu a’lam.

Bisnis Umrah, Akankah Berkilau Lagi?

Didorong motivasi ibadah yang kuat, minat berumrah diyakini akan terus meningkat.

SELENGKAPNYA

Magis Maroko dan Pan Arabisme

Bolehlah kita bersepakat bahwa apa yang Maroko capai ini menjadi salah satu episode gerakan 'Pan Arabisme' yang melegenda itu.

SELENGKAPNYA

Menembus Pasar Afrika dengan Produk Halal

Pasar Mesir pada dasarnya membutuhkan produk makanan dan minuman dari Indonesia.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya