Warga melihat nomor kartu perdana di Jakarta, Ahad (31/1). Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memberlakukan aturan terkait pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) kepada penyelenggara jasa telekomunikasi hingga distributor ting | Republika/Putra M. Akbar

Tajuk

Mendesak, Perlindungan Data Pribadi

Lalu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap perlindungan data pribadi di Tanah Air?

Dugaan kebocoran data pribadi kembali terulang. Kali ini, sebanyak 1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM Indonesia, mulai dari NIK, nomor telepon, nama penyedian layanan, hingga  tanggal pendaftaran,  dilaporkan bocor.  Kabar bocornya 1,3 miliar data registrasi kartu SIM itu viral  di media sosial, setelah diunggah oleh akun  Twitter  Muh Rifqi Priyo S @SRifqi, Kamis (1/9).

Dalam unggahannya, akun @SRifqi menyertakan tangkapan layar akun Bjorka sebagai penjual data. Menurut dia, penjual menyebut data didapatkan dari Kemenkominfo RI.

Gambar tangkapan layar juga menampilkan perincian jumlah data yang bocor, termasuk besaran kapasitas data hingga harga data yang dipatok 50 ribu dolar AS.  

Beredarnya kabar bocornya data pribadi masyarakat  Indonesia ini tentu saja sangat memprihatinkan. Sebab, laporan terkait dugaan kebocoran data pribadi tersebut bukan terjadi kali ini saja. Menurut pakar siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia CISSRec, Pratama Dahlian Persadha, dugaan kebocoran data pribadi di Tanah Air  telah terjadi berulang kali.

 
Gambar tangkapan layar juga menampilkan perincian jumlah data yang bocor, termasuk besaran kapasitas data hingga harga data yang dipatok 50 ribu dolar AS.
 
 

Menurut Pratama, dalam beberapa waktu terakhir, kebocoran data pribadi itu diduga telah terjadi di  perusahaan, baik milik negara maupun swasta, seperti PLN dan Indihome, hingga yang terbaru dugaan kebocoran 1,3 miliar data registrasi kartu SIM masyarakat di Indonesia.

Kian maraknya laporan pencurian data pribadi itu tentu sangat merugikan dan meresahkan masyarakat.

Fakta ini juga menunjukkan betapa masih lemahnya perlindungan negara terhadap kerahasiaan data pribadi. Dalam pandangan anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Iqbal, dugaan kebocoran  1,3 miliar data kartu SIM telepon menjadi bukti begitu mudahnya data pribadi masyarakat Indonesia dicuri oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab.  Menurut dia, terulangnya kebocoran data pribadi ini menunjukkan bahwa pemerintah menganggap kasus tersebut bukan hal penting dan utama untuk ditindaklanjuti.

Publik tentu berharap pemerintah merespons laporan dugaan pencurian data pribadi ini secara serius. Selama ini, publik hanya selalu mendengar bantahan-bantahan dari berbagai pihak terkait, bahwa kebocoran tak pernah terjadi. Terkait laporan terbaru pun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)  dan  Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta pihak operator membantah bahwa kebocoran data registrasi kartu SIM itu berasal dari  institusi tersebut.

 
Lalu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap perlindungan data pribadi di Tanah Air?
 
 

Lalu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap perlindungan data pribadi di Tanah Air? Padahal, di era serbadigital saat ini, perlindungan data pribadi adalah keniscayaan. Berulangnya kasus pencurian data pribadi, menurut anggota Komisi I DPR, Muhammad Iqbal, menunjukkan belum adanya upaya atau kebijakan dari pemerintah untuk mengantisipasi agar  kebocoran data pribadi tidak terjadi kembali. Tentu ini patut disayangkan.

Pakar Siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia CISSRec Pratama Dahlian Persadha pun telah mengingatkan bahwa rentetan kebocoran data pribadi harus menjadi alarm bagi seluruh elemen bangsa bahwa kebutuhan akan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah sangat mendesak. Sayangnya, hingga saat ini,  Indonesia sebagai salah satu negara pengguna internet terbesar di dunia belum memiliki payung hukum untuk melindungi data pribadi warga negaranya.

Saat ini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi  masih dalam proses pembahasan DPR dan Pemerintah. Publik tentu berharap pemerintah dan DPR serius membahas RUU Perlindungan Data Pribadi itu. Segera selesaikan pembahasannya. Kekosongan aturan terkait perlindungan data pribadi akan terus dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab.

 
Saat ini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi  masih dalam proses pembahasan DPR dan Pemerintah.
 
 

Selama Indonesia tak memiliki UU Perlindungan Data Pribadi, kata Pratama,  maka tidak ada upaya memaksa dari negara kepada peneyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk  mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu,. Tak hanya itu,  ketiadaan UU Perlindungan Data Pribadi  itu membuat pengawasan perlindungan data pribadi masyarakat masih tidak jelas.

Padahal, kata dia, ancaman peretasan ini sudah terjadi secara luas. Dan, ironisnya tak ada pihak yang bertanggung jawab atas kebocoran data tersebut karena semua merasa menjadi korban. Karena itu, pemerintah dan DPR harus segera menuntaskan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. Negara wajib hadir melindung warganya dari aksi pencurian data pribadi. Ingat, itu adalah amanat konstitusi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Priangan Berkobar

Warga Bandung memang cinta kotanya yang indah, tetapi lebih cinta kemerdekaan.

SELENGKAPNYA

Mencari Ismail Marzuki, Sang Komposer Legendaris

Dari Kwitang ber-Halo-halo Bandung

SELENGKAPNYA

Kemkominfo Audit Dugaan 1,3 Miliar Data Kartu SIM Bocor

Gambar tangkapan layar juga menampilkan rincian jumlah data yang bocor.

SELENGKAPNYA