Sejumlah calon penumpang penerbangan saat memadati beberapa loket tiket di Terminal 1 A Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (3/4/2024). | ANTARA/Azmi Samsul Maarif

Ekonomi

'Iuran Pariwisata Merugikan Masyarakat dan Maskapai'

Harga tiket akan semakin mahal bagi penumpang dengan tambahan iuran pariwisata.

JAKARTA -- Rencana pemerintah memungut iuran pariwisata dari penumpang pesawat terus menuai penolakan. Kebijakan ini dinilai sangat merugikan masyarakat dan maskapai.

Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, penumpang pesawat terdiri atas berbagai macam keperluan, mulai dari keperluan bisnis, acara keluarga atau pribadi, dinas, pendidikan, atau liburan. 

Denon menyebut pariwisata dan wisatawan hanya salah satu dari berbagai jenis penumpang pesawat. Denon menilai Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tidak seharusnya menggagas iuran pariwisata ditambahkan ke dalam komponen harga tiket pesawat.

"Karena akan menjadi beban tambahan bagi penumpang dan maskapai penerbangan," ujar Denon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

photo
Pesawat menunggu jadwal keberangkatan di terminal keberangkatan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (22/3/2024). - (Dok Republika)

Denon mengatakan harga tiket akan menjadi lebih mahal bagi penumpang dengan tambahan iuran pariwisata. Denon menyebut maskapai juga akan terkena dampak karena jumlah penumpang akan berkurang jika harga tiket dianggap mahal.  

"Saat ini bisnis penerbangan sedang dalam kondisi rebound setelah terpuruk akibat pandemi Xovid -19 pada 2020 sampai 2022," lanjut Denon. 

Namun demikian, Denon mengatakan, maskapai Indonesia menghadapi banyak kendala sehingga proses rebound tidak bisa berlangsung  lancar jika dibandingkan dengan maskapai penerbangan internasional. Denon menjelaskan maskapai menghadapi sejumlah permasalahan seperti berkurangnya jumlah ketersediaan pesawat beserta suku cadang dan sumber daya manusia yang siap untuk dioperasikan. 

"Selain itu, meningkatnya biaya operasi yang disebabkan oleh naiknya harga bahan bakar avtur dan nilai tukar mata uang rupiah yang terus melemah terhadap mata uang dolar AS," ungkap Denon. 

Padahal, lanjut Denon, sekitar 70 persen biaya operasional penerbangan dipengaruhi oleh dolar AS, di antaranya terkait harga avtur, biaya sewa pesawat, biaya perawatan dan pengadaan spareparts dan lainnya.

Sementara itu, sambung Denon, tarif penerbangan sejak 2019 sampai saat ini belum ada penyesuaian dari oleh pemerintah padahal komponen biaya tarif penerbangan sudah meningkat. Denon mengambil contoh kurs dolar AS terhadap rupiah pada 2019 yang sebesar Rp 14.102 dan naik 15 persen menjadi Rp 16.182 pada 2024. Pun dengan harga jual minyak yang naik 37 persen menjadi 87,48 dolar AS per barel dibandingkan 2019 yang sebesar 64 dolar AS per barel. 

"Pengenaan iuran pariwisata pada tiket pesawat akan menjadi kontraproduktif, karena dapat menyebabkan harga tiket naik, jumlah penumpang turun dan kondisi bisnis maskapai juga turun sehingga program perluasan konektivitas transportasi udara dari pemerintah menjadi tidak tercapai," kata Denon.

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Sigit Sosiantomo menolak rencana pemerintah untuk mengenakan iuran pariwisata. Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu berpotensi melanggar undang-undang. 

"Saya menolak rencana pemerintah menarik iuran pariwisata kepada penumpang pesawat. Selain membebani penumpang karena otomatis akan membuat tarif makin melambung, juga berpotensi melanggar UU, sepertu UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan," ujar Sigit.

photo
Sejumlah calon penumpang pesawat membawa barang bawaan di Terminal Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (10/2/2024). - (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Sigit mengatakan, berdasarkan pasal 12  UU Penerbangan, penetapan tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan  biaya tuslah/tambahan. Yang dimaksud biaya tuslah atau tambahan dalam UU ini adalah biaya yang dikenakan karena terdapat biaya-biaya tambahan yang dikeluarkan perusahaan angkutan udara di luar perhitungan penetapan tarif jarak, antara lain, biaya fluktuasi harga bahan bakar dan biaya yang ditanggung perusahaan angkutan udara karena pada saat berangkat atau pulang penerbangan tanpa penumpang, misalnya pada saat hari raya.

"Dalam UU Penerbangan sudah jelas bahwa penetapan tarif tiket pesawat terdiri dari empat komponen yaitu tarif jarak, pajak, asuransi dan tuslah," ucap Sigit. 

Sigit mengingatkan iuran pariwisata yang akan diterapkan pemerintah itu jelas tidak termasuk pajak yang bisa dibebankan kepada penumpang dalam tarif tiketnya. Sigit menyebut pajak dan iuran itu maknanya sudah berbeda jauh. 

"Di dalam UU penerbangan sendiri tidak ada terminologi iuran pariwisata. Pemerintah jangan konyol karena ini jelas berpotensi melanggar UU," lanjut Sigit.  

Di sisi lain, Sigit mengingatkan penetapan tarif tiket pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat sebagaimana diatur UU Penerbangan. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi tahunan pada 2023 yang tergolong rendah disebabkan penurunan komponen inflasi inti yang menunjukan adanya pelemahan daya beli masyarakat.

Selain empat komponen penentu tersebut, Sigit mengatakan, penetapan tarif pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat dan itu diatur dalam penjelasan pasal 126 ayat (3) UU penerbangan. Berdasarkan data BPS tentang inflasi tahun lalu, Sigit menilai daya beli masyarakat sedang tidak baik-baik saja.

"Setiap penumpang pesawat sudah dikenakan passenger service charge (PSC). Kalau dipaksa lagi mau menarik iuran pariwisata, itu sama saja penumpang dikenakan tambahan biaya dobel. Tidak semua penumpang naik pesawat untuk keperluan wisata," sambung Sigit. 

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Sigit menegaskan bahwa penarikan iuran pariwisata itu tidak layak untuk diterapkan dan meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut. Sigit mengingatkan tugas pemerintah bagaimana memberikan kemudahan dan tarif transportasi yang terjangkau untuk rakyatnya. 

photo
Sejumlah pesawat terbang berada di apron Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (23/2/2024). - (Republika/Prayogi)

Sigit menilai rencana iuran justru membebani dengan mengeluarkan Perpres yang notabene berpotensi melanggar UU demi menarik iuran dari masyarakat.  "Dengan tarif pesawat yang sekarang saja rakyat sudah banyak yang mengeluh, apalagi nanti kalau ditambah komponen iuran pariwisata. Jadi, sekali lagi saya tegaskan menolak rencana ini. Setop membebani masyarakat," kata Sigit.

Seperti diketahui, pemerintah tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Indonesia Tourism Fund. Salah satu yang menjadi sorotan yakni sumber pendanaan yang berasal dari iuran pariwisata. 

Pemerintah berencana mengenakan iuran pariwisata kepada penumpang pesawat. Iuran akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat. Rencana itu diketahui dari undangan Rapat Koordinasi Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden Dana Pariwisata Berkelanjutan yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang diterbitkan pada 20 April 2024.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat