Nelayan mengumpulkan jerigen untuk melakukan pengisian bahan bakar solar bersubsidi di SPBU Limbangan, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (19/3/2022). | ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nz.

Kabar Utama

BPH Migas: Optimalkan Distribusi Solar

Para nelayan di Indramayu mengeluhkan kelangkaan solar sejak sebulan lalu.

JAKARTA – Antrean pengisian solar di berbagai daerah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir diklaim bukan karena stok yang terbatas. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menuding, antrean lebih disebabkan pola distribusi di daerah tertentu yang tidak optimal.

Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Patuan Alfons Simanjuntak mengatakan, upaya pengendalian dalam mengatasi antrean tersebut telah dilakukan. Ia memastikan tidak ada kelangkaan maupun kekurangan stok solar bersubsidi. “Tidak ada kelangkaan karena stok selama 21 hari untuk biosolar. Saat ini selalu dimonitor bila ada antrean, distribusinya ditingkatkan,” kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (27/3).

Ketua Umum Perkumpulan Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) untuk Perusahaan Truk dan Logistik, Kyatmaja Lookman, merasa heran terkait klaim stok solar bersubsidi yang mencukupi. Sebab, sampai saat ini masih banyak truk yang mengantre untuk mendapat solar subisidi. “Iya nih (langka). Ya kalau stok aman kok antre ya?” kata Kyatmaja.

Kyatmaja mengatakan, jatah stok solar subsidi untuk Maret 2022 sudah melebihi kuota. Hal tersebut menyebabkan pengiriman solar ke SPBU dibatasi. “Otomatis stok (solar subsidi) di SPBU kurang. Yang jadi korban kami yang ada di jalan,” ujar Kyatmaja.

photo
Nelayan antre untuk mendapatkan minyak solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Senin (21/3/2022). Sejumlah nelayan menyatakan puluhan kapal ikan dengan bobot kurang dari 30 GT terpaksa antre mendapatkan minyak solar bersubsidi karena pasokan solar di SPBN tersebut terbatas hanya delapan ton per hari, sementara kebutuhan solar kapal nelayan sekitar 25 ton per hari. - (ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.)

Kyatmaja mengharapkan saat ini kuota solar subsidi lebih baik ditambah jika mau mempertahankan harga sekarang. Jika tidak, lebih baik subsidinya dikurangi asal stok BBM dipastikan tersedia dan tidak menyebabkan antrean panjang, apalagi sulit ditemukan.

Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), memastikan stok dan penyaluran bahan bakar solar subsidi aman. Pjs Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, mengatakan, tidak ada persoalan dengan stok solar subsidi di Pertamina.

“Untuk mengatasi antrean, kami telah menyalurkan solar subsidi bahkan melebihi 10 persen dari kuota,” ujar Irto.

Irto mengatakan, Pertamina Patra Niaga terus berkoordinasi dengan BPH Migas, pemerintah daerah, dan kepolisian untuk memastikan ketepatan sasaran solar subsidi. Kolaborasi dengan kepolisan dilakukan dalam menindak oknum yang menyalahgunakan solar subsidi.

photo
Foto udara truk mengantre untuk mengisi bahan bakar solar bersubsidi di SPBU Paal Lima, Kota Baru, Jambi, Jumat (25/3/2022). Antrean kendaraan yang didominasi truk angkutan batu bara itu terjadi di sejumlah SPBU di provinsi itu karena tidak seimbangnya ketersediaan bahan bakar solar bersubsidi dengan kebutuhan kendaraan yang mengantre. - (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.)

“Kami juga menyediakan BBM nonsubsidi sebagai alternatif yaitu Dexlite dan Pertamina Dex. Kami mengimbau kendaraan industri dan masyarakat mampu dapat menggunakan BBM nonsubsidi, agar solar subsidi bisa dimanfaatkan bagi mereka yang berhak dan membutuhkan,” ujar Irto.

Menurutnya, stok solar subsidi secara nasional di level 20 hari dan setiap hari proses penyaluran ke SPBU terus dimonitor. Secara nasional, kata dia, per Februari penyaluran solar subsidi telah melebihi kuota sekitar 10 persen.

Pertamina Patra Niaga menjanjikan akan terus memonitor seluruh proses distribusi mulai dari terminal BBM hingga konsumen. Khusus solar subsidi, kata dia, Pertamina Patra Niaga akan fokus pelayanan di jalur logistik serta jalur-jalur yang memang penggunannya adalah yang berhak menikmatinya.

“Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dan tidak perlu panic buying. Pembelian bahan bakar kami imbau untuk tetap sesuai dengan kebutuhan dan untuk tetap hemat dalam penggunaannya mengingat saat ini harga minyak sangatlah mahal,” ujar dia.

photo
Foto udara sejumlah truk mengantre mengisi bahan bakar solar bersubsidi dan menyebabkan kemacetan di SPBU Palapa, Kabupaten Padangpariaman, Sumatra Barat, Rabu (16/3/2022). Antrean kendaraan terjadi di sejumlah SPBU di provinsi itu karena bahan bakar solar bersubsidi cepat habis. - (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, nelayan di wilayah Kecamatan Juntinyuat mengeluhkan sulitnya memperoleh pasokan solar sejak sebulan terakhir. Mereka bahkan tak bisa melaut jika tak kebagian solar di SPBU.

Untuk memperoleh solar, para nelayan harus mengantri di SPBU Limbangan, Kecamatan Juntinyuat. Berdasarkan pantauan Republika, Kamis (24/3) pukul 11.30 WIB, terdapat lebih dari 100 jeriken yang dibariskan oleh para pemiliknya di depan pom pengisian solar di SPBU tersebut.

Para nelayan ataupun anggota keluarganya rela mengantri solar sejak Subuh. Pasalnya, jika mengantri kesiangan, maka solar di SPBU akan habis dan mereka tidak bisa melaut. Sebagaimana yang dialami seorang nelayan asal Desa Limbangan, Tarlim (43). Dia mengaku pernah tak bisa melaut karena terlambat mengantre solar. "Ya kalau solarnya nggak ada, gimana mau menjalankan mesin kapal buat melaut," tutur Tarlim.

photo
Nelayan mengumpulkan jeriken untuk melakukan pengisian bahan bakar solar bersubsidi di SPBU Limbangan, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (19/3/2022). Nelayan terpaksa mengantre membeli BBM untuk kebutuhan melaut karena bahan bakar solar subsidi di sejumlah SPBU di daerah itu cepat habis. - (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nz.)

Untuk menyiasati terulangnya hal itu, Tarlim pun bergantian dengan anaknya, yang juga seorang nelayan, untuk mengantre solar di SPBU. Saat dia pergi melaut, maka anaknya yang akan mengantre solar di SPBU.

Begitu pula sebaliknya. Jika anaknya yang pergi melaut, maka Tarlim yang akan mengantre solar. Kali ini dia mengantre solar di SPBU sejak pukul 06.00 WIB. Hingga pukul 13.00 WIB, dia belum memperoleh solar.

Tarlim berharap, pasokan solar di SPBU Limbangan bisa kembali normal. Dengan demikian, dia dan nelayan lainnya tidak lagi mengalami kesulitan memperoleh solar untuk keperluan bahan bakar melaut.

Sebagian istri nelayan juga terpaksa turun tangan terkait kelangkaan ini. Supini (40), warga Desa Limbangan, merupakan salah satu warga yang menaruh dua jeriken kosong di depan pom pengisian solar di SPBU Limbangan, Kecamatan Juntinyuat. Masing-masing berukuran 20 liter, di dalam barisan itu sejak pukul 08.00 WIB. Hingga pukul 12.30 WIB, jerikennya masih berada di urutan belakang.

photo
Nelayan mengumpulkan jeriken untuk melakukan pengisian bahan bakar solar bersubsidi di SPBU Limbangan, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (19/3/2022). - (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nz.)

"Biasanya baru kebagian pukul tiga sore (15.00 WIB) atau empat sore (16.00 WIB)," kata Supini kepada Republika.

Selain jeriken nelayan, pom itu juga melayani pengisian solar pada kendaraan lain, terutama truk, tangki, dan mobil Elf. Pelayanan pada kendaraan itu akan diutamakan dan jeriken harus mengalah. Hal itulah yang menyebabkan pengisian solar pada jeriken nelayan menjadi sangat lama.

Supini menuturkan, agar mendapat antrean di baris depan, maka harus sudah mulai mengantre di SPBU sejak sebelum Subuh, bahkan pada sore hari di hari sebelumnya. Namun, dia baru bisa menaruh jerikennya dalam antrean pada pukul 08.00 WIB karena sibuk berjualan sarapan terlebih dulu di rumahnya.

Dengan mengayuh sepeda dari rumahnya, Supini mengantarkan jerikennya ke SPBU Limbangan agar masuk dalam antrean. Setelah itu, dia kembali ke rumah dulu untuk mencuci baju, bersih-bersih rumah, memasak maupun menyiapkan makan siang untuk dua anaknya.

photo
Nelayan menyiapkan solar untuk persiapan melaut di dermaga PPI Lempasing, Bandar Lampung, Lampung, Sabtu (19/3/2022). Nelayan setempat mengaku sejak dua pekan terakhir sulit mendapat BBM solar bersubsidi dengan harga Rp 5.150 akibat pembatasan pasokan dari PT Pertamina, sebagian nelayan saat ini mulai beralih mengunakan BBM Dexlite dengan harga lebih tinggi Rp 13.250 per liter agar tetap bisa melaut. - ( ANTARA FOTO/Ardiansyah/nz.)

Anak yang lebih besar, sudah kelas tiga SD dan pulang sekolah pukul 10.00 WIB. Sedangkan anak yang lebih kecil, baru tiga tahun. Supini menitipkan anak kecilnya itu pada anaknya yang lebih besar. Setelah itu, dia kembali berangkat ke SPBU untuk menunggui antrean jeriken.

"Mereka saya tinggal berdua di rumah. Tapi sudah saya siapkan makan siangnya, uang jajannya, dan HP (handphone) agar mereka tidak bosan di rumah selama saya tinggalkan," tutur Supini, sambil mengelap peluh yang membasahi wajahnya.

Sedangkan suami Supini, berangkat melaut sejak pukul 03.00 WIB dan biasanya baru pulang pukul 14.00 WIB. Karena itu, dia rela mengantre solar di SPBU agar suaminya bisa memperoleh solar untuk kebutuhan melaut keesokan hari.

"Kalau suami saya yang mengantre solar setelah dia pulang melaut, ya nggak akan kebagian, sudah habis. Nanti dia tidak bisa melaut karena solarnya tidak ada,’’ tukas Supini.

 
Kalau suami saya yang mengantre solar setelah dia pulang melaut, ya nggak akan kebagian, sudah habis. Nanti dia tidak bisa melaut karena solarnya tidak ada.
 
 

Supini biasa membeli solar senilai Rp 200 ribu. Dengan harga solar subsidi Rp 5.150 per liter, solar yang diperolehnya hampir 40 liter. Solar itu cukup untuk membuat kapal kecil milik suaminya berangkat melaut selama sehari.

Supini sebenarnya ingn membeli solar lebih banyak, setidaknya untuk kebutuhan melaut selama dua hari agar dia tidak mengantre di SPBU setiap hari. Namun, penghasilan suaminya dari menangkap sontong hanya cukup untuk membeli solar kebutuhan melaut sehari.

Hal serupa juga dilakukan Tasini (45), istri nelayan di Desa Limbangan. Demi memperoleh 40 liter solar untuk kapal suaminya, dia bahkan membariskan jerikennya pada antrean di SPBU sejak pukul 04.00 WIB. Setelah selesai shalat Subuh, dia kembali ke SPBU untuk mengawasi antrian jeriken.

"Kalau tidak diawasi, suka disalip oleh yang lain. Akhirnya malah bisa saling bertengkar rebutan antrian," tutur Tasini.

Dengan mengantre sejak pukul 04.00 WIB, jeriken milik Tasini sudah berada di barisan depan pada pukul 12.30 WIB. Dia pun sudah tak sabar ingin segera pulang untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya.

Supini dan Tasini mengatakan, kesulitan memperoleh solar itu sudah mereka alami sejak sebulan terakhir. Mereka berharap pemerintah bisa menambah pasokan solar di SPBU agar tak perlu lagi mengantre berjam-jam.

Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto, membenarkan susahnya nelayan kecil memperoleh solar sejak sebulan yang lalu. "Pembelian antre. Dan jika tidak kebagian jatah solar, maka terpaksa nelayan tidak bisa melaut," kata Dedi. 

Terkait hal ini, Pemprov Riau mengusulkan tambahan kuota biosolar tahun 2022 sebesar 884.590 kiloliter (kl) kepada BPH Migas. Permintaan ini dilakukan karena adanya kelangkaan biosolar di Riau dalam beberapa waktu terakhir. 

Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, realisasi pemakaian biosolar di kabupaten/kota Provinsi Riau periode 1 Januari 2022 sampai 6 Maret 2022 mencapai 157.760 kl atau 19,85 persen dari kuota sebesar 794.787 kl. “Penyalurannya saat ini berimbas kepada antrean dan menimbulkan kerumunan serta mengganggu lalu lintas hampir di seluruh SPBU penyedia biosolar di Riau,” kata dia.

photo
Sejumlah kapal nelayan antre untuk mendapatkan minyak solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Senin (21/3/2022). Sejumlah nelayan menyatakan puluhan kapal ikan dengan bobot kurang dari 30 GT terpaksa antre mendapatkan minyak solar bersubsidi karena pasokan solar di SPBN tersebut terbatas hanya delapan ton per hari, sementara kebutuhan solar kapal nelayan sekitar 25 ton per hari. - (ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.)

Permintaan yang sama juga dilayangkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Dia menyatakan segera melakukan pengajuan kepada BPH Migas untuk menambah kuota solar Provinsi Bengkulu. Hal tersebut dilakukan agar stok solar subsidi stabil serta tidak terjadi antrean panjang kendaraan hingga ratusan meter di SPBU di Bengkulu.

Sopir truk, Anton, berharap pemerintah dapat memberikan solusi terkait kelangkaan BBM subsidi jenis solar. “Dengan kelangkaan ini sangat mengganggu aktivitas kami sebagai sopir pengangkut barang dan mengurangi pendapatan keluarga,” kata dia.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah mewaspadai kelangkaan solar. Kelangkaan ini akan mengakibatkan proses distribusi barang menjadi terganggu dan bisa memicu kenaikan harga kebutuhan pokok.

Fahmy mengatakan, Pertamina mestinya bisa mengantisipasi kenaikan permintaan yang hanya sekitar 10 persen tanpa menimbulkan kelangkaan solar subsidi. Keterlambatan pasokan solar itu menyebabkan antrean panjang truk dan kendaraan umum. Bahkan, sejumlah nelayan tidak bisa melaut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jalur Mudik Disediakan Posko Vaksinasi

Diprediksi kurang lebih 56 juta orang akan mudik pada Lebaran tahun ini.

SELENGKAPNYA

Produk Impor

Membangun kecintaan pada produk domestik tak efektif jika lewat kebijakan instan tanpa internalisasi makna mendalam.

SELENGKAPNYA

Harga dan Ketersediaan Pangan

Pemerintah idealnya mampu mengantisipasi persoalan ketersediaan pangan jika muncul di tengah jalan.

SELENGKAPNYA