Sejumlah warga berbelanja di Pasar Rusun Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7). Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi dua daerah pertama penerima dana program Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah. | ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Tajuk

Menghela Domestik

Menggenjot konsumsi pada kuartal III bisa menjadi opsi pemicu pertumbuhan.

 

Pandemi Covid-19 memunculkan krisis kesehatan global. Hingga kini, virus Covid-19 itu belum ditemukan obatnya. Bahkan, sejumlah peneliti menemukan indikasi beragam jenis virus Covid-19, maka antara satu negara dan lainnya, bisa jadi berbeda varian virusnya.

Kompleksitas lain dari virus ini, salah satunya, gejala yang dialami penderita bisa jadi tak sama. Banyak ditemukan, pembawa virus tak mengalami gejala sebagaimana umumnya penderita Covid-19. Mereka diistilahkan sebagai orang tanpa gejala.

Tingkat infeksi Covid-19 di beberapa negara utama dunia, juga masih dalam tren kenaikan. Namun, berita baik juga muncul dari segi kesehatan. Sejumlah negara yang meneliti vaksin antivirus Covid-19 telah memulai uji klinis.

Bahkan, beberapa di antaranya sudah tahap uji klinis vaksin fase 3, setahap lagi produksi massal. Di dalam negeri, perusahaan BUMN farmasi, PT Bio Farma, ditargetkan bisa memproduksi vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini.

 
Proyeksi ekonomi yang dirilis Bank Dunia ataupun IMF memperlihatkan pertumbuhan yang lebih buruk dari ekspektasi.
 
 

Namun, berita gembira dari sisi kesehatan ini belum seiring dengan dampak ekonomi pandemi Covid-19. Wabah mondial ini menimbulkan guncangan ekonomi yang mengarah pada resesi global.

Semua negara berjuang mengatasi dampak ekonomi pandemi, tapi tak semua strategi sesuai harapan. Setidaknya hal ini tecermin dari paparan kinerja data pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II 2020, banyak negara mengalami kontraksi ekonomi cukup tajam.

Banyak aktivitas ekonomi terhenti akibat karantina wilayah atau pembatasan sosial berskala besar. Tingkat konsumsi masyarakat turun, dari aspek produksi mengalami kendala, distribusi barang dan jasa tidak berjalan optimal, apalagi sektor investasi.

Proyeksi ekonomi yang dirilis Bank Dunia ataupun IMF memperlihatkan pertumbuhan yang lebih buruk dari ekspektasi.

Bank Dunia memprediksi, ekonomi global pada 2020 tumbuh minus 5,2 persen, sedangkan IMF minus 4,9 persen. Kedua lembaga dunia ini memprediksi, perekonomian global baru tumbuh 4,2 persen (Bank Dunia) dan 5,4 persen (IMF) pada 2021.

Baik Bank Dunia maupun IMF memprediksi, mayoritas pertumbuhan ekonomi negara-negara utama melambat.

Bank Dunia memprediksi ekonomi AS tumbuh minus 6,1 persen pada 2020, Eropa (minus 9,1 persen), Cina (satu persen), Jepang (minus 6,1 persen), India (minus 3,2 persen), Thailand (minus lima persen). Proyeksi ini mendekati kenyataan untuk sejumlah negara.

Pada kuartal II 2020, AS tumbuh minus 9,5 persen, Uni Eropa (minus 14,4 persen), Italia (minus 17,3 persen), Prancis (minus 19 persen), Spanyol (minus 22,1 persen). Capaian kinerja ekonomi ini memperlihatkan mayoritas negara mengalami kontraksi tajam.

 
Menggenjot konsumsi pada kuartal III bisa menjadi opsi pemicu pertumbuhan. Program stimulus yang sudah dirancang mesti dieksekusi maksimal sepanjang Juli-September. 
 
 

Bagaimana Indonesia? Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/8), merilis capaian ekonomi nasional. Ekonomi kuartal II 2020 terhadap kuartal II 2019 tumbuh minus 5,32 persen. Adapun kuartal II 2020 terhadap kuartal sebelumnya, ekonomi tumbuh minus 4,19 persen.

Tren sama dengan beberapa negara lainnya, dengan pengecualian Cina. Kuartal I 2020, ekonomi Cina tumbuh minus 6,8 persen, tapi tumbuh 3,2 persen pada kuartal II. Sebagai episentrum pertama virus Covid-19, Cina mampu memanfaatkan kekuatan domestiknya.

Populasi penduduk yang mencapai 1,4 miliar jiwa menjadi penghela konsumsi domestik guna memacu dapur ekonomi dalam negeri. Selain tentunya, stimulus fiskal dan moneter sebagai pendorong pemulihan ekonomi.

Aktivitas perdagangan, ekspor dan impor, serta manufaktur juga memperlihatkan peningkatan. Dengan penduduk 270 juta jiwa, Indonesia berpeluang rebound seperti Cina. Indonesia berpotensi keluar dari krisis bila dapat memaksimalkan potensi domestiknya.

Menggenjot konsumsi pada kuartal III bisa menjadi opsi pemicu pertumbuhan. Program stimulus yang sudah dirancang mesti dieksekusi maksimal sepanjang Juli-September. Kini tinggal mengawal realisasi belanja negara pada kuartal selanjutnya.

Sumber pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 menurut pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga. Masalahnya, berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi tertinggi minus 2,96 persen.

Konsumsi pemerintah yang minus 0,53 persen perlu digenjot lebih kencang pada kuartal berikutnya. Percepatan belanja pemerintah sebagaimana dicanangkan Presiden Joko Widodo menjadi kata kunci. Tak kalah penting, menjaga sentimen pasar tetap positif.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat