Jamaah haji melakukan tawaf mengelilingi Kakbah di Masjidil Haram, Makkah, beberapa waktu lalu. | AP

Kabar Utama

Haji Digelar Terbatas

Putusan pembatasan haji oleh Kerajaan Saudi dinilai sudah sesuai syariah.

 

RIYADH -- Kerajaan Arab Saudi secara resmi mengumumkan tetap dilaksanakannya ibadah haji 1441 Hijriyah dengan jumlah jamaah terbatas. Lembaga-lembaga yang mewakili umat Islam merestui dan legawa dengan keputusan tersebut.

Kementerian Luar Negeri Saudi mengumumkan pada Senin (22/6) malam bahwa yang diizinkan melaksanakan haji tahun ini hanya warga Saudi dan warga negara asing yang telah bermukim di negara tersebut guna mengurangi risiko penularan Covid-19. “Telah diputuskan bahwa haji untuk tahun ini akan diadakan di mana jumlah jamaah sangat terbatas dari berbagai kewarganegaraan yang sudah tinggal di Arab Saudi yang dapat menunaikannya,” tulis pernyataan Kemenlu Saudi dikutip laman Al-Arabiya.

Kerajaan Saudi menyatakan keputusan itu diambil guna memastikan pelaksanaan ibadah haji tetap aman. Kerajaan juga akan memantau semua tindakan pencegahan dan penerapan protokol jarak sosial guna mencegah adanya penularan Covid-19 di antara jamaah. Saudi Gazzette melansir, dalam konferensi pers bersama Menteri Kesehatan Saudi, Tawfiq Al-Rabiah dan Menteri Haji dan Umrah Muhammad Saleh Benten menyatakan protokol haji juga nantinya sangat ketat. Jamaah haji domestik tak boleh melampaui 10 ribu jamaah.

Seluruh jamaah juga harus menjalani tes kesehatan, berusia di bawah 65 tahun, dan akan dipantau kesehatannya setiap hari. Selepas melaksanakan haji, mereka harus menjalani karantina mandiri.

Para petugas dan relawan haji juga harus menjalani tes kesehatan. Protokol jaga jarak juga akan diterapkan secara ketat. "Kami bekerja dengan Kementerian Kesehatan mengembakan tindakan preventif dan protokol untuk menjamin keselamatan ibadah haji," kata Benten, kemarin.

Tahun lalu, dari 2.486.406 jamaah haji, sebanyak 634.379 dari dalam negeri. Sementara Tasreh, alias surat izin berhaji bagi ekspatriat di Saudi, dikeluarkan sebanyak 230 ribu lembar. Belum diumumkan apakah jumlah tersebut akan difasilitasi sepenuhnya tahun ini.



Pada 2018, sensus penduduk Saudi mencatat ada 10,74 juta ekspatriat di Saudi atau 30 persen dari total populasi. Dari jumlah itu, terbanyak merupakan pengungsi Suriah (2,4 juta), disusul warga India (1,54 juta) dan Pakistan (1,06 juta). Sementara, warga negara Indonesia sekira 470 ribu orang.

 Pada akhir Februari lalu, Saudi memutuskan menangguhkan sementara kedatangan umat Islam dari berbagai negara yang ingin melaksanakan umrah. Penangguhan itu pun diberlakukan bagi warga Saudi pada 4 Maret.

Kemudian, pada pertengahan Maret, Saudi mulai menangguhkan shalat berjamaah di masjid. Namun, Saudi telah memutuskan mencabut pembatasan sosial di seluruh wilayah negaranya pada Sabtu (20/6). Hingga Selasa (23/6), Saudi mencatat 161,005 kasus Covid-19 dengan 1,307 kematian.

Dalam pernyataannya kemarin, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Youssef bin Ahmed al-Othaimeen menyambut baik keputusan Kerajaan Saudi. "Keputusan ini sejalan dengan semua tindakan pencegahan (Covid-19) yang dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi," ujarnya dilansir di Saudi Press Agency, Selasa (23/6). Al-Othaimeen juga menyatakan keputusan tersebut tak menyalahi syariat Islam.

Liga Muslim Dunia juga mendukung langkah-langkah Kerajaan Arab Saudi terkait pelaksanaan Haji tahun ini, 1441 H. Pernyataan yang disampaikan Sekretaris Jenderal Liga dan Ketua Asosiasi Cendekiawan Muslim, Syekh Dr Muhammad bin Abdul Karim al-Issa, ini juga mewakili lembaga-lembaga liga tersebut, Asosiasi Cendekiawan Muslim, serta Asosiasi Universitas Islam.

 

 
Kita memaklumi keputusan Pemerintah Saudi. Karena, kita tahu bahwa kesehatan dan keselamatan manusia adalah bagian dari ajaran Islam.
 
 



Dari Tanah Air, Kementerian Agama juga mengapresiasi kebijakan Saudi. "Atas nama pemerintah, saya selaku menteri agama mengapresiasi keputusan Saudi yang mengedepankan keselamatan jamaah dalam penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M," kata Menteri Agama Fachrul Razi, di Jakarta, Selasa (23/6).

Menag mengatakan, keselamatan jamaah patut dikedepankan di tengah pandemi ini. Apalagi, agama mengajarkan bahwa mencegah kerusakan harus dikedepankan daripada meraih kemanfaatan. "Keputusan Saudi sejalan dengan dasar pembatalan keberangkatan jamaah Indonesia yang diumumkan 2 Juni lalu, yaitu keselamatan jamaah haji," ujar dia.

PP Muhammadiyah juga menilai Saudi telah melakukan hal yang tepat. Dia menambahkan, selaku pemegang otoritas pelaksanaan haji, Saudi juga tidak melanggar aturan internasional apa pun. Pelaksanaan haji dengan jamaah terbatas itu ia sebut telah sesuai dengan semangat mereka sebagai Khadim al-Haramain alias Pelayan Dua Masjid Suci.

Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas juga menyatakan sangat mengerti keputusan yang diambil Pemerintah Saudi. Tidak mudah, kata dia, mengambil keputusan di tengah pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti banyak negara, termasuk Saudi.

"Kita memaklumi keputusan Pemerintah Saudi. Karena, kita tahu bahwa kesehatan dan keselamatan manusia adalah bagian dari ajaran Islam," kata Robikin kepada Republika, Selasa (23/6). Robikin juga berharap jamaah haji Indonesia yang batal berangkat tahun ini dapat memahaminya.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai, keputusan Kerajaan Saudi sesuai hadis Rasulullah SAW yang melarang untuk masuk ke daerah yang tengah dilanda wabah dan sebaliknya agar tidak keluar dari daerah yang tengah dilanda wabah. Apalagi, menurut dia, seperti Makkah dan Jeddah, masih merupakan daerah episentrum penularan Covid-19 di Saudi.

Asosiasi Terima Putusan Saudi
Sejumlah asosiasi haji di Indonesia menilai, keputusan akhir Kerajaan Arab Saudi bahwa haji tahun 2020 hanya dilaksanakan secara terbatas sudah tepat. Keputusan tersebut dinilai mampu menyelamatkan jutaan jamaah haji di seluruh dunia dari terpaparnya Covid-19.



"Keputusan akhir Kerajaan Arab Saudi bahwa haji tahun 2020 hanya dilaksanakan secara terbatas merupakan keputusan yang rasional dan bijak," kata Ketua Umum PP Pimpinan Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Ismed Hasan Putro, saat dihubungi Republika, Selasa (23/6).

 Ismed mengatakan, semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan ibadah haji harus bisa memahami dan menerimanya secara legawa dan sabar. "Logika yang rasional jika keselamatan jamaah agar tidak terdampak Covid-19 menjadi pertimbangan utama," katanya.

Sehubungan pembatasan itu, ia berharap, pada 2021 nanti kuota haji dari domestik Saudi dapat dialihkan untuk menambah kuota Jamaah dari negara yang pada 2020 ini batal diberangkatkan. "Kuota 500 ribu orang tahun 2021 dapat secara bertahap dialokasikan untuk menambah calon jamaah haji dari negara lain," katanya.

Ismed berpesan, calon jamaah haji Indonesia 2020 bakal menjadi prioritas utama pada keberangkatan haji 2021. Untuk itu, mereka diharapkan senantiasa bersabar, tetap tawadhu dan khusyuk dalam mengelola dan mempersiapkan diri.

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) juga mengapresiasi keputusan Kerajaan Arab Saudi yang mengedepankan sikap kehati-hatian untuk menjaga keamanan dan keselamatan tamu Allah. "Keputusan yang terbaik dan tercerdas pada masa pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai ini," kata Sekretaris Jenderal AMPHURI, Firman M Nur, saat dihubungi, Selasa (23/6).

Ia juga mengapresiasi bahwa penduduk lokal dan para ekspatriat yang sudah ada di Saudi difasilitasi berhaji. "Insya Allah umat Islam sedunia tetap terwakili," ujarnya.

photo
Menteri Agama Fachrul Razi membacakan laporan Kementerian Agama pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Menag Fachrul Razi menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi VIII DPR terkait penyampaiannya kepada publik soal pembatalan pemberangkatan Haji 2020 - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)



Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri) menyatakan, telah memprediksi haji akan diselenggarakan dengan jumlah terbatas. Sekretaris Jenderal Kesthuri, Artha Hanif mengatakan, kaum Muslimin seluruh dunia layak mengapresiasi keputusan Pemerintah Saudi.

Menurut dia, hal ini menjadi poin yang amat penting dari berbagai keputusan yang ditunggu umat Islam di seluruh dunia. “Kami doakan, semoga penyelenggaraan haji dalam situasi yang masih pandemi Covid-19 ini akan berjalan lancar dan sukses," katanya.

Artha menambahkan, dengan suksesnya penyelenggaraan haji nanti Insya Allah juga akan menjadi dasar pertimbangan penting Pemerintah Arab Saudi. "Untuk segera membuka kembali umrah pada awal Muharram 1442 Hijriyah. Perkiraan saya sekitar awal September 2020 Insya Allah," katanya.

Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi menyatakan rasa syukurnya bahwa ibadah haji masih dapat dilaksanakan meski hanya diberlakukan untuk penduduk lokal. "Semoga gaungnya dapat menunjukkan keagungan Allah SWT sebagai pencipta alam semesta ini ke seluruh dunia," ujarnya.

Sementara itu, pengamat haji dan umrah, Ade Marfuddin menilai, penyelenggaraan ibadah haji tahun ini belum tentu nihil penularan Covid-19. "Cari jalan aman saja demi keselamatan jiwa. Ini belum aman betul. Mungkin di Saudi ada pembatasan ketat lagi (bagi yang ingin berhaji) karena kalau dipaksakan bisa masalah penyebaran korona," kata Ade kepada Republika, Selasa (23/6).

Ade mengapresiasi rapid test yang kian digencarkan Kerajaan Saudi. Menurut dia, hal itu demi memastikan keselamatan jamaah haji. Sehingga monitoring Covid-19 dilakukan secara masif di seantero negeri. "Ini makanya Saudi gencar tes. Karena negara lain masih belum aman, bahkan ada negara yang lockdown lagi. Jadi masih belum aman pertemuan berskala besar, harus ada pembatasan," ujar Ade.

Sejarawan Islam, Tiar Anwar Bachtiar juga mengatakan, keputusan Kerajaan Saudi sudah bisa diprediksi. Tiar mengimbau agar calon jamaah haji di Tanah Air untuk pasrah menerima keputusan ini karena telah final. "Semoga tahun depan penyelenggaraan ibadah haji sudah kembali normal," ujar Tiar. "Bagi yang tidak jadi berangkat haji tahun ini, persiapan dana dioptimalkan saja untuk ibadah lain, terutama untuk kurban," ujarnya menambahkan.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat