Papan reklame digital berisi imbauan dirumahaja terpasang di kawasan Sudirman, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). | Republika/Thoudy Badai

Iqtishodia

Arah Pemulihan Ekonomi Pascapandemi

Belum ada konvergensi pertumbuhan antar kabupaten/kota yang signifikan pascapandemi.

OLEH Fahmi Salam Ahmad (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)

Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 berdampak pada kondisi ekonomi dan dampak tersebut telah tercatat dalam setiap indikator kuantitatif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat negatif 2,07 persen dan merupakan pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif sejak krisis 1998.

Di kawasan ASEAN, resesi di Indonesia secara angka lebih ringan dibandingkan di Singapura (-3.90 persen), Malaysia (-5.46 persen), Thailand (-6.07 persen), dan Filipina (-9.52 persen). Setelah 2020, dalam tiga tahun berikutnya ekonomi Indonesia secara makro berangsur pulih dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,69 persen (2021), 5,31 persen (2022), dan 5,04 persen (2023).

Keragaman dan kemajemukan karakteristik ekonomi antar wilayah di Indonesia berimplikasi bahwa setiap daerah memiliki capaian ekonomi secara angka yang bervariasi dan berbeda dengan di tingkat nasional. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengeksplorasi secara deskriptif dan makro bagaimana pemulihan ekonomi pasca pandemi di tingkat yang lebih kecil yaitu kabupaten dan kota di Indonesia, serta mengeksplorasi pola resesi dan pemulihan ekonominya.

Sebanyak 514 kabupaten dan kota di Indonesia dikelompokkan ke dalam lima grup tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2020. Pertama, pertumbuhan ekonomi negatif lebih dari 2 persen. Kedua, pertumbuhan ekonomi antara -1 persen hingga -2 persen. Ketiga, pertumbuhan ekonomi antara 0 persen hingga -1 persen. Keempat, pertumbuhan ekonomi antara 0-1 persen. Kelima, pertumbuhan ekonomi di atas 1 persen.

Tidak semua kabupaten/kota di Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada tahun 2020. Meskipun jumlahnya minoritas, di tahun 2020 terdapat 131 kabupaten dan kota (25,5 persen) yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif.

photo
Tabel grup pertumbuhan ekonomi - (IPB)

Analisis deskriptif berikutnya menelusuri profil geografis atau wilayah dari kelima grup tersebut. Pada bagian ini, dianalisis bagaimana sebaran kabupaten/kota per region terhadap grup 1 sampai 5. Penentuan region mengacu pada kelompok provinsi berdasarkan pulau besar di Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku dan Papua.

Dari pemetaan berupa tabulasi silang, secara agregat terlihat ada kemiripan pola resesi 2020 antara Sumatera, Sulawesi, serta Maluku-Papua. Pola kemiripan ini didasarkan pada perbandingan persentase kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi negatif dan positif.

Selanjutnya, Jawa merupakan region dengan persentase kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi negatif (penjumlahan grup 1, grup 2, dan grup 3) yang tertinggi, mencapai 96,7 persen, diikuti Kalimantan dengan 87,5 persen. Bali dan Nusa Tenggara merupakan region dengan persentase terbesar untuk kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi negatif lebih dari 2 persen, yaitu sebanyak 46,3 persen kabupaten/kota.

photo
tabel grup pertumbuhan ekonomi - (IPB)

Sejumlah kabupaten yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif cukup tinggi di 2020, antara lain, Kabupaten Halmahera Tengah (Maluku Utara 31,93 persen), Kab Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat 28,79 persen), Kab Morowali (Sulawesi Tengah 28,74 persen), Kab Halmahera Selatan (Maluku Utara 17,64 persen), Kab Mimika (Papua 11,44 persen), Kab Konawe (Sulawesi Tenggara 6,89 persen), dan Kab Pegunungan Arfak (Papua Barat 6,06 persen).

Ketika dilakukan disagregasi menurut sektor ekonomi, terdapat beberapa faktor kunci yang mendorong tingginya pertumbuhan ekonomi beberapa kabupaten tersebut pada saat mayoritas kabupaten/kota mengalami resesi. Pertama, tingginya kontribusi sektor pertambangan (terjadi di Kab Sumbawa Barat dan Kab Mimika). Kedua, tingginya share dan pertumbuhan sektor sekunder terutama industri manufaktur (terjadi di Kab Morowali, Kab Halmahera Tengah, dan Kab Halmahera Selatan).

Tentu saja tingginya kontribusi sektor pertambangan dan industri manufaktur bukanlah kunci mutlak bahwa ekonomi akan tumbuh positif saat terjadi resesi, karena buktinya tidak semua kabupaten/kota dengan karakteristik serupa mengalami hal yang sama. Akan tetapi hal ini lebih disebabkan oleh bagaimana kinerja sektor pertambahan atau industri secara spesifik pada beberapa kabupaten tersebut.

Ketika sejumlah kabupaten memiliki pertumbuhan ekonomi positif tinggi, di sisi lain terdapat kabupaten/kota lainnya yang mengalami resesi dengan pertumbuhan negatif yang cukup besar di 2020. Kabupaten/kota yang dengan karakteristik ini, antara lain, Kab Badung (Bali -16.55 persen), Kab Maros (Sulawesi Selatan -10.87 persen), Kab Padang Pariaman (Sumatra Barat -10,46 persen), Kab. Cilacap (Jawa Tengah -10,28 persen), Kota Denpasar (Bali -9.44 persen). Kecuali Kab. Cilacap, terdapat karakteristik yang mirip terkait sektor ekonomi kabupaten/kota dengan resesi tertinggi di atas, yaitu tingginya share sektor tersier (jasa).

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa sektor jasa merupakan sektor yang paling terdampak oleh pandemi. Hal ini karena respon kebijakan yang diperlukan untuk menanggulangi pandemi seperti social distancing, lockdown, dan lainnya, berdampak pada penurunan mobilitas yang berpengaruh negatif pada aktivitas di sektor tersier (jasa) seperti pariwisata, perhotelan, retail, dan transportasi.

Setelah diindentifikasi karakteristik penciri pada beberapa kabupaten/kota tertentu yang mengalami pertumbuhan tertinggi dan resesi tertinggi, lalu bagaimana dengan profil kabupaten/kota secara keseluruhan?

Secara rata-rata, tingginya pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di tahun 2020 memiliki hubungan positif dengan share sektor primer (pertanian dan pertambangan) dan berhubungan negatif dengan share sektor tersier (jasa). Sektor primer khususnya pertanian berperan penting dalam menekan dampak negatif pandemi, hal ini karena produksi dan konsumsi pangan tetap berlanjut dan diperlukan dalam keadaan apapun.

Di samping itu, sektor ini bersifat labor intensive sehingga dapat banyak menyerap tenaga kerja. Data menunjukkan bahwa rata-rata sektor pertanian tetap tumbuh positif bahkan di grup kabupaten/kota dengan resesi terbesar. 

photo
Tabel grup pertumbuhan ekonomi - (IPB)

Aspek yang tidak kalah penting dari analisis ini adalah bagaimana pemulihan ekonomi pasca pandemi. Karena data PDRB seluruh kabupaten/kota yang lengkap tersedia hingga tahun 2022, maka analisis pemulihan ekonomi dilakukan dengan batasan hingga tahun tersebut. Grup kabupaten/kota di awal tetap digunakan sebagai referensi perbandingan pemulihan ekonomi kabupaten/kota yang mengalami resesi dan yang pertumbuhan ekonominya terus positif.

Analisis yang dilakukan adalah menghitung besarnya peningkatan PDRB tahun 2022 terhadap 2020, kembali secara agregat, dengan pengagregasiannya melalui rata-rata dan median. Median turut dihitung karena sifatnya yang robust terhadap nilai amatan pencilan, sehingga jika ada perbedaan nilai rata-rata dan median yang cukup besar, maka terdapat kabupaten/kota dengan laju pemulihan atau pertumbuhan ekonomi yang berbeda cukup jauh dengan kabupaten/kota lainnya.

Perhitungan nilai rata-rata dan median pertumbuhan PDRB tahun 2022 vs 2020 per grup, disertai perbandingan antara keseluruhan PDRB dan per sektor, ditampilkan pada tabel di bawah ini. Berikut beberapa temuan yang dapat dideskripsikan. Pertama, kabupaten/kota yang mengalami resesi di tahun 2020 (grup 1, 2, dan 3) cenderung memiliki laju pemulihan ekonomi yang seragam (ditinjau dari rata-rata maupun median).

Kedua, persentase pertumbuhan sektor tersier dari 2020 ke 2022 lebih tinggi dibandingkan sektor primer. Hal ini berkaitan dengan low base effect, di mana sektor tersier secara persentase tumbuh tinggi karena nilai PDRB nya yang turun di 2020. Ketiga, kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif di 2020, pasca pandemi kembali ekonominya tumbuh dengan laju lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan nilai yang cukup besar antara rata-rata dan median pertumbuhan pada grup 5. Ketika nilai rata-rata jauh melebihi median, artinya terdapat sebagian kecil kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih tinggi (pencilan atas).

Dikombinasikan dengan poin pertama, maka ini mengindikasikan belum ada konvergensi pertumbuhan antar kabupaten/kota yang signifikan pascapandemi. Sebagian kecil kabupaten/kota yang ekonominya dominan di sektor pertambangan atau industri manufaktur, terus mengalami tingginya pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh peningkatan pesat output pada salah satu dari kedua sektor tersebut.

photo
Tabel grup pertumbuhan ekonomi - (IPB)

Di samping keadaan pemulihan ekonomi spesifik sampai ke sektor, menarik untuk diperhatikan bagaimana dinamika keragaan ekonomi pasca pandemi. Meskipun laju pemulihan sektor tersier agak lebih tinggi dibandingkan sektor primer dan sekunder, namun rata-rata share sektor tersier tahun 2022 mengalami penurunan ketika dibandingkan dengan 2020, pada semua grup kabupaten/kota (yang resesi di 2020 maupun yang pertumbuhannya positif).

Di sisi lain, rata-rata share sektor primer pada 2022 meningkat dibandingkan 2020, sementara dinamika share sektor sekunder relatif stabil kecuali pada sebagian kabupaten/kota yang sektor industrinya mengalami pertumbuhan pesat (grup 5), sehingga share sektor sekundernya meningkat secara signifikan.

Selain melalui perhitungan perubahan persentase, pendekatan lain yang digunakan adalah dengan memetakan berapa banyak kabupaten/kota yang share sektor primer, sekunder, dan tersiernya meningkat maupun menurun. Temuan menarik dengan pendekatan ini, ditunjukkan pada tabel di bawah, adalah sektor sekunder merupakan satu-satunya kelompok sektor dengan jumlah kabupaten/kota yang sharenya meningkat lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten/kota yang sharenya menurun (284 vs 230).

Apakah hal ini menunjukkan bahwa pascapandemi terdapat transformasi struktural dengan arah yang berbeda dari sebelum pandemi? Apakah terdapat indikasi reindustrialisasi, kebalikan dari fenomena deindustrialisasi yang banyak dikemukakan telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir (terutama sebelum pandemi)?

Tentu terlalu dini untuk membuat kesimpulan secara pasti. Dibutuhkan data yang lebih banyak dan periode time series yang lebih panjang. Seiring waktu akan terjawab apakah perubahan pola pascapandemi ini hanya berlangsung sementara, sebagai fluktuasi jangka pendek pada tahun-tahun awal pemulihan (yang sedang berlangsung saat ini); atau perubahan pola akan berlanjut secara permanen, sebagai penyesuaian ke keseimbangan jangka panjang yang baru.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat