Tentara Israel berjalan di dekat perbatasan Israel-Gaza, terlihat dari Israel selatan, Jumat, 10 Oktober 2025, setelah Israel dan Hamas sepakat untuk menghentikan perang. | AP Photo/Emilio Morenatti

Internasional

Pasukan Stabilisasi Gaza, Layu Sebelum Berkembang?

Giliran Pakistan ragu kirimkan pasukannya ke Gaza.

ISLAMABAD – Kelanjutan rencana pengiriman pasukan stabilisasi internasional (ISF) di Gaza semakin tak jelas. Yang terkini, Pakistan menyatakan menolak jika tentaranya dalam pasukan itu ditugasi melucuti Hamas.

Pakistan mengatakan pada Sabtu bahwa meskipun pihaknya siap berkontribusi pada ISF di Gaza, namun pihaknya “belum siap” untuk melucuti senjata kelompok perlawanan Palestina Hamas, Anadolu melaporkan.

“Jika tujuan pengerahan pasukan stabilisasi internasional di Palestina adalah untuk melucuti senjata Hamas, maka kami belum siap untuk itu, itu bukan tugas kami,” kata Ishaq Dar, wakil perdana menteri dan menteri luar negeri, kepada wartawan di Islamabad, Ahad. 

Ia menambahkan bahwa hal itu adalah tugas lembaga penegak hukum Palestina Dia mengatakan jika tujuan ISF adalah menjaga perdamaian, maka Islamabad “pasti” siap berkontribusi untuk hal tersebut.

“Perdana Menteri (Shehbaz Sharif) pada prinsipnya telah menyetujui bahwa kami juga akan mengirimkan pasukan, tetapi kami akan memutuskan hanya setelah mengetahui apa kerangka acuan, kerangka tindakan, dan mandatnya,” tambahnya.

photo
Muslim menghadiri unjuk rasa anti-Israel untuk mengutuk serangan Israel terhadap Iran di Lahore, Pakistan, Ahad, 15 Juni 2025. - ( AP Photo/KM Chaudary)

Dar mengatakan dirinya hadir pada pembicaraan awal ketika isu pasukan stabilisasi dibahas dan Indonesia telah menawarkan 20.000 tentara. “Tetapi berdasarkan informasi saya, jika hal ini termasuk melucuti senjata Hamas, maka rekan saya dari Indonesia pun secara informal telah menyatakan keberatannya,” kata Dar.

Awal bulan ini, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang dirancang AS untuk membentuk dewan transisi perdamaian baru dan memberi wewenang pada kekuatan stabilisasi internasional untuk mengawasi pemerintahan, rekonstruksi, dan upaya keamanan di Jalur Gaza. 

Salah satu tugas pasukan stabilisasi tersebut adalah melucuti senjata “kelompok nonnegara” di Gaza. Sejumlah negara Arab diketahui tak menyumbang pasukan untuk ISF karena khawatir bentrok dengan Hamas terkait poin tersebut.

Resolusi tersebut menetapkan bahwa dewan dan ISF (kekuatan stabilisasi) “kehadirannya yang disahkan oleh resolusi ini akan tetap diizinkan hingga 31 Desember 2027, tergantung pada tindakan lebih lanjut oleh Dewan (Keamanan), dan (bahwa) setiap otorisasi ulang ISF lebih lanjut harus dilakukan melalui kerja sama dan koordinasi penuh dengan Mesir dan Israel serta Negara-negara Anggota lainnya yang terus bekerja sama dengan ISF.”

Pihak AS sempat menyatakan bahwa Pakistan, Indonesia dan Azerbaijan jadi kandidat utama pasukan stabilisasi di Gaza. Namun, pekan lalu Azerbaijan dilaporkan menolak keterlibatan militer mereka di Gaza jika hal itu mempertaruhkan nyawa prajurit mereka. 

photo
Presiden Donald Trump berpose dengan perjanjian yang ditandatangani pada pertemuan puncak para pemimpin dunia tentang mengakhiri perang Gaza, di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin, 13 Oktober 2025. - ( Suzanne Plunkett/Pool Photo via AP)

Seperti dilaporkan Reuters pada Jumat (7/11/2025), seorang sumber di pemerintahan Azerbaijan menegaskan, mereka tidak berencana mengirim pasukan perdamaian ke Gaza kecuali terjadi penghentian total pertempuran antara Israel dan Hamas. Diketahui Washington telah berbicara dengan Azerbaijan, Indonesia, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Qatar, dan Turki soal kemungkinan kontribusi negara-negara ini untuk ISF.

"Kami tidak mau menempatkan pasukan kami dalam bahaya. (Pengiriman) itu hanya bisa terjadi jika aksi militer sepenuhnya dihentikan," kata sumber pejabat Azerbaijan itu.

Sementara, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Arrmanatha Nasir menyampaikan bahwa koordinasi masih berlangsung di antara negara-negara yang akan berpartisipasi dalam misi pasukan penjaga perdamaian di Jalur Gaza, Palestina.

“Saat ini pembahasan teknis, termasuk bagaimana proses pengiriman dan jumlah personel, sedang dimatangkan oleh semua negara yang berpartisipasi,” kata Wamenlu RI usai agenda jalan santai “Walk for Palestine” oleh Kemlu RI di Jakarta, Ahad.

Ia berkata bahwa koordinasi di tingkat internasional tersebut juga diikuti dengan persiapan yang dilakukan secara menyeluruh oleh pihak Indonesia, supaya dapat langsung mengirimkan pasukan ke Jalur Gaza begitu mendapat lampu hijau dari PBB. “Kita sendiri, di dalam negeri juga pihak TNI maupun dari kepolisian terus mempersiapkan pasukan apabila nanti benar dibutuhkan,” ucap Wamenlu Tata.

Fakta kontingen Garuda - (Republika)  ​

Senada, Juru Bicara Kemlu RI Yvonne Mewengkang menyatakan bahwa koordinasi tersebut dilakukan secara detail, mengingat operasi yang dijalankan akan menjadi operasi besar berskala internasional.

Yvonne pun menegaskan kembali sikap Indonesia yang hanya akan berpartisipasi secara langsung di Jalur Gaza hanya jika ada mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Mandatnya harus jelas, kemudian operasionalnya seperti apa, siapa saja yang dikirimkan, dan kebutuhannya apa saja, semuanya harus tepat,” kata dia.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Markas besar (Mabes) TNI Mayor Jenderal (Mayjen) Freddy Ardianzah mengatakan, militer Indonesia masih menunggu mandat yang jelas dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dan keputusan politik nasional perihal rencana misi ke Gaza tersebut.

Freddy menerangkan, selama ini besaran kekuatan prajurit TNI yang bakal dikerahkan hanya angka-angka alokasi. Tetapi soal besaran kekuatan pastinya, belum ditentukan. “Untuk saat ini belum ada mandat final PBB terkait pengiriman pasukan, sehingga belum ada penetapan jadwal pengiriman maupun jumlah pasukan yang akan diberangkatkan,” kata Freddy kepada Republika, Kamis (27/11/2025). 

Freddy menerangkan, mandat final dari PBB tersebut merupakan dasar keabsahan secara hukum internasional dalam TNI melaksana tugas militer di luar teritorial Indonesia. Tanpa mandat tersebut, tentunya tak ada dasar hukum yang menjadi legalitas pengerahan militer di internasional. Kata Freddy, terkait pengerahan militer Indonesia ke Gaza tersebut, mandat dari PBB itu, pun harus terang menyangkut soal kewenangan dan tugas, serta misi pastinya. Tak mungkin militer Indonesia dikerahkan tanpa adanya mandat yang final serta tanpa ada kejelasan misi. 

Sementara, anggota biro politik Hamas Hossam Badran mengatakan bahwa setiap pasukan internasional yang dikerahkan di Jalur Gaza harus memiliki misi yang terbatas hanya untuk memantau gencatan senjata dan mengamankan warga sipil Palestina dari pasukan penjajah.

photo
Militan Hamas membawa tas putih yang diyakini berisi jenazah sandera, setelah mengambilnya dari terowongan saat pencarian sisa-sisa sandera di Kota Hamad, Khan Younis, di Gaza selatan, Selasa, 28 Oktober 2025. - ( AP Photo/Jehad Alshrafi)

Dalam sebuah wawancara dengan Aljazirah, Badran menekankan bahwa mengubah kekuatan ini menjadi alternatif bagi tentara pendudukan atau alat untuk melawan Palestina adalah “tidak mungkin dan akan semakin memperumit situasi.”

Badran mengatakan bahwa faksi-faksi Palestina, termasuk Fatah, menyampaikan posisi terpadu di Kairo mengenai pasukan internasional. Mereka menekankan bahwa posisi Palestina didasarkan pada perlindungan warga sipil dan menghentikan agresi, bukan melegitimasi kehadiran militer asing baru.

Dia menekankan bahwa perjanjian tersebut dicapai "setelah dunia bosan dengan perilaku pendudukan, termasuk pemerintah Amerika yang mendukungnya." Pemimpin Hamas menambahkan bahwa menghentikan genosida harian di Gaza adalah tujuan utama Hamas meskipun pelanggaran gencatan senjata oleh Israel terus terjadi.

Badran menekankan bahwa kelompok perlawanan menangani situasi ini dengan “kebijaksanaan politik dan realisme,” dan bahwa konsensus nasional serta basis dukungan Arab dan Islam mendukung tindakan ini. "Kami adalah pemilik sah tanah tersebut, dan dunia harus mengarahkan kompasnya pada penjajah, bukan pada korbannya."

Hamas dan Israel mencapai perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir, Qatar dan Turki, dan disponsori oleh Amerika Serikat. Perjanjian tahap pertama mulai berlaku pada 10 Oktober.

photo
Dua Tahun Genosida di Gaza - (Republika)

Genosida Israel di Jalur Gaza menyebabkan lebih dari 70.000 orang menjadi martir dan sekitar 171.000 orang Palestina terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, serta kehancuran yang meluas. PBB memperkirakan biaya rekonstruksi sekitar 70 miliar dolar AS.

Mengenai masalah pejuang perlawanan yang terdampar di luar “garis kuning” di Rafah, Badran mengungkapkan bahwa Hamas telah terlibat dalam negosiasi yang sulit dengan para mediator untuk mencapai solusi yang akan menyelamatkan nyawa para pejuang perlawanan, namun pendudukan meminta syarat  “kondisi yang tidak mungkin.”

Dia menjelaskan ada tuntutan untuk menyerah dan menyerahkan senjata diajukan selama beberapa putaran perundingan, namun permintaan tersebut mendapat penolakan tegas dari Hamas. "Para pejuang di lapangan tidak dapat menerima opsi ini."

Badran menuduh tentara Israel mencoba mengeksploitasi masalah ini untuk mendapatkan "gambar kemenangan" dua tahun setelah perang. Ia juga mengatakan bahwa penjajah adalah pihak yang mulai menyerang dan menargetkan para pejuang di Rafah, dan menekankan bahwa mereka "mewakili Gaza dan martabat rakyat Palestina, tidak peduli apapun pengorbanannya."

Tentara pendudukan Israel mengumumkan pada Ahad bahwa mereka telah membunuh lebih dari 40 pejuang dalam penggerebekan dan pemboman yang menargetkan terowongan di wilayah Rafah (selatan Jalur Gaza) dalam beberapa hari terakhir.

Di Tepi Barat yang diduduki, Badran mengatakan bahwa pendudukan Israel terus menerapkan “eskalasi sistematis” sejak dimulainya perang di Gaza, merujuk pada operasi militer baru-baru ini di Tubas dan Tepi Barat bagian utara, dan serangan sebelumnya di Tulkarem, Jenin dan Nablus.

Dia mengatakan bahwa apa yang terjadi mengungkapkan “kepalsuan narasi Israel yang menghubungkan kejahatannya dengan peristiwa 7 Oktober.” Buktinya, kata dia, Tepi Barat yang tidak berpartisipasi dalam serangan 7 Oktober tetap diserang Israel.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Resolusi DK PBB Beri Rehabilitasi Lewat Hukuman untuk Gaza dan Membebaskan Israel

Resolusi ini dikritik sebagai bentuk perwalian internasional yang mengabaikan kedaulatan Palestina.

SELENGKAPNYA

Mandat PBB tak Jelas, TNI Belum Pasti Kirim Pasukan ke Gaza

TNI sebelumnya diwanti-wanti waspadai bentrok dengan pejuang Palestina.

SELENGKAPNYA

Gencatan Senjata di Gaza Tinggal Nama

Israel melancarkan serangan di luar garis kuning.

SELENGKAPNYA