Nasional
Mandat PBB tak Jelas, TNI Belum Pasti Kirim Pasukan ke Gaza
TNI sebelumnya diwanti-wanti waspadai bentrok dengan pejuang Palestina.
JAKARTA — Meski resolusinya sudah lolos di Dewan Keamanan PBB, belum ada kerangka jelas soal penerjunan pasukan internasional ke Jalur Gaza. Ini membuat TNI menimbang ulang pengerahan pasukan ke wilayah yang hancur lebur dibombardir Israel selama dua tahun belakangan itu.
Belum ada jumlah pasti berapa kekuatan personel TNI yang akan bergabung dalam Pasukan Stabilitas Internasional (ISF) untuk misi ke Jalur Gaza, Palestina. Penjadwalan keberangkatan, belum terpikirkan sama sekali.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Markas besar (Mabes) TNI Mayor Jenderal (Mayjen) Freddy Ardianzah mengatakan, militer Indonesia masih menunggu mandat yang jelas dari PBB dan keputusan politik nasional perihal rencana misi ke Gaza tersebut.
Freddy menerangkan, selama ini besaran kekuatan prajurit TNI yang bakal dikerahkan hanya angka-angka alokasi. Tetapi soal besaran kekuatan pastinya, belum ditentukan. “Untuk saat ini belum ada mandat final PBB terkait pengiriman pasukan, sehingga belum ada penetapan jadwal pengiriman maupun jumlah pasukan yang akan diberangkatkan,” kata Freddy kepada Republika, Kamis (27/11/2025).
Freddy menerangkan, mandat final dari PBB tersebut merupakan dasar keabsahan secara hukum internasional dalam TNI melaksanakan tugas militer di luar teritorial Indonesia. Tanpa mandat tersebut, tentunya tak ada dasar hukum yang menjadi legalitas pengerahan militer di internasional.
Kata Freddy, terkait pengerahan militer Indonesia ke Gaza tersebut, mandat dari PBB itu, pun harus terang menyangkut soal kewenangan dan tugas, serta misi pastinya. Tak mungkin militer Indonesia dikerahkan tanpa adanya mandat yang final serta tanpa ada kejelasan misi.
Sebab itu, kata Freddy, saat ini TNI belum mengambil keputusan final tentang rencana pengerahan pasukan ke Gaza tersebut. Pun kata Freddy menambahkan, keputusan tentang TNI yang akan bergabung dengan ISF untuk dikerahkan ke Gaza, masih harus melalui keputusan politik nasional di dalam negeri.
Meskipun, sementara ini kata Freddy, ada resolusi 2803 yang diundangkan Dewan Keamanan (DK) PBB yang mengadopsi proposal Amerika Serikat (AS) untuk pembentukan ISF. ISF yang menurut Resolusi 2803 itu nantinya terdiri dari negara-negara relawan yang mengirimkan pasukan militernya untuk dikerahkan menjaga perdamaian di Gaza.
Namun begitu, kata Freddy, keputusan TNI untuk bergabung dengan ISF itu, pun masih menunggu keputusan akhir presiden sebagai pemimpin tertinggi militer Republik Indonesia. “Meskipun PBB sudah mengadopsi resolusi yang membuka peluang pengerahan pasukan internasional, tetapi pengerahan TNI tetap menunggu keputusan politik nasional yang akan menjadi faktor penentu,” ujar Freddy.
Kata Freddy, TNI sebagai prajurit tetap tunduk, dan akan melaksanakan setiap keputusan presiden. Dan Freddy menegaskan, TNI bersama-sama pemerintah Indonesia tetap mengacu pada prinsip untuk perdamaian dunia dalam setiap pengerahan personel militer di wilayah-wilayah internasional. “Intinya TNI siap melaksanakan setiap keputusan pemerintah dengan profesional, proporsional, dan tetap menjunjung tinggi prinsip perdamaian dunia serta kepentingan nasional berdasarkan legal standing Indonesia dalam internasional,” ujar Freddy.
Sebelumnya, Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Udara (Aster KSAU) Marsda Palito Sitorus mengatakan, TNI AU menyiapkan sebanyak 3.650 personel untuk menjalankan misi pemelihara perdamaian di Gaza, Palestina. “Nanti kita akan bergabung dengan pasukan Angkatan Darat, Angkatan Laut," kata Palito saat ditemui di kawasan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (27/11/2025).
Para personel TNI AU, lanjut Palito, dipilih berdasarkan pengalaman yang dibutuhkan brigade komposit yakni di bidang kesehatan, operasi evakuasi dan pembangunan konstruksi.
Tidak hanya personel, TNI AU juga siap menyediakan pesawat angkut Hercules C-130 untuk dikirim ke Gaza, sesuai perintah panglima TNI.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Kolonel (Inf) Donny Pramono memastikan mayoritas Pasukan Pemelihara Perdamaian yang akan dikirim ke Gaza berasal dari matra TNI AD. "Untuk kontribusi personel, rencana awal memproyeksikan bahwa dari total sekitar 20.000 pasukan perdamaian, porsi TNI AD berada pada kisaran 60 persen," kata Donny kepada di Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Sementara Markas Besar Angkatan Laut (Mabesal) merencanakan mengirim 5.000 personel untuk bergabung dalam pasukan pemelihara perdamaian di Gaza, Palestina. Menurut Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksma Tunggul, jumlah tersebut sekitar 25 persen dari jumlah 20 ribu pasukan TNI yang akan dikirim ke Gaza.
"TNI AL sendiri mengerahkan personel kurang lebih 25 persen dari 20 ribu, pasukan yang disiapkan," kata Tunggul saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Tunggul mengatakan, personel yang disiapkan TNI AL harus memiliki kemampuan khusus di bidang kesehatan dan pembangunan konstruksi. Kemampuan itu nantinya akan dipakai untuk merawat warga sipil korban perang serta membangun fasilitas maupun infrastruktur sementara di Gaza.
Hingga saat ini, menurut Tunggul, proses seleksi personel di internal TNI AL masih berlangsung. TNI AL dalam posisi menunggu instruksi resmi dari pemerintah dalam memberangkatkan pasukan.
Hati-hati
Anggota Komisi-1 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) TB Hasanuddin mengatakan, Indonesia wajib pasang sikap hati-hati mengambil keputusan untuk pengerahan TNI di luar mandat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai pasukan penjaga perdamaian di Gaza.
“Jika ada opsi alternatif di luar payung PBB, (pengerahan TNI) harus benar-benar mengkajinya secara hati-hati. Perlu dipelajari ruang lingkup misi tersebut, tujuan, dan targetnya,” kata TB Hasanuddin melalui pesan kepada Republika, Rabu (26/11/2025). Pun paling penting untuk juga mengkaji penerimaan negara-negara internasional yang terlibat dalam peperangan di Gaza, Palestina. TB Hasanuddin, yang merupakan purnawirawan TNI bintang dua itu, pun menerangkan tak ada masalah sebetulnya jika pengerahan militer Indonesia di Gaza hanya untuk menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian.
TB Hasanuddin mengatakan, sebetulnya partisipasi TNI sebagai pasukan internasional penjaga perdamaian, bukanlah tugas yang baru. Pun di dalam negeri, regulasi pengiriman TNI untuk misi internasional, pun sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang (UU) 34/2004 tentang TNI. Pasal tersebut mengatur soal legalitas atau kebolehan TNI melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP). “Pasal tersebut menyebutkan bahwa TNI juga memiliki tugas untuk melaksanakan misi perdamaian dunia, sesuai kebijakan politik luar negeri Indonesia,” kata TB Hasanuddin. Dan politikus PDI Perjuangan itu, pun mengatakan, TNI sudah asam garam dalam misi perdamaian internasional itu sejak 1950-an.
“Jadi kontribusi TNI kita, pada misi-misi perdamaian internasional bukanlah hal yang baru. Dan itu merupakan bagian dari komitmen diplomasi Indonesia selama ini,” ujar TB Hasanuddin. Namun TB Hasanuddin mengingatkan, partisipasi TNI dalam misi internasional selama ini hanya tunduk, dan mengacu pada hukum-hukum internasional, dan mandat PBB yang sah sebagai pasukan penjaga perdamaian.
“Bahwa mekanisme pengiriman pasukan perdamaian harus sah secara hukum internasional. Dan selama ini, Indonesia selalu menempatkan pasukannya dalam kerangka misi perdamaian PBB yang diakui dan diterima oleh seluruh negara-negara anggota,” ujar TB Hasanuddin.
Sementara dalam rencana pengiriman TNI bergabung dengan pasukan internasional di bawah bendera ISF yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS) untuk dikirimkan ke Gaza, kata TB Hasanuddin perlu untuk terus dipikirkan dalam-dalam. Bahkan TB Hasanuddin menegaskan, perlunya kewaspadaan atas misi ke Gaza tersebut. “Terkait adanya opsi lain, yakni pengiriman pasukan (TNI) melalui kesepakatan internasional yang diinisiasi oleh Amerika Serikat bersama sejumlah negara, perlu (bagi presiden, menhan, dan kemenlu) untuk mengkaji dalam-dalam, dan perlunya kewaspadaan,” kata TB Hasanuddin.
Kekhawatiran bentrok dengan Hamas
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Indonesia Dino Patti Djalal mengatakan agar pengerahan TNI ke Gaza hanya untuk misi menjaga perdamaian. Dino khawatir keputusan pengerahan TNI dalam ISF itu dijadikan alat untuk tempur melucuti persenjataan faksi-faksi pejuang kemerdekaan Palestina di Gaza.
Dino mengatakan pengerahan militer Indonesia ke Gaza bukan perkara yang mudah. Keputusan tersebut menurut Dino, memposisikan militer Indonesia dalam dilema. Mengingat selama ini partisipasi pasukan militer Indonesia tak memiliki resistensi, pun tak pernah punya rekam jejak permusuhan. Khusus situasi di Gaza, Indonesia selama ini dipandang sebagai salah satu negara yang paling mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Sehingga partisipasi militer Indonesia dalam ISF ke Gaza bakal berisiko.
Karena pembentukan ISF tersebut, mengacu pada mandat resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 2803, yang mengadopsi proposal perdamaian Timur Tengah usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dalam resolusi tersebut, pada angka-7 disebutkan ISF akan menjadi pasukan internasional yang melakukan demiliterisasi di Gaza, dengan cara penghancuran, serta mencegah pembangunan kembali semua infrastruktur militer, serta fasilitas persenjataan, juga penonaktifan, atau pelucutan-pelucutan senjata secara permanen terhadap kelompok-kelompok bersenjata non-negara.
Lihat postingan ini di Instagram
Klausul-klausul terkait peran ISF resolusi PBB 2803 tersebut berisiko tinggi bagi TNI menjadi pasukan tempur yang bakal terlibat melawan pejuang-pejuang bersenjata di Gaza. Karena hingga saat ini, faksi-faksi pejuang kemerdekaan Palestina di Gaza menolak keras kehadiran pasukan internasional itu, alih-alih bersedia melepaskan persenjataan. “Satu risiko yang besar, kalau pasukan kita (TNI) bentrok, atau kontak tembak dengan Hamas (salah satu faksi pejuang di Gaza),” kata Dino saat dijumpai Republika di Jakarta, Selasa (25/11/2025). “Jika pasukan kita kontak tembak dengan Hamas, itu bukan suatu hal yang kita inginkan. Kita tidak ingin bentrok dengan siapapun” sambung Dino.
Dino mengingatkan perlu bagi Presiden Prabowo untuk memastikan peran dan tugas TNI dalam misi ke Gaza tersebut. Kata Dino, harus ada pemberian mandat yang jelas, dan terang dari Dewan Keamanan (DK) PBB tentang apa misi TNI ke Gaza. Dino mengatakan, agar pengerahan pasukan militer Indonesia ke Gaza, hanya untuk misi menjaga perdamaian. Bukan dijadikan alat tempur pihak manapun untuk melakukan demiliterisasi, dan pelucutan senjata faksi-faksi pejuang kemerdekaan Palestina di Gaza. “Pada dasarnya saya mendesak pemerintah (Presiden Prabowo) agar berhati-hati. Saya tahu, kita (Indonesia) bersemangat mengirimkan pasukan (TNI). Tapi pastikan dengan sangat jelas, bahwa jika kita kirimkan pasukan kita, hanya untuk menjaga perdamaian,” ujar Dino.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
