
Safari
Sebuah Surga di Pulau Hoga
Keindahan alam di bawah laut membuat banyak orang tak pernah bosan menyelam di perairan Wakatobi.
Perahu cepat membelah lautan biru dan sesekali ikan terbang melintas di sisi kanan dan kiri perahu. Langit berwarna biru dengan awan putih berarak tipis sebagai penghiasnya. Setelah sejam mengarungi lautan, akhirnya sampai juga di surga nusantara, yakni Pulau Hoga.
Pulau Hoga merupakan salah satu pulau di gugusan Taman Nasional Wakatobi yang terletak di sebelah kiri Pulau Kaledupa. Saat perjalanan atau ketika menginjakkan kaki di pulau ini membuat perasaan merasa tenang. Mata langsung dihipnotis dengan pemandangan air laut berwarna biru jernih membentang di sepanjang garis pantainya. Sedangkan, daratan dipenuhi dengan pohon-pohon kelapa yang menjulang, seolah-olah melambaikan tangan mengajak turun ke pulau itu.
Beberapa bungalo yang siap meneduhkan wisatawan yang tidak kuat dengan teriknya matahari juga sudah siap di tepian pantai yang dihiasi pasir putih. Selain itu, Hoga juga memiliki pemandangan bawah laut terindah di dunia. Meskipun, terik tapi angin yang berembus menyejukkan cuaca saat siang hari.
“Ke Wakatobi tidak sempurna kalau belum menyelam,” ucap salah satu teman perjalanan saat mengikuti rombongan Potret Mahakarya Indonesia Dji Sam Soe 2013 di Wakatobi. Kali ini, saya kebetulan diajak untuk melihat salah satu mahakarya alam di Pulau Hoga di Taman Nasional Wakatobi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Laboratorium bawah laut
Menjelajahi alam perairan Hoga menjadi cita-cita banyak penggemar olahraga selam. Keindahan biota bawah laut Pulau Hoga sudah termasyhur di mancanegara. Tidak heran ratusan mahasiswa dari luar negeri melakukan penelitian di laboratorium bawah laut Pulau Hoga. “Hampir 700-an mahasiswa datang di Hoga antara Maret, Juni, hingga Oktober,” kata Tarsan La Undu, salah satu instruktur selam di Wakatobi.
Ada sekitar 12 titik penyelaman di Pulau Hoga yang bisa dijelajahi. Bermacam jenis ikan juga bisa ditemukan di sini, seperti argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), ikan napoleon (Cheilinus undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon speculum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, dan Caesio caerulaurea.
Keindahan bawah laut Pulau Hoga bukanlah isapan jempol belaka. Saat menuju titik penyelaman, sudah menghampar terumbu karang yang terlihat dengan mata telanjang. Rasa penasaran pun semakin membuncah ketika pakaian basah untuk perlengkapan menyelam sudah terpakai. Usai memakai peralatan selam, satu per satu melakukan penerjunan ke air. Namun, instruktur terlebih dahulu memberikan penjelasan saat di bawah nanti.
Baru mulai turun, saya kagum dengan pemandangan terumbu karang yang menghampar. Pelan-pelan saya menyusuri dinding karang dengan perasaan takjub melihat biota laut Wakatobi yang terkenal. Di depan serta atas kami ikan-ikan hias warna-warni berenang kesana-kemari. Seolah-olah menggoda setiap penyelam yang sedang melakukan eksplorasi. ‘Surga’ itu yang terlintas dalam pikiran saat memandang ikan serta hamparan karang di Hoga.

Waktu terasa begitu cepat, sekitar 30 menit kami menelusuri bawah laut di Hoga. Hingga, pendamping memberikan kode untuk menuju permukaan. Padahal, di dalam hati masih ingin terus menjelajah sampai batas minimal oksigen di dalam tabung.
Beginilah ke Hoga dan Wakatobi …
Berkunjung ke Pulau Hoga memang bisa kapan pun. Namun, pasti ada waktu yang tepat untuk berkunjung ke surga bawah laut itu. “Waktu pas (untuk) ke Pulau Hoga adalah Oktober sampai pertengahan Desember,” kata Jufri, manajer Operation Wallacea (Opwal) di Pulau Hoga.
Pada waktu tersebut, jelas Jufri, kondisi alam di Pulau Hoga sangat bersahabat. Jarang turun hujan, tetapi teduh. Pesona Hoga semakin berkilau seperti mutiara yang digosok. Tidak hanya pesona matahari terbit atau terbenam, bahkan malam hari pada saat bintang-bintang bertaburan di langitnya juga memesonakan.
Pada Maret dan Juni hingga September, Pulau Hoga akan didatangi ratusan peneliti dari mancanegara. “Sekitar 700-an peneliti dari luar negeri beraktivitas di Hoga, itu belum termasuk tim medis serta dive master,” lanjut Tarsan.
Ada dua pilihan untuk menuju Pulau Hoga yakni lewat udara/pesawat atau melalui jalur laut. Kalau memiliki dana berlebih serta tidak sabar menikmati indahnya Wakatobi maka tidak ada salahnya mencoba jalur udara. Menggunakan pesawat bisa langsung dari Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, langsung ke Bandara Matahora di Wangi-Wangi. Perjalanan dilanjutkan ke pelabuhan dengan menyewa mobil dengan tarif Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu per mobil.

Pilihan adalah menggunakan angkutan kapal penumpang dari Kendari. Menuju Kendari banyak alternatif penerbangan karena ada beberapa maskapai yang melayani. Selanjutnya, dari Kendari bisa menggunakan kapal laut menuju Wanci yang merupakan pintu gerbang Taman Nasional Wakatobi dengan waktu tempuh sekitar 15 jam. Kemudian, dari Wanci bisa menggunakan kapal angkutan penumpang atau kapal carteran untuk menuju Pulau Hoga.
Untuk tempat beristirahat seusai perjalanan panjang menuju Wakatobi, ada beberapa hotel dengan tarif mulai dari Rp 150 ribu-Rp 500 ribu per malamnya. Fasilitasnya pun sudah cukup layak sebagai tempat istirahat melepas lelah. Menuju Hotel yang terletak di Wanci, Wangi-Wangi tidaklah lama. Dari Bandara Matahora diperlukan waktu satu jam menuju hotel di Wanci dengan mobil sewaan. Sedangkan, kalau dari pelabuhan yang berada di Wanci tidak diperlukan waktu lama menuju hotel terdekat.
Meski pulau kecil, Wangi-Wangi juga memiliki resor yang cukup mewah. Patuno Resort namanya, kurang lebih 30 menit dari bandara sudah sampai ke tempat ini. Tenang dan bersih itu yang dirasakan saat sampai di resor ini. Tarif yang ditawarkan mulai dari Rp 800 ribu hingga Rp 1 jutaan per malamnya. Pemandangan di Patuno Resort ini juga cukup mengesankan. Pasir putih yang menghiasi tepian pantai dan penginapan yang berbentuk rumah-rumah kecil.
Di pulau-pulau Wakatobi, penginapan kelas ekonomi pun tersedia. “Ada sekitar 150 homestay yang siap menampung wisatawan di Pulau Hoga. Setiap homestay tersedia dua kamar tidur,” ujar Pak Jufri. Tarif homestay juga sangat terjangkau, per malam tarifnya Rp 50 ribu. Pihak Opwal memang bekerja sama dengan penduduk untuk penyediaan home stay wisatawan. Sehingga, terlihat lebih natural dan menyatu dengan masyarakat.

Wakatobi
Wakatobi merupakan singkatan dari empat gugusan pulau besar, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Sejak 1996, Wakatobi ditetapkan sebagai taman nasional oleh pemerintah dan merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia. Taman nasional ini memiliki total area 1,39 juta ha, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala, dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Sebanyak 90 persen spesies karang laut yang ada di dunia ditemukan di bawah laut Wakatobi.
Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Selain itu, juga terdapat panorama keindahan alam bawah laut yang memiliki 25 buah gugusan terumbu karang. Gugusan terumbu karang dapat dijumpai sekitar 112 jenis dari 13 famili yang terletak pada 25 titik di sepanjang 600 km garis pantai. Wakatobi memiliki beberapa titik untuk kegiatan selam, snorkeling, dan wisata bahari yang biasa dikunjungi. Di antaranya, di Pulau Hoga, Pulau Tomia, serta Pulau Binongko.
Disadur dari Harian Republika edisi 20 Oktober 2013 dengan reportase Wihdan Hidayat
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Senja di Baduy Luar
Kampung masyarakat Baduy Luar tak kalah menariknya untuk dikunjungi.
SELENGKAPNYAMenengok Jejak Multatuli di Bumi Rangkas
Nama Multatuli dikenal masyarakat Lebak tak lebih dari nama jalan dan apotek.
SELENGKAPNYAKu Datang ke Tanah Sumba ...
Penyambutan tamu secara adat diakhiri dengan acara tombak babi yang menunjukkan keramahtamahan orang Sumba.
SELENGKAPNYA