
Mujadid
Sumbangsih Piri Reis untuk Kartografi
Peta karya Piri Reis memiliki tingkat presisi yang tinggi.
Museum Topkapi di Istanbul, Turki, menyimpan pelbagai peninggalan Kesultanan Utsmaniyah. Salah satunya ialah peta buatan kartograf masyhur kekhalifahan tersebut, Haji Ahmed Muhiddin Piri bin Haji Mehmet alias Piri Reis (1465/1470-1553).
Pada 1513, Piri Reis berhasil merampungkan peta dunia pertamanya, yang terdapat pada manuskrip yang dibagi menjadi dua. Sayangnya, hanya peta yang menunjukkan bagian barat bumi yang masih bisa dijumpai hingga kini di Topkapi.
Manuskrip potongan peta Piri Reis yang disimpan di museum tersebut berukuran 90x65 sentimeter persegi. Di sana, tampak gambaran wilayah Turki dan sekitarnya. Tidak hanya Afrika atau Eropa, sang kartografer juga melukiskan pesisir timur Benua Amerika.
Gambarnya dibuat berwarna. Untuk menunjukkan gunung atau sungai, umpamanya, ia memakai garis yang tebal dengan warna mencolok. Wilayah berbatu ditandai dengan warna hitam. Adapun daerah berpasir dan perairan dangkal diberi warna kemerahan dengan titik-titik. Di sana-sini, terdapat ilustrasi yang dilengkapi dengan sejumlah catatan.

Menurut Fikret Saricaoglu dalam Encyclopedia of the Ottoman Empire (2008), para sultan Turki Utsmaniyah selalu mendukung perkembangan ilmu kartografi. Sebelum Piri Reis, beberapa kartograf telah menyuguhkan hasil kerjanya untuk para raja Turki. Misalnya, Ahmed bin Suleyman at-Tanci. Ilmuwan yang wafat pada 1414 itu membuat peta yang menampilkan kawasan Laut Hitam, Laut Mediterania, pesisir Eropa, Afrika Utara, hingga Samudra Barat (kini disebut Samudra Atlantik).
Yang membedakan Piri Reis dengan para kartograf pendahulunya ialah ketajamannya dalam mendeskripsikan wilayah atau tempat. Karya pamungkasnya, Kitab-i Bahriye, memuat sebanyak 132 peta buatannya. Di dalamnya, ia menampilkan secara detail profil berbagai kota di penjuru dunia. Mulai dari Asia, Afrika, Eropa, bahkan hingga Amerika. Presisinya tak jauh berbeda dengan peta-peta buatan zaman modern.
Portolan
Dalam sejarah ilmu kartografi, ada jenis peta yang disebut partolan. Terminologi itu berasal dari kata bahasa Italia, portolano, yang berakar sama dengan kata port, ‘pelabuhan.’
Ringkasnya, sebuah peta portolan digunakan sebagai acuan navigasi oleh para pelaut yang mengarungi Mediterania sejak abad ke-13. Dengan merujuk pada peta itu, mereka dapat mengetahui posisi dan cara berlayar menuju pelabuhan tujuan.
Namun, lambat laun partolan dianggap bukan sekadar peta untuk navigasi di lautan. Para ahli kartografi mulai menambahkan berbagai informasi yang detail untuk membantu pengguna peta itu. Termasuk di dalamnya keterangan tentang arah pelayaran, waktu tempuh, profil pelabuhan-pelabuhan, serta karakteristik lautan dan benua-benua.

Alhasil, melimpahnya informasi itu membuat partolan dipandang sebagai peta intelijen. Bahkan, tak jarang statusnya ditingkatkan menjadi dokumen rahasia negara. Sebab, akurasi informasi yang terkandung di dalamnya merupakan ciri khas penting bagi peta jenis tersebut.
Kalangan sejarawan menggolongkan berbagai peta karya Piri Reis sebagai partolan. Apalagi, pada faktanya sang kartograf mengalamatkan buah tangannya itu khusus untuk pemimpin negerinya, semisal Sultan Selim I. Pada 1517, penyerahan peta buatannya itu pun dilakukan saat dirinya terlibat dalam misi militer Turki Utsmaniyah untuk menaklukkan Dinasti Mamluk di Mesir. Di peta tersebut, Piri Reis menuliskan bahwa karyanya itu dibuat pada bulan Muharram tahun 919 Hijriyah, atau antara Maret dan April 1513 M.
Karena tergolong jenis peta partolan, keakuratannya harus teruji sehingga bisa diandalkan pihak negara yang memakainya. Piri Reis memakai teknik kartografi yang terbilang maju pada zamannya, apalagi bila dibandingkan dengan para navigator dan kartograf Eropa.

Peta-peta karyanya yang terhimpun dalam Kitab-i Bahriye dibuat dari mengompilasi puluhan peta yang ada sebelumnya. Sebagai contoh, tatkala menggambarkan peta Samudra Barat dirinya mengumpulkan sebanyak 20 peta. Sejumlah sumber menyebut, Piri Reis membuatnya berdasarkan 10 peta Arab, empat peta India, dan satu peta Kolonbo alias Christopher Columbus (1451-1506) yang bertarikh 1498.
Dan, memang Piri sendiri dalam sebuah catatannya mengakui dirinya menggunakan peta Columbus sebagai salah satu acuan. Bagaimanapun, bagian peta Columbus yang dipakainya itu kini raib entah ke mana, sehingga menjadi buruan kolektor hingga saat ini.
Dalam buku The Oldest Map of America Drawn by Piri Reis (1954) yang ditulis Prof Afetinan dan Dr Leman Yolac, dijelaskan bahwa Piri Reis mendapatkan peta Columbus itu dari pamannya, Kemal Reis, pada 1501. Kemal waktu itu berhasil meringkus sejumlah kapal Spanyol di sekitar pesisir Valencia. Salah seorang tawanan yang ditangkap ternyata bekas anak buah Columbus dan sempat ikut berlayar ke “Dunia Baru”, yakni Benua Amerika.
Melampaui Columbus
Apakah Piri Reis menyalin begitu saja peta Columbus? Menurut sejarawan Muslim kontemporer Prof Fuat Sezgin, sang kartograf Turki Utsmaniyah itu bukanlah semacam copycat. Bahkan, akademisi Goethe University Frankfurt, Jerman, itu menjelaskan, metode pembuatan peta yang dipakai Piri Reis lebih maju ketimbang peta-peta buatan Eropa Barat kala itu, termasuk Portugis.
“Standar pembuatan peta (seperti peta Piri Reis) itu bahkan baru bisa dibuat oleh orang Eropa pada abad ke-18. Peta-peta yang dikompilasi oleh Piri Reis, bersumber dari penjelajahan Muslim di benua Amerika,” ujar Fuat dalam buku Piri Reis and the Pre-Columbian Discovery of the American Continent by Muslim Seafarers (2013).
Peta buatan Piri Reis bahkan jauh lebih presisi dalam menunjukkan berbagai kawasan di sekujur pantai Amerika, mulai dari sekitaran Greenland, Karibia, hingga Venezuela di Amerika Selatan. Adapun catatan atau dokumen peta tentang penjelajahan Columbus yang seolah-olah juga presisi ternyata belakangan diketahui sebagai hasil editan, semisal yang dilakukan Uskup Las Casas.

Mengapa demikian? Sebab, Piri Reis sebagaimana umumnya ilmuwan Muslim pada masa itu sudah mengenal kecanggihan ilmu navigasi, terutama dalam menentukan garis lintang dan garis bujur. Peradaban Islam memang menumbuhkembangkan rupa-rupa disiplin ilmu pengetahuan, termasuk matematika sebagai sendi dasar ilmu kartografi.
Untuk menyebut satu contoh, ilmuwan besar Muslim dari abad ke-11 al-Biruni yang telah melakukan perhitungan keliling bumi. Sang polymath yang bernama lengkap Abu Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni itu menggunakan pendekatan trigonometri dan berangkat dari keyakinan empiris bahwa bumi berbentuk bulat.
“Dari perhitungan al-Biruni, diperoleh bahwa jarak keliling bumi adalah 25.000 2/7 mil (setara 40.225 km). Jika dibandingkan dengan perhitungan modern … diperoleh keliling bumi adalah 40.074 km. Jadi, hasil perhitungan al-Biruni mencapai ketepatan 99,62 persen,” tulis Husain Heriyanto dalam Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam (2011).
Terbukti, tradisi keilmuan Muslim—termasuk dalam bidang navigasi—sudah menunjukkan kemajuan yang pesat dibandingkan dengan yang terjadi di Barat pada masanya. Maka dapat disimpulkan, Piri Reis hanya memakai peta Columbus sebagai salah satu, bukan satu-satunya, bahan untuk menyusun karyanya. Dan, ia pun tidak mendasarkan hasilnya semata-mata dengan itu, tetapi justru memperkaya manuskrip tersebut sesuai ilmu navigasi yang dimilikinya.
Apalagi, klaim Columbus sebagai “penemu” Benua Amerika sudah lama diragukan. Sezgin mengatakan, lebih dari 100 tahun sebelum penjelajahan Nina, Pinta dan Santa Maria—tiga kapal yang dipakai Columbus dalam misinya—sudah ada para pelaut Muslim yang tiba di pesisir Amerika.
Sezgin mencontohkan, ekspedisi Sultan Abubakar II dari Afrika Barat yang pada 1312 mencapai ujung barat Samudra Atlantik. Malahan, misionaris Katolik Guillermo juga mencatat antara tahun 1305 dan 1314 para pelaut Arab yang terbiasa berlayar hingga Afrika Selatan memiliki pengetahuan navigasi tentang pelayaran ke pantai Brasil dan Karibia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Mengenal Kitab Bahriye, Karya Monumental Piri Reis
Karya monumental Piri Reis ialah Kitab-i Bahriye (Buku tentang Lautan) yang ditulisnya pada 1521.
SELENGKAPNYABiografi Piri Reis, Laksamana Turki Utsmani
Walaupun hidupnya berakhir tragis, Piri Reis dikenang sebagai ahli maritim kenamaan.
SELENGKAPNYAMengenal Konsep Diet untuk Kesehatan Jantung, Diet Portofolio
Diet portofolio lebih mengutamakan nabati dan lebih tidak mengonsumsi protein hewani
SELENGKAPNYA