
Nusantara
Antisipasi Kekeringan yang Terus Meluas
Kemarau panjang yang melanda Indonesia mulai berdampak serius terhadap kelangsungan hidup.
UNGARAN — Kemarau panjang yang melanda Tanah Air membuat sejumlah daerah mengalami kekeringan ekstrem. Lahan pertanian yang gagal panen hingga kebutuhan air bersih masyarakat yang mulai tak tercukupi menjadi alarm bagi para pemangku kepentingan untuk segera mengantisipasi secara serius.
Di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, hingga pertengahan bulan September 2023, luas lahan pertanian yang mengalami kerusakan secara kumulatif telah mencapai 106 hektare (ha). Ke-106 lahan pertanian yang mengalami kerusakan ini tersebar di 10 wilayah kecamatan, yang meliputi Tengaran, Pringapus, Pabelan, Kaliwungu, Susukan, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, dan Kecamatan Ambarawa.
“Dari total 106 ha lahan pertanian yang mengalami kerusakan ini, sebanyak 40 ha lahan pertanian di antaranya mengalami puso,” ungkap Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, Moh Edy Sukarno, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (29/9/2023).

Menurut dia, jumlah ini berdasarkan hasil rekap data kekeringan hasil monitoring dan pengamatan koordinator petugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT) Dispertanikap Kabupaten Semarang periode tanggal 1–15 September 2023. Dibandingkan data kerusakan lahan pertanian hasil monitoring periode dua pekan sebelumnya (hingga awal bulan September 2023) yang mencapai 78 ha, maka kerusakan kerusakan lahan pertanian ini telah mengalami penambahan hingga 28 ha.
Wilayah kecamatan dengan jumlah kerusakan lahan pertanian terparah berada di Kecamatan Pabelan yang luasannya mencapai 30 ha. “Perinciannya, 2 ha lahan pertanian mengalami rusak kategori berat dan 28 ha mengalami puso,” ujarnya.
Setelah Kecamatan Pabelan, juga ada Kecamatan Susukan, yang akumulasi kerusakan lahan pertanian akibat kekeringan mencapai 26 ha, dengan perincian kerusakan ringan mencapai 5 ha, rusak sedang 9 ha, rusak berat 4 ha, dan puso mencapai 8 ha. Sedangkan, di Kecamatan Bringin, total lahan pertanian yang mengalami kerusakan mencapai 24 ha. Perinciannya, sebanyak 5 ha lahan mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 19 ha lahan pertanian mengalami kerusakan sedang.

Kecamatan Tengaran juga menjadi wilayah yang lahan pertaniannya juga terdampak kerusakan akibat kemarau yang masih berlanjut. Dari 8 ha lahan pertanian yang terdampak, sebanyak 4 ha lahan pertanian di antaranya mengalami puso. “Selebihnya, 3 ha lahan pertanian dilaporkan mengalami kerusakan sedang dan sebanyak 1 ha lahan pertanian lainnya mengalami kerusakan berat,” lanjut Edy Sukarno.
Sementara itu, Dinas Pertanian Kota Semarang juga mencatat, dari total luas 1.600 ha lahan pertanian yang ada di wilayah Kota Semarang, sebanyak 40 ha di antaranya mengalami puso akibat kekeringan. Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kota Semarang, Hernowo Budi Luhur mengatakan, di wilayah Kecamatan Banyumanik ada sekitar 1 ha tanaman padi gagal panen akibat kekeringan.
Kemudian, di wilayah Kecamatan Tugu ada 9 ha lahan pertanian mengalami puso dan di Kecamatan Mijen ada sekitar 30 ha tanaman pertanian yang puso. “Namun, pertanian yang puso di wilayah Kecamatan Mijen tidak seluruhnya padi, sebagian merupakan lahan tanaman jagung,” ungkapnya.

Persoalan besarnya akibat musim kemarau curah hujan nyaris tidak ada serta kecukupan air yang kurang. Karena memang ketersediaan air bagi pertanian di wilayah tersebut memang cukup terbatas. Sehingga para petani harus menunggu hingga musim hujan berikutnya tiba, yang sesuai prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) baru akan berlangsung awal bulan November 2023 nanti.
Namun, untuk wilayah-wilayah lain yang terdampak, sejauh ini masih bisa dilakukan upaya-upaya penanganan melalui pompanisasi maupun cara-cara lain agar lahan pertanian mereka masih bisa mendapatkan air. Ke depan, Dinas Pertanian bersama-sama dengan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang akan mengkaji wilayah-wilayah yang memungkinkan untuk dibangun embung-embung.
“Selain untuk membantu petani mendapatkan ketercukupan air irigasi, pembangunan embung ini sekaligus juga untuk mengendalikan banjir di wilayah Kota Semarang,” jelas Hernowo.
Kekeringan parah juga terjadi di Yogyakarta yang mengakibatkan kebutuhan air bersih warga tidak tercukupi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menyebut sudah ada 21 kecamatan di DIY yang saat ini terdampak bencana kekeringan. Plt Kepala Pelaksana BPBD DIY Noviar Rahmad mengatakan, dropping air terus dilakukan terhadap kecamatan-kecamatan yang terdampak bencana kekeringan ini.
Setidaknya, dropping air bersih sudah dilakukan di 100 titik di wilayah yang terdampak kekeringan. Total dropping air ini sudah mencapai 35 tangki air bersih. "BPBD DIY lakukan dropping air ke Gunungkidul, Bantul, dan Kulonprogo. Sudah mulai menggunakan dana tanggap darurat di Kulonprogo. Ada 100 titik dilakukan dropping air dinas sosial dengan 35 tangki air bersih," kata Noviar.

Noviar menyebutkan, di beberapa kabupaten di DIY sudah lama tidak terjadi hujan pada musim kemarau ini. Bahkan, beberapa sumur warga juga sudah mengering, seperti yang terjadi di Gunungkidul. Dengan begitu, dropping air akan terus dilakukan di wilayah-wilayah yang terdampak bencana kekeringan. Noviar menuturkan, dropping air ini juga dilakukan oleh pihak lainnya.
Pemkab Garut menyatakan, saat ini terdapat 22 ribu ha lahan pertanian di Kabupaten Garut yang telah ditanami. Dari total lahan pertanian yang diproduksi itu, sekitar 620 ha lahan pertanian terdampak kekeringan. Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, sebanyak 620 ha lahan pertanian itu tersebar di seluruh wilayah Garut. Diharapkan, dalam waktu dekat, kemarau akan usai sehingga lahan pertanian yang terdampak kekeringan tak makin meluas. "Mudah-mudahan, ya, hujan segera turun," kata dia.
Menurut Rudy, saat ini Kabupaten Garut juga masih menerapkan status masa transisi bencana kekeringan hingga 31 Oktober 2023. Masa transisi itu diterapkan setelah Pemkab Garut menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan selama dua kali 14 hari. Ia menyatakan, selama masa transisi, pihaknya memiliki program prioritas untuk memastikan lahan pertanian sekitar 22 ribu ha di Kabupaten Garut mendapatkan pasokan air yang memadai. Dengan begitu, lahan pertanian itu tetap dapat dipanen.
"Kita fokus ke arah bagaimana menyelamatkan (agar) tidak jadi puso. Saya mohon informasi yang seluas-luasnya mengenai hal yang berhubungan dengan kekeringan, terutama tanaman-tanaman padi," kata dia.

Sementara itu, BPBD Sulawesi Tengah menyatakan, sebanyak 1.325 kepala keluarga (KK) atau 5.543 jiwa terdampak kekeringan di Desa Jaya Bakti, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai. "Sejak awal September mulai terdampak kekeringan dan sekitar 5.543 jiwa mengalami kekurangan air bersih sebagai dampak musim kemarau serta cuaca ekstrem El Nino," kata Kepala Pelaksana BPBD Sulteng Akris Fattah Yunus, di Palu.
Ia menjelaskan, berdasarkan rilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), potensi musim kemarau berkepanjangan dengan peringatan fenomena El Nino terjadi di beberapa wilayah, termasuk Sulteng. Hasil monitoring hingga pertengahan tahun 2023, sebanyak 63 persen dari zona musim telah memasuki musim kemarau, salah satunya adalah Kabupaten Banggai.
Menurut dia, kondisi ini menyebabkan jumlah kebutuhan air bersih di wilayah Desa Jaya Bakti menjadi tidak cukup karena debit air sungai yang mulai berkurang. Mata air desa yang digunakan untuk mengisi bak penampungan umum juga mengering. "Jaringan air desa yang berjarak 12 kilometer dari sumber mata air membuat bak penampungan air desa menjadi kering," ujarnya.
Sejak awal September mulai terdampak kekeringan dan sekitar 5.543 jiwa mengalami kekurangan air bersihAKRIS FATTAH YUNUS, Kepala BPBD Sulteng
Akris mengatakan, Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kabupaten Banggai berupaya menyalurkan bantuan air bersih sebanyak lima kali angkut atau sekitar 25 ribu liter per harinya menggunakan satu unit mobil tangki air. "Namun, berdasarkan laporan sementara, saat ini TRC kami membutuhkan kendaraan mobil tangki air bersih dan jaringan pipa PDAM yang dapat mengaliri air di setiap dusun," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya sampai saat ini masih melakukan asesmen di lapangan serta berkoordinasi dengan aparat desa serta warga setempat terkait peristiwa kekeringan ini. Oleh karena itu, Akris mengimbau kepada masyarakat untuk menghemat penggunaan air bersih dengan menggunakan air secukupnya menghadapi fenomena El Nino saat ini.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Berjuang Menyelamatkan Padi di Tengah Kekeringan
Pemerintah perlu mewaspadai dampak kemarau terhadap inflasi pangan.
SELENGKAPNYAKekeringan Meluas dan Kian Mengkhawatirkan
Kemarau panjang yang melanda Indonesia mulai berdampak serius terhadap kelangsungan hidup.
SELENGKAPNYAKekeringan Belum Usai, Sudah Perlukah Kita Shalat Istisqa?
Shalat Istisqa dilakukan jika kemarau panjang terjadi
SELENGKAPNYA