
Ekonomi
Berjuang Menyelamatkan Padi di Tengah Kekeringan
Pemerintah perlu mewaspadai dampak kemarau terhadap inflasi pangan.
INDRAMAYU – Ancaman kekeringan membayangi pelaksanaan musim tanam gadu (kemarau) di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Para petani pun harus berjuang mendapatkan air untuk menyelamatkan tanaman padi milik mereka dari puso (gagal panen).
Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Karyo (40). Petani yang menggarap sawah di Desa Tegalsembadra, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, itu harus melakukan sejumlah upaya agar tanaman padinya bisa dipanen.
"Sekarang tanaman padi saya sudah umur dua bulan, sekitar sebulan lagi panen,’’ kata Karyo, Selasa (26/9/2023).
Karyo saat ditemui sedang menyemprotkan air yang sudah dicampur obat tanaman untuk menjaga padi miliknya agar bisa terus bertahan. Lahan yang ditanami padi oleh Karyo itu bukan miliknya pribadi. Namun, dia menyewa lahan tersebut dengan luas 250 bata.

Untuk mencegah tanaman padi tidak puso (gagal panen), Karyo mengaku harus merogoh kocek yang lebih besar. Setiap sepekan sekali, dia harus menyewa mesin penyedot air untuk mengairi sawahnya.
Mesin tersebut digunakan untuk menyedot air dari saluran yang masih terdapat air. Sedangkan, saluran irigasi yang ada di sekitar sawahnya saat ini sudah kering. "Untuk diesel juga biaya sendiri,’’ cetus Karyo.
Untuk penyewaan diesel, Karyo mengaku terbantu dengan kebijakan pemilik mesin diesel. Dia mengatakan, pemilik diesel memperbolehkan pembayaran biaya diesel diganti dengan hasil panen nanti.
Karyo berharap musim kemarau bisa segera berakhir dan musim hujan bisa datang secepatnya. Dengan demikian, tanaman bisa selamat dari ancaman kekeringan. "Harapannya, ya, tanaman bisa selamat sampai panen nanti,’’ cetus Karyo.
Karyo tentu bukan satu-satunya petani yang menghadapi ancaman kekeringan. Situasi serupa dialami para petani di berbagai daerah.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara untuk mewaspadai potensi kekeringan pada 25 September—1 Oktober 2023.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), wilayah tersebut memiliki tingkat kemudahan pembakar lapisan permukaan tanah.
“Jawa, Bali dan Nusa Tenggara harus tetap waspada dan distribusi air bersih tetap harus dilakukan," kata Abdul.
Abdul juga mencatat wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara masih memiliki potensi dampak kekeringan. Kondisi ini dapat memengaruhi tingkat kemudahan terbakar dari lahan yang ada.

Namun, di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya wilayah di atas garis ekuatorial, potensi bencana hidrometeorologi basah dapat terjadi. Maka dari itu, pada pekan tersebut, Indonesia berpotensi mendapatkan dua bencana hidrometeorologi secara bersamaan.
Abdul mengimbau masyarakat di wilayah Sumatra bagian tengah ekuatorial ke utara untuk segera mengevakuasi diri apabila hujan lebih dari satu jam dan mengganggu objek penglihatan.
"Selain itu, hindari berada pada kawasan yang terdampak bencana, seperti banjir di Pariaman kemarin, ada longsor di daerah pinggir sungai, tapi masyarakat berkumpul cukup banyak. Karena tidak bisa ditebak, eskalasi daerah terdampak itu terjadi dengan sangat cepat," kata Abdul.
Waspadai inflasi
Chief Economist Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, pergerakan inflasi pada tahun depan perlu diwaspadai. Khususnya peningkatan tren inflasi akibat fenomena El Nino.
"Menurut kajian kami, puncak dari El Nino ada kecenderungan untuk inflasi pangan itu biasanya akan memuncak enam sampai sembilan bulan dari puncak El Nino terjadi," kata Josua.
Dia menuturkan, prediksi tersebut muncul dari sejumlah pengamatan di beberapa komoditas. Beberapa di antaranya komoditas pangan seperti beras, gula, dan gandum yang cukup bervariasi.
Khusus untuk beras, Josua menyebutkan, jika dilihat rata-rata dari puncak El Nino, akan ada puncak dari inflasi beras. "Inflasi ini akan meningkat enam sampai sembilan bulan ke depan setelah puncak El Nino. Artinya kemungkinan besar kita bisa lihat ada tren inflasi meningkat di pertengahan tahun depan," ujar Josua.

Dia menuturkan, hal tersebut bisa terjadi karena akan ada penyesuaian waktu dari puncak El Nino kepada inflasi pangan. Josua menyebut tren tersebut terlihat dari beberapa kali fenomena El Nino sebelumnya.
"Tahun depan kemungkinan sedikit di atas 3 persen. Ada pada kisaran 3 persen sampai 3,5 persen," ucap Josua.
Dalam APBN 2024, pemerintah menargetkan inflasi Indonesia sebesar 2,8 persen. Inflasi saat ini juga masih terkendali karena, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada Agustus 2023 adalah 3,27 persen.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.