
Dunia Islam
Siapa Penemu Parfum?
Parfum pada masa silam cenderung sebagai benda menyerupai dupa yang dipakai hanya untuk ritual keagamaan.
Salah satu produk yang menjadi kebutuhan tersier adalah parfum. Wewangian telah menyertai perjalanan hayat manusia sejak lama. Bahkan, usianya mungkin bisa dikatakan setua peradaban pertama.
Mula-mula, parfum cenderung merupakan benda ritual keagamaan. Ia berfungsi tidak sekadar pengharum badan. Makin modern, manusia pun memahami wewangian sebagai pelengkap tampilan dirinya.
David H Pybus dalam artikel “The History of Aroma Chemistry and Perfume” (2006) menjelaskan, kata parfum berasal dari gabungan kata per dan fumum dalam bahasa Latin. Yang pertama berarti ‘lewat’ atau ‘menembus’, sedangkan yang kedua adalah ‘asap.’ Dari bahasa tersebut, masyarakat Prancis memahami parfum sebagai benda yang menguap di udara akibat pembakaran serta bau wanginya menembus hidung.
Berdasarkan etimologi itu, dapatlah dipahami bahwa parfum pada masa itu masih berupa benda padat. Wujudnya seperti dupa, alih-alih minyak yang bisa dioleskan. Menurut Pybus, ada empat bangsa setelah zaman prasejarah yang diketahui mengembangkan dupa, yakni Mesopotamia, India, Mesir, dan Cina Kuno.
Orang-orang Mesopotamia yang menghuni sekitar Sungai Eufrat dan Tigris disebut-sebut sebagai penemu pertama dupa, sekitar tiga ribu tahun sebelum Masehi (SM). Para arkeolog telah menemukan sebuah batu pasak (cuneiform) berusia 1200 SM di Irak. Tulisan pada artefak itu mengungkapkan, seorang perempuan bekerja sebagai ilmuwan di istana (belatekallim). Di antara keahliannya adalah membuat dupa yang mengeluarkan aroma apabila dibakar. Selain itu, ia juga bisa membuat ramuan wangi-wangian dari campuran bunga, jerangau, minyak dan balsam. Hingga kini, wanita yang bernama Tapputi itu diakui sebagai ahli kimia pertama dalam sejarah.
Pengetahuan tentang dupa dan wewangian kemudian sampai ke Mesir. Pybus mengatakan, orang-orang Mesir Kuno menemukan bahwa pasir dan abu ketika dicampur dan dibakar akan menghasilkan zat yang keras dan bening, yakni kaca. Apabila pembakaran itu ditambahi dengan batu kapur, kaca yang dihasilkan akan lebih tahan lama. Mereka lalu membuat wadah dengan bahan kaca itu sebagai penyimpan cairan wewangian. Inilah cikal-bakal parfum, sebagaimana yang dikenal hari ini.

Bangsa Mesir Kuno juga menjadi yang pertama meracik alkohol. Menurut Pybus, sekira tujuh ribu tahun silam masyarakat di delta Sungai Nil mulai mengembangkan minuman beralkohol. Mereka melakukan fermentasi bahan-bahan, seperti gula, pati atau selulosa, untuk mendapatkan etanol. Cairan itu tidak hanya dikonsumsi, tetapi dimanfaatkan pula sebagai campuran untuk wewangian. Hingga kini pun, banyak perusahaan yang menggunakan alkohol untuk parfum buatannya.
Dupa yang mengeluarkan bau wangi dipakai masyarakat Mesir Kuno untuk menjalankan ritual, termasuk pemakaman para firaun. Berdasarkan catatan hieroglif pada bangunan makam mereka, aroma dupa dipercaya bisa menyenangkan para dewa. Selain itu, wangi dupa diyakini mengiringi roh mereka naik ke surga. Saat pembalseman mumi, cairan pewangi pun dioleskan kepada tubuh si mayat. Konon, ketika menemukan makam Raja Tutankhamun pada abad ke-20, para peneliti mendapati banyak botol parfum di sekitarnya.
Dupa wewangian dipakai pula untuk kalangan istana yang menderita sakit. Para tabib Mesir Kuno percaya, aroma dupa tersebut dapat mengusir roh jahat yang “menjangkiti” tubuh si pasien. Dengan demikian, pemanfaatan benda ini oleh masyarakat Mesir kala itu masih berada di tataran ritual magis, alih-alih fungsionalnya untuk mengharumkan badan.
Hatshepsut, seorang perempuan firaun yang memerintah Mesir sekira tahun 1479 SM, dikenal gemar menyimpan minyak wangi. Parfum-parfum koleksinya disimpan dalam wadah kaca. Sejumlah wadah tersebut berusia panjang. Mengutip Live Science, para peneliti dari Universitas Bonn, Jerman, baru-baru ini meneliti residu wadah parfum tersebut. Mereka berupaya merekonstruksi aroma peninggalan sang ratu Mesir.
Hatshepsut menggemari parfum sebagai pengharum tubuh. Parfum favoritnya adalah yang berbahan dasar kemenyan. Itu menunjukkan, wewangian baginya bukan lagi sekadar alat ritual, melainkan kebutuhan sehari-hari. Karena itu, sang ratu kerap disebut sebagai orang pertama yang memopulerkan parfum. Untuk mendapatkan benda itu serta pelbagai komoditas lain yang diidamkannya, ia kerap memimpin ekspedisi ke Mesir selatan (Nubia). Jejak-jejak perjalanan itu diabadikan pada ukiran hieroglif pada kuil-kuil yang didirikannya.

Sebelum Cleopatra, Mesir memiliki ratu dengan kecantikan yang legendaris, yakni Nefertiti. Mengikuti jejak Hatshepsut, Ratu Nefertiti pun menyukai wewangian. Begitu pula dengan riasan kosmetik dan baju-baju yang mewah. Ia mengoleksi berbagai minyak wangi di dalam botol-botol kaca serta dupa yang beraroma sedap.
Cleopatra tidak sekadar menyimpan banyak minyak wangi. Ratu Mesir tersebut diketahui memiliki kemampuan untuk mengenali aroma. Orang-orang Mesir pun mengenalnya sebagai penguasa yang flamboyan, gemar mempertontonkan kemewahan. Konon, ketika Cleopatra hendak menyambangi Roma, masyarakat setempat terlebih dahulu mencium wangi parfumnya, barulah kemudian melihat kereta yang membawanya.
Berkah dalam Makanan
Keberkahan hidup orang beriman diawali dari keberkahan dalam makanan.
SELENGKAPNYAApa Saja yang Dimakruhkan dalam Shalat?
Dimakruhkan juga jika hendak mengerjakan shalat, tapi ingin buang hajat.
SELENGKAPNYA