
Motivasi Alquran
Tiga Tugas Ulama
Beberapa surah Alquran menggambarkan tugas para nabi dengan pesan yang sama.
DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute
Beberapa surah dalam Alquran menggambarkan tentang tugas para nabi dengan redaksi yang mirip dan kandungan pesan yang sama, yaitu: membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan al-kitab dan al-hikmah, serta membersihkan jiwa.
Ketiga pesan tersebut kadang dipaparkan dengan penuturan yang berbeda, baik dari bentuk pemaparannya maupun susunannya. Dalam surah al-Baqarah [2]: 129 disebutkan tugas membacakan ayat-ayat Allah terlebih dahulu, lalu mengajarkan al-Kitab dan al- hikmah, setelah itu tazkiyah (bersih diri).
Diulangi lagi pada surah yang sama ayat 151 dengan mendahulukan penyebutan tilawatul ayaat (pembacaan ayat), lalu (bersih diri), setelah itu mengajarakan al-kitab dan al-hikmah.
Ketiga pesan tersebut kadang dipaparkan dengan penuturan yang berbeda, baik dari bentuk pemaparannya maupun susunannya.
Dalam surah Ali Imran [3]: 164, penegasan serupa dengan redaksi yang sedikit berbeda tetapi dengan susunan pesan yang sama. Demikian juga dalam surah al-Jum’ah [62]: 2, dipaparkan kembali pesan yang sama dengan redaksi yang tidak jauh berbeda.
Dari apa yang kita gambarkan di atas tampak betapa pentingnya tugas kenabian di atas, sehingga diulang-ulang supaya menjadi peringatan bagi ulama sebagai pewaris para nabi (al ulamaau waratsatul anbiyaai).
Bahwa apa yang telah menjadi tugas para rasul di atas tidak akan pernah berakhir dengan ditutupnya pintu kenabian, tetapi akan terus berlanjut dipikulkan kepada para ulama sepanjang masa sampai hari kiamat.
Itulah mengapa Allah SWT mengangkat derajat para hamba-Nya yang berjuang menjadi ulama (yarfaillahulladziina aamanuu minkum walladziina uutul ‘ilma darajaat) (QS al-Mujadilah [58]: 11).
Perhatikan ayat ini bagaimana seorang hamba diangkat derajatnya oleh Allah SWT karena imannya. Lalu setelah itu, ia diangkat lagi dengan tingkatan yang jauh lebih tinggi lagi karena ilmunya.
Perhatikan ayat ini bagaimana seorang hamba diangkat derajatnya oleh Allah SWT karena imannya. Lalu setelah itu, ia diangkat lagi dengan tingkatan yang jauh lebih tinggi lagi karena ilmunya.
Kata "walladziina uutul ilma" bentuknya kata kerja, padahal bisa saja dengan mengatakan "wal‘ulamaau". Hal ini untuk menunjukkan bahwa derajat keilmuan harus dicapai dengan perjuangan terus menerus.
Kata "darajaat" dengan bentuk jamak (plural) menunjukkan bahwa derajat para ulama berada di tingkat yang sangat tinggi tak terhingga.
Pemaparan di atas mengisyaratkan bahwa kewajiban para ulama apapun istilahnya disebut ustaz atau kiai adalah melanjutkan apa yang menjadi tugas para nabi.
Bila tugas-tugas tersebut digambarkan sampai dua kali dalam surah al-Baqarah yang tema pokoknya tentang kepemimpinan, maka ini menjadi bukti bahwa para ulama dalam menjalankan tugas-tugas mulia itu hendaklah benar-benar dalam kesadaran sebagai representasi kenabian yang penuh dengan jiwa kepemimpinan.
Karena itu, para ulama tafsir ketika menafsirkan ayat tentang ulil amri dalam ayat "athii’ullaha athii’urrasuula wa ulil amri minkum" (QS an-Nisa [4]: 59) mengatakan bahwa maksudnya adalah para ulama.
Tentu sebagai ulama sekaligus sebagai pemimpin, apapun sebutannya ustaz atau kiai, sangatlah tidak pantas melakukan tindakan bejat terhadap anak didiknya. Entah dengan cara menzalimi atau menzinainya.
Tentu sebagai ulama sekaligus sebagai pemimpin, apapun sebutannya ustaz atau kiai, sangatlah tidak pantas melakukan tindakan bejat terhadap anak didiknya.
Untuk lebih dalamnya, ambil saja ayat 129 dalam surah al-Baqarah sebagaimana disebutkan di atas. Dalam ayat ini kita menemukan kata "yatluu ‘alaikum ayaatina" (membacakan ayat-ayat Kami) sebagai tugas pertama.
Ini maksudnya bahwa tugas para ulama menggambarkan keagungan Allah SWT melalui ayat-ayat-Nya, lalu menjelaskan mana yang haq dan mana yang batil, mana yang halal dan mana yang haram.
Bisa juga bermakna membacakannya dengan pelafalan yang benar dan menghafalkannya dengan kokoh (mutqin). Tugas kedua digambarkan dengan kata "wa yuzakkiikum" (dan membersihkannya).
Maksudnya bahwa tugas ulama adalah membersihkan jiwa mereka dari penyakit hati, lalu mendidikanya dengan membangun akhlak mulia serta menjauhkannya dari perilaku keji. Berdasarkan hal ini, maka dipastikan seorang ulama akan selalu menjauhi perbuatan keji karena takut kepada Allah SWT.
Adapun tugas ketiga adalah mengajarkan Alquran dan as-Sunnah (wa yu’allimukumul kitaaba wal hikmata). Maksudnya mengajarkan pesan-pesan Alquran dan mengungkap rahasia syariat sehingga iman semakin kokoh dalam hati.
Menolak Menyerah, Jamaah Difabel Netra Dapat Tiket ke Tanah Suci
Meski tidak bisa melihat, Ramli bertekad niatnya pergi haji harus dapat terkabul.
SELENGKAPNYAHaji pada Masa Awal Dinasti Saudi
Melalui Kongres al-Islam, Saudi menegaskan posisinya dalam urusan menyelenggarakan haji.
SELENGKAPNYAHaji pada Masa Perang Dunia
Penyelenggaraan ibadah haji sempat terkendala, bahkan terhenti, akibat pecah Perang Dunia I.
SELENGKAPNYA