
Khazanah
Menolak Menyerah, Jamaah Difabel Netra Dapat Tiket ke Tanah Suci
Meski tidak bisa melihat, Ramli bertekad niatnya pergi haji harus dapat terkabul.
Oleh DADANG KURNIA
Moh. Soleh (77 tahun) tak menyangka bisa berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam kelima pada tahun ini. Mbah Soleh, sapaan akrabnya, sebelumnya hanya masuk dalam daftar jamaah haji cadangan.
Baru dua pekan lalu, ia mendapat kabar untuk berangkat haji pada tahun ini. "Kebetulan saya masuk cadangan. Saya baru dua minggu yang lalu mendapat kabar kalau jadi berangkat ke Tanah Suci," kata Mbah Soleh, Selasa (30/5/2023).
Mbah Soleh menceritakan, ia mendaftar haji bersama sang istri, Putinah, pada 2011. Sebenarnya, kata Mbah Soleh, keinginan untuk mendaftar haji sudah ada jauh sebelum itu. Tepatnya, saat anak-anaknya masih duduk di bangku sekolah.
"Anak saya ada empat. Saat anak-anak masih sekolah, timbul niatan dalam hati saya kalau anak-anak sudah lulus kuliah, mentas semua, jika tanah yang saya punya masih ada, saya akan menjualnya untuk daftar haji," ujar dia.

Pada 2011, keempat anak Mbah Soleh telah lulus kuliah. Tanah yang ia miliki pun tidak sampai terjual untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Ia menepati janjinya dengan cara menjual tanah tersebut. Uangnya digunakan untuk mendaftar haji.
"Tanah sudah terjual, tetapi karena uang yang diperoleh masih belum cukup untuk bisa daftar haji berdua dengan istri saya, maka kami juga meminjam dana talangan haji untuk menutup kekurangan," kata Mbah Soleh.
Sebagai seorang penyandang disabilitas netra, Mbah Soleh menolak untuk menjadi pengangguran. Jamaah lansia asal Magetan, Jawa Timur, ini sering mendapat panggilan untuk memijat.
Dia mendapatkan ilmu keterampilan tersebut setelah tidak bisa lagi bekerja sebagai petani. "Kalau pijat capek biasa, saya tidak melayani. Saya memijat pasien yang sakit seperti panas, batuk-batuk, dan sejenisnya," kata Mbah Soleh.
Uang dari hasil memijat itu dikumpulkan untuk membiayai sekolah anak-anaknya, membeli tanah, hingga mampu berangkat haji. "November tahun lalu, saya dan istri berkesempatan berangkat umrah atas bantuan anak-anak. Tak disangka tahun ini saya berangkat lagi ke Tanah Suci untuk berhaji. Jadi, dalam waktu enam bulan ini saya ke tanah suci dua kali," kata dia.
Tak disangka tahun ini saya berangkat lagi ke Tanah Suci untuk berhaji. Jadi, dalam waktu enam bulan ini saya ke tanah suci dua kaliMOH SOLEH Jamaah asal Magetan, Jawa Timur
Mbah Soleh pun menceritakan, difabel netra yang dideritanya bukan bawaan lahir, melainkan karena kecelakaan. Tepatnya pada 1977, saat ia ingin mengetahui apakah baterai yang ia miliki masih berfungsi atau tidak. Ia pun mengetesnya dengan menempelkan bola lampu.
Namun, kemudian bola lampu tersebut meledak dan pecahan belingnya mengenai kedua matanya. "Mungkin ada kabelnya yang salah, tiba-tiba meledak kena dua mata saya. Kedua mata saya rusak parah hingga sampai saat ini saya tidak bisa melihat lagi," ujarnya.

Ramli Siregar (67) merupakan calon jamaah haji difabel netra lainnya dari Tebing Tinggi, Sumatra Utara, yang tergabung pada Kelompok Terbang (Kloter) 04 Embarkasi Medan. Dia bersyukur bisa berangkat haji ke Tanah Suci pada tahun ini. "Saya sangat bersyukur bisa berangkat bersama istri untuk menunaikan ibadah haji pada tahun ini ke Tanah Suci," ujar Ramlidi Asrama Haji Medan, Jumat.
Ramli menyebutkan, ibadah haji merupakan kewajiban yang harus ditunaikan umat Islam saat masih dalam keadaan hidup di dunia. Menurut dia, ibadah yang menjadi rukun Islam kelima tersebut merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dengan catatan bagi yang mampu baik secara finansial dan fisik.
"Saya juga bersyukur sekali, seorang yang tunanetra tidak menjadi kendala untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah," kata dia.
Ramli mengatakan, rasa syukur tersebut disampaikannya karena diberi kesempatan untuk pergi haji ke Tanah Suci. Ramli yang merupakan pensiunan guru di PTPN 4 menyisihkan gaji yang diperoleh setiap bulan untuk ditabung agar bisa menunaikan ibadah haji. "Cita-cita yang sudah cukup lama untuk pergi ke Makkah akhirnya dapat terkabul dengan baik," katanya.
Cita-cita yang sudah cukup lama untuk pergi ke Makkah, akhirnya dapat terkabul dengan baikRAMLI SIREGAR Jamaah asal Tebing Tinggi, Sumatra Utara
Meski tidak bisa melihat, Ramli bertekad niatnya pergi haji harus dapat terkabul. Ia terus terus berikhtiar dan tetap berdoa kepada Allah SWT saat melaksanakan shalat hingga ia berkesempatan berangkat haji tahun ini.
"Saya menunaikan haji ke Makkah ditemani oleh istri yang bertugas menjadi pemandu, saat saya menjalankan ibadah haji," kata dia.
Ramli telah mendaftar bersama istri berangkat haji sejak 2012. Seharusnya ia berangkat ke Tanah Suci pada 2020, tapi terjadi wabah Covid-19 sehingga keberangkatannya tertunda. Pada 2022, istrinya mendapat panggilan dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk berangkat melaksanakan ibadah haji.
"Saya tidak bisa ikut berangkat haji karena terkendala usia saat itu. Istri saya juga menunda keberangkatan naik haji karena ingin bersama saya. Namun, akhirnya saya dipanggil lagi oleh Kemenag untuk pergi haji, maka kami suami istri dapat berangkat ke Makkah pada 2023," kata Ramli.
Perubahan Kebijakan Saudi untuk Haji: Biaya Asuransi Hingga Kartu Pintar
Pemerintah Arab Saudi menyebut telah mengurangi biaya asuransi kesehatan bagi jamaah
SELENGKAPNYAPencarian LGBTQ di Google Meningkat
Pencarian Google yang terkait dengan identitas gender telah meroket sejak 2004.
SELENGKAPNYAMadinah Dilanda Hujan Angin dan Pasir, Jamaah Diminta Gunakan Masker Kain dan Berwudhu
Jamaah juga disarankan mengenakan kacamata untuk menghindari iritasi.
SELENGKAPNYA