
Nasional
Narkoba Zombie Rusak Amerika, Bagaimana di Tanah Air?
Fentanil telah mendorong lonjakan kematian akibat overdosis secara dramatis.
Pada April 2021, Peter Jeske (22 tahun) hanya sebulan lebih sedikit dari menyelesaikan kuliahnya. Ia baru saja menerima tawaran pekerjaan di Denver, Amerika Serikat (AS).
Pada Senin malam itu, Peter tinggal di rumah untuk belajar ketimbang bergabung dengan teman-temannya untuk menonton pertandingan kejuaraan bola basket NCAA. Larut malam itu, Peter meminum satu pil yang dia yakini sebagai obat resep yang "aman".
Kenyataannya, merujuk Time, Peter diracuni oleh pil palsu yang dibuat dengan fentanil. Ia kehilangan nyawa seketika itu juga.
Peter hanya satu dari puluhan ribu korban dari krisis obat opioid jenis fentanil yang melanda Amerika Serikat. Jenis obat-obatan yang kini tengah diantisipasi agar tak masuk ke Indonesia.

Krisis fentanil ini juga yang membuat jalan-jalan di sejumlah wilayah di Amerika Serikat dipenuhi para pecandu yang berkeliaran seperti zombie alias mayat hidup.
The Guardian melaporkan, belakangan overdosis yang melibatkan fentanil menyebabkan satu dari lima kematian orang berusia 15-24 di California, indikator terbaru dari keadaan darurat yang tidak menunjukkan tanda-tanda melambat.
Overdosis obat saat ini membunuh dua hingga tiga kali lebih banyak orang di negara bagian itu dibandingkan kecelakaan mobil, menurut data yang dikumpulkan oleh kelompok konsultan Strategi Kebijakan Kesehatan California. Sejak 2017, kematian terkait opioid sintetik, yang 50 kali lebih kuat dari heroin, telah meningkat seribu persen.
Krisis ini secara nyata terungkap di jalan-jalan kota dari San Francisco hingga Los Angeles. Di San Francisco satu orang meninggal karena overdosis yang tidak disengaja setiap 10 jam. Kota itu menyaksikan 200 kasus overdosis dalam tiga bulan pertama tahun ini, dibandingkan dengan 142 pada bulan yang sama tahun lalu, menurut laporan pemeriksa medis kota.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mencatat 108.820. orang meninggal karena overdosis obat pada 2021. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sepanjang masa dan merupakan pertama kalinya kematian overdosis mencapai 100.000 dalam satu tahun kalender. Opioid sintetik, terutama fentanil, bertanggung jawab atas sebagian besar kematian ini, menurut data CDC, menewaskan lebih dari 72.500 orang.
Mengapa fentanil begitu mematikan?
Merujuk Council on Foreign Relation, opioid, kelas obat yang berasal dari tanaman opium poppy, dapat dibagi menjadi dua kategori besar: obat yang diproduksi secara legal dan narkotika terlarang.
Obat opioid, termasuk oksikodon, hidrokodon, morfin, dan fentanil sering diresepkan untuk mengobati nyeri hebat, sedangkan metadon terutama digunakan di pusat perawatan kecanduan.
Opioid mendapatkan popularitas di kalangan dokter pada tahun 1990-an untuk merawat pasien yang telah menjalani operasi atau pengobatan kanker, tetapi pada tahun 2000-an dokter semakin meresepkannya untuk kondisi kronis, seperti nyeri punggung atau nyeri sendi, meskipun mengkhawatirkan keamanan dan efektivitasnya.
Selama beberapa dekade, opioid ilegal yang paling umum digunakan adalah heroin. Namun pada akhir 2010-an, menurut CDC, penggunaan heroin dan kematian akibat overdosis yang melibatkan obat tersebut tampaknya menurun.

Dalam beberapa tahun terakhir, opioid sintetik, dan khususnya fentanil, telah mendorong lonjakan kematian akibat overdosis secara dramatis. Setelah perkembangannya pada tahun 1960-an, fentanil diproduksi secara legal dan diresepkan sebagai anestesi intravena. Dan sementara itu tetap menjadi obat penting dalam pengaturan perawatan kesehatan, pembuatan dan distribusinya yang ilegal telah menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat.
Karena biaya pembuatannya yang murah, pengedar narkoba di Meksiko mulai beralih ke fentanil untuk mencari untung. Persoalannya, fentanil ini 50 kali lebih kuat dari heroin. Dosis kecil obat tersebut bisa berakibat fatal.
Pada Maret 2023 lalu, Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Alejandro Mayorkas menyebut overdosis fentanil sebagai “Satu-satunya tantangan terbesar yang kita hadapi sebagai sebuah negara.”
Selain di Meksiko, fentanil ilegal juga diproduksi di Kolumbia. Sebelumnya, penyelundupan fentanil di Amerika Serikat datang langsung dari Cina, lokasi yang secara tradisional terkait juga dengan peredaran narkoba di Indonesia.
Bulan lalu, Pemerintah Cina membantah keterlibatan dalam perdagangan fentanil ilegal dengan Meksiko. Beijing mengatakan pada Kamis (6/4/2023), belum diberitahu oleh pemerintah Mexico City tentang penyitaan bahan kimia yang digunakan untuk membuat obat terlarang.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning menyalahkan puluhan ribu kematian akibat overdosis fentanil pada AS. “Akar penyebab overdosis terletak pada AS sendiri, dan masalahnya sepenuhnya dibuat di AS. AS harus menghadapi masalahnya sendiri, dan mengambil langkah-langkah yang lebih substantif untuk memperkuat pengawasan domestik dan mengurangi permintaan,” kata Mao.
Pemerintah AS telah menekan Meksiko dan Cina untuk berbuat lebih banyak untuk mengekang perdagangan opioid sintetik. Pemerintah AS mengatakan pada 2021, setelah Cina mulai mengawasi fentanil secara ketat, pedagang Cina mulai beralih dari fentanil jadi ke mengekspor bahan kimia prekursor ke Meksiko. Transaksi itu membuat para kartel di Meksiko semakin banyak memproduksi obat tersebut dan memperdagangkannya ke utara melintasi perbatasan.
Sebagian besar fentanil ilegal ditekan oleh kartel Meksiko menjadi pil palsu. Obat ini dibuat agar terlihat seperti obat lain seperti Xanax, oxycodone, atau Percocet, atau dicampur dengan obat lain, termasuk heroin dan kokain. Banyak orang yang meninggal karena overdosis di AS tidak mengetahui bahwa telah mengonsumsi fentanil.

Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengatakan, tengah mengantisipasi "narkoba zombie" itu beredar di Indonesia.
Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol. Jayadi, di Jakarta, Senin, mengatakan, peredaran narkoba jenis baru bernama flaka yang di dalamnya mengandung fentanyi belum terdeteksi berada di Indonesia.
"Tetapi dengan apa yang terjadi di Amerika, maka saat Rakernis di Bali, kami jug amengimbau kepada seluruh jajaran untuk mengantisiapsi terkait dengan peredaran fentanyl yang ada di sana (Amerika dan sekitarnya)," kata Jayadi.
Perwira menengah Polri itu menjelaskan, penyalahgunaan fentanil memang sedang merebak di Amerika Serikat. "Sampai dengan hari ini, sampai dengan saat ini, kami belum menemukan peredaran fentanyl di Indonesia," kata Jayadi.
Kritik Marketplace Guru Berlanjut
Transformasi tata kelola guru dinilai lebih mendesak untuk dilakukan.
SELENGKAPNYADam Bagi Jamaah Haji; Tinggalkan Jumrah Hingga Bersetubuh dengan Istri
Dam pun berlaku bagi jamaah yang bersetubuh. Termasuk, pada sesudah tahalul pertama.
SELENGKAPNYATerlelap di Antara Gemerlap Ibu Kota
Dulu saya sempat bekerja sebagai buruh di salah satu konveksi di Jakarta Barat, gara-gara pandemi saya di PHK, akhirnya saya mulung untuk menghidupi keluarga, dan saat ini saya tinggal di mana saja.
SELENGKAPNYA