
Pendidikan
Kritik Marketplace Guru Berlanjut
Transformasi tata kelola guru dinilai lebih mendesak untuk dilakukan.
JAKARTA — Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) meminta pemerintah untuk melakukan transformasi tata kelola guru terlebih dahulu sebelum bicara tentang marketplace. Dengan adanya transformasi tata kelola guru yang benar dan baik terlebih dahulu, struktur dasar untuk menjalankan teknologi dan inovasi juga akan menjadi lebih baik.
“Secara sistem, buat yang kuat. Sumber daya manusia dan struktur juga disiapkan yang kuat, dibungkus oleh teknologi dan inovasi baru akan berjalan sesuai dengan sistem. Tidak lompat-lompat seperti sekarang,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal PB PGRI Dudung Abdul Qodir kepada Republika, Senin (29/5/2023).
Dudung menjelaskan, transformasi tata kelola guru tersebut dapat dilakukan dalam beberapa cara. Dimulai dari transformasi penyiapan perguruan tinggi berkelas dunia yang memiliki sarana dan prasarana kampus yang dapat mendukung kualitas dan budaya para calon guru. Dengan demikian, perguruan tinggi bisa mendapatkan calon mahasiswa yang unggul dan berkarakter.
Selain transformasi perguruan tinggi, kata dia, transformasi juga perlu dilakukan terhadap sejumlah tata kelola yang terkait dengan guru. Mulai dari tata kelola penggajian dan kesejahteraan guru, seleksi guru, pembinaan pengembangan karier guru, hingga penghargaan dan perlindungan guru.
“Marketplace hanya cara, tapi harus melalui tahapan transformasi tata kelola yang benar, baik, sistematis, akademis, dan dengan ciri khas Indonesia,” ujar dia.
Dudung mengatakan, jika semua itu belum dilaksanakan lalu pemerintah langsung membuat marketplace, hal itu justru akan membahayakan para guru. Sebab, masih banyak guru-guru yang berada di wilayah blank spot yang harus menjadi perhatian dan pemikiran semua pihak.
“Harus dikuatkan terlebih dahulu, mulai dari sistem, SDM, kemudian transformasi strukturalnya. Kalau belum, ini akan berbahaya bagi para guru,” ungkap Dudung.
Dia menambahkan, dalam pelaksanaannya nanti pun semua harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kualitas para guru dalam mengajar harus terus diperhatikan. Hal itu penting untuk dipastikan demi kepentingan masa depan, jadi perlu disiapkan dengan baik dan benar.
“Harus sesuai aturan-aturan yang berlaku dan menjaga kualitas para guru dalam mengajar. Apalagi untuk masa depan. Jadi, siapkan saja. Tekniknya mau dengan cara marketplace atau apa, yang penting tata kelola disiapkan dengan baik,” ujar dia.

Pemerintah pusat berencana membuat lokapasar yang dipergunakan sebagai talent pool tenaga guru. Pembentukan lokapasar tersebut dilakukan sebagai upaya mengatasi persoalan munculnya guru honorer yang terus terjadi selama bertahun-tahun selama ini dan rencananya akan diberlakukan pada 2024 mendatang.
“Marketplace untuk guru adalah suatu database yang nanti akan didukung secara teknologi. Di mana semua sekolah dapat mengakses siapa saja sih yang bisa menjadi guru dan siapa yang saya mau undang untuk menjadi guru di sekolah saya,” ujar Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam rapat dengan Komisi X DPR yang disiarkan secara daring, dikutip Kamis (25/5/2023).
Ada dua kriteria guru yang dapat memasuki lokapasar tersebut, yakni guru yang sudah lolos seleksi calon ASN dan guru yang sudah lulus pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan. Ketika guru tersebut sudah terkonfirmasi untuk mengajar sekolah, mereka akan otomatis diangkat menjadi ASN.

Dengan rencana di atas, maka akan ada perubahan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN. Upaya tersebut kini tengah dikerjakan secara lintas kementerian. Di samping itu, pembangunan sistem platform lokapasar guru tersebut kini juga sedang dalam proses perancangan dan pengerjaan.
“Tentunya ini semua akan didukung melalui teknologi. Pembangunan sistem marketplace yang sedang dibangun dan dirancang sekarang,” kata Nadiem.
Pemerintah diminta untuk menuntaskan persoalan pelamar prioritas satu (P1) guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebelum bicara soal marketplace tenaga guru. Penyebutan marketplace pun turut disorot karena seolah memperdagangkan manusia yang berprofesi sebagai guru.
“Karena marketplace itu kan untuk ke depannya, ya. Saya berpikir, kenapa harus terlalu menumpuk target? Yang seharusnya target P1 tahun ini tuntas malah mikirin yang tahun ke depan yang belum berjalan,” ujar Ketua Umum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih, Senin (29/5/2023).
Target P1 tahun ini tuntas malah mikirin yang tahun ke depan yang belum berjalan.
Karena itu, dia berharap nasib P1 yang berjumlah sekitar 64 ribu orang itu dipikirkan terlebih dahulu oleh pemerintah. Guru honorer dengan status P1 harus benar-benar dipikirkan dan dituntaskan.
Dia tak ingin persoalan P1 menjadi tenggelam dengan munculnya marketplace. “Saya sedikit kecewa, yang seharusnya memang terpusat untuk menuntaskan P1. P1 ini adalah ciptaannya pemerintah pusat. Kita itu dilabelkan P1,” ujar dia.
Terkait marketplace sendiri, Heti mengatakan, ada sisi positif dan negatif dari upaya pembentukannya. Dari segi pemilihan kata, marketplace dianggap para guru seperti tempat untuk memperdagangkan manusia. Sebab, yang diketahui, marketplace yang ada di media sosial adalah tempat jual-beli barang. “Teman-teman bilang ini seperti perdagangan manusia. Jual-beli guru,” ujar Heti.
Sisi positif yang dia sebutkan adalah terkait dengan pemerataan guru di seluruh wilayah Indonesia. Tapi, di sisi positif itu pun dia nilai terdapat potensi terjadinya pungutan liar (pungli). Menurut Heti, di lapangan kerap ditemui banyak guru yang dimintai uang oleh oknum-oknum kepala sekolah untuk menjadi guru honorer.
“Fakta di lapangan, untuk menjadi guru honorer saja masih banyak yang dimintai uang oleh oknum kepala sekolah. Itu untuk jadi guru honorer. Ini marketplace akan jadi ASN PPPK,” kata dia.
Guru Maryani Protes Marketplace: Dunia Pendidikan Bukan Dunia Usaha
Gagasan marketplace dinilai merendahkan martabat guru.
SELENGKAPNYANadiem Gagas Marketplace, Guru Merasa Seperti Barang Dagangan
Ide Nadiem dikritik karena dinilai seolah menyamakan guru dengan barang dagangan.
SELENGKAPNYAPemerintah Akui Rekrutmen PPPK Belum Maksimal
Indonesia masih perlu 601.286 lagi untuk formasi guru di sekolah negeri.
SELENGKAPNYA