
Motivasi Alquran
Antara Cadar dan Jilbab
Masalah cadar adalah khilafiyah, karena itu tidak perlu diperdebatkan.
DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute
Istilah cadar penutup muka dalam bahasa Arab disebut anniqaabu. Adapun jilbab jamaknya jalaabiibu adalah pakaian yang menutup aurat wanita.
Dalam Alquran digambarkan bahwa kaum wanita hendaklah menutup auratnya dengan cara tidak menampakkan sedikit pun lekuk-lekuk tubuhnya (yudniina ‘alaihinna min jalaabiibihinna) (QS al-Ahzab [33]: 59).
Allah SWT memuliakan manusia dengan membekalinya rasa malu. Rasulullah SAW menegaskan bahwa mejaga rasa malu itu adalah bagian dari iman (alhayau minal iimaan) (HR Bukhari-Muslim).
Agar rasa malu tetap tertanam dalam diri manusia, Allah SWT mengajarkannya pakaian yang menutup aurat.
Agar rasa malu tetap tertanam dalam diri manusia, Allah SWT mengajarkannya pakaian yang menutup aurat. Bagi laki-laki auratnya antara pusar dan perut.
Hal ini sesuai dengan fungsinya laki-laki yang memang diciptakan sebagai qawwam (penanggung jawab dalam keluarga). Setiap hari mereka harus keluar rumah untuk mencari nafkah.
Berbeda dengan perempuan yang secara khusus diciptakan sebagai perhiasan (zuyyina linnaasi hubbusy syahawaati minan nisaa) (QS Ali Imran [3]: 14), maka diwajibkan atasnya menutup seluruh aurat kecuali yang boleh ditampakkan.
Kata “kecuali yang boleh ditampakkan” ini diambil dari ayat dalam surah an-Nur [24]: 31, “Illaa maa zhahara minhaa”.
Mayoritas ulama fikih dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian ulama Syafii mengatakan, maksud yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. Sekalipun dari kalangan mazhab Syafii dan Hanbali mengatakan bahwa menutup wajah bagi kaum wanita adalah wajib.
Berdasarkan ini, maka tidak bisa dipungkiri bahwa memakai cadar bagi wanita Muslimah adalah masalah khilafiyah. Dengan kata lain, selama permasalahan cadar ini berupa khilafiyah, maka tidak boleh satu sama lain saling memaksakan kehendak.
Selama permasalahan cadar ini berupa khilafiyah, maka tidak boleh satu sama lain saling memaksakan kehendak.
Maksudnya, tidak boleh yang meyakini cadar itu wajib menyerang mereka yang tidak bercadar atau sebaliknya. Sebab, bagaimanapun kuatnya dalil masing-masing kubu, itu tidak bisa menafikan dalil yang digunakan oleh kubu yang lain.
Berdasarkan ini para ulama fikih meletakkan kaidah, “Laa inkaara fil mukhtakaf fiihi“ (Tidak boleh saling mengingkari dalam masalah khilafiyah). Termasuk dalam kaidah ini adalah tidak boleh bersikap merasa diri paling benar lalu menyesatkan kelompok yang mengambil pendapat tidak bercadar.
Atau sebaliknya dengan meyakini bahwa pendapat yang lebih benar adalah tidak bercadar lalu menuduh mereka yang bercadar adalah kelompok ekstrem atau garis keras.
Pun juga tidak perlu menyerang kaum wanita yang tadinya bercadar lalu meninggalkannya karena kondisi tertentu. Sebab, selama wanita tersebut masih memakai jilbab (menutup auratnya), maka ia masih dalam wilayah yang disayariatkan Allah SWT.
Hanya saja sebagai catatan bagi yang berubah sikap, tidak perlu mempublikasikan sikapnya secara demonstratif di depan khalayak bahwa dirinya telah meninggalkan cadar. Sebab di dalam bersyariat kita juga dituntut agar menjaga akhlak mulia.
Pun juga tidak perlu menyerang kaum wanita yang tadinya bercadar lalu meninggalkannya karena kondisi tertentu. Sebab, selama wanita tersebut masih memakai jilbab, maka ia masih dalam wilayah yang disayariatkan Allah SWT.
Tampak bahwa ayat tentang menutup aurat di atas terdapat dalam surah an-Nur yang fokus temanya tentang adab sosial. Bahwa menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan bukan saja urusan syariat, tetapi juga urusan akhlak.
Ciri masyakat yang berperadaban adalah yang selalu menjaga kehormatan dirinya, minimal dengan cara menutup aurat.
Semakin tinggi peradaban sebuah bangsa, maka akan semakin terjaga kehormatan masing-masing pribadi yang ada di dalamnya.
Ciri masyakat yang berperadaban adalah yang selalu menjaga kehormatan dirinya, minimal dengan cara menutup aurat.
Sebaliknya, semakin rendah peradaban sebuah bangsa, maka akan semakin banyak di dalamnya perilaku yang merendahkan kemanusiaan dari tingkat pamer aurat sampai pergaulan bebas.
Apapun, masalah cadar adalah khilafiyah, karena itu tidak perlu diperdebatkan. Yang terpenting adalah bagaimana cara menjaga martabat bangsa ini dengan menghidupkan rasa malu setinggi-tigginya.
Sebab, dari sini kita tidak akan mendengar lagi orang Islam berani buka aurat, berzina apalagi korupsi.
Dari Makkah, Semangat Anti-Kolonial Menggema
Hampir seluruh ulama Nusantara yang berperan sentral dalam transformasi intelektual dan sosial adalah alumni Makkah.
SELENGKAPNYAKartu Kesehatan Jamaah Dilengkapi Barcode
Kartu kesehatan jamaah haji ini dilengkapi barcode dan QR code.
SELENGKAPNYADicari Negarawan Bukan Politikus
Cita-cita dan moralitas berpolitik, itulah karakter jiwa negarawan, bukan sekadar politikus.
SELENGKAPNYA