Opini
Ilmuwan Membumi dan Mendunia
Dosen bisa menjadi ilmuwan membumi dan mendunia, dengan menghasilan artikel ilmiah yang dibaca kolega ilmuwan sedunia.
ALI KHOMSAN; Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB
Menulis karya ilmiah menjadi salah satu tugas dosen selain mengajar dan membimbing skripsi mahasiswa. Keberadaan joki penulisan karya ilmiah yang dimanfaatkan mahasiswa dan dosen tentu menjadi aib bagi perguruan tinggi di Indonesia.
Pelanggaran etika yang terkadang tak terdeteksi tiba-tiba terkuak, dan seharusnya mendorong setiap insan perguruan tinggi merenung apa hakikat pendidik yang melekat pada dirinya, dan bagaimana kita menjaga muruah sebagai ilmuwan, dosen, ataupun guru besar.
Apakah benar, sebagian akademisi kita begitu haus jabatan guru besar atau profesor? Jabatan guru besar ibarat jenderal berbintang empat yang sah untuk diraih akademisi, yang telah memenuhi syarat pengajaran, penelitian (publikasi), pengabdian pada masyarakat.
Guru besar identik dengan karya ilmiah, yang ditulis dengan kaidah ilmiah, dan penulisannya dilandasi penelitian yang pasti juga ilmiah.
Namun, syarat etika untuk meraih jabatan tersebut harus selalu dijunjung tinggi. Guru besar identik dengan karya ilmiah, yang ditulis dengan kaidah ilmiah, dan penulisannya dilandasi penelitian yang pasti juga ilmiah.
Ada anggota masyarakat yang mengkritik, banyak calon guru besar dan guru besar yang tidak memiliki tulisan untuk dibaca masyarakat awam (karena tulisannya yang serbailmiah?).
Periode tahun 1980-an Prof Andi Hakim Nasution adalah rektor IPB yang terkenal, tulisannya banyak muncul di media massa. Demikian pula, Prof Syamsoe’oed Sajad, ahli benih IPB yang menjadi penulis serbabisa.
Peraturan Menteri Ristek-Dikti No 20 Tahun 2017 menyebutkan, adanya kewajiban bagi dosen (termasuk guru besar) memublikasikan hasil risetnya di jurnal ilmiah nasional atau internasional dalam kurun waktu tiga tahun.
Pada Pasal 4 peraturan tersebut dinyatakan, dosen berjabatan lektor kepala harus menghasilkan minimal tiga karya ilmiah di jurnal nasional terakreditasi atau satu jurnal internasional dalam kurun waktu tiga tahun.
Di Pasal 8 dinyatakan, publikasi profesor minimal tiga karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional atau satu karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi plus menulis buku (baik buku ajar maupun buku referensi).
Yang dimaksud jurnal ilmiah internasional tentu bukan sekadar jurnal berbahasa Inggris.
Sejumlah persyaratan harus dipenuhi, antara lain, memiliki ISSN, yang ditulis dengan bahasa resmi PBB (Inggris, Arab, Prancis, Rusia, Spanyol, dan Tiongkok), memiliki terbitan versi daring. Dewan Redaksinya berasal dari empat negara, artikel yang dimuat untuk setiap kali terbit paling sedikit penulisnya berasal dari empat negara, dan terindeks Web of Science atau Scopus.
Guna meraih status World Class University, publikasi di jurnal ilmiah dari dosen-dosen di Indonesia harus ditingkatkan.
Guna meraih status World Class University, publikasi di jurnal ilmiah dari dosen-dosen di Indonesia harus ditingkatkan.
Publikasi ilmiah Indonesia bergerak secara eksponensial sejak beberapa tahun terakhir, hingga mencapai puncaknya pertengahan 2019, Indonesia berhasil merajai ASEAN dalam hal publikasi ilmiah untuk 2018.
Pada 2018, berdasarkan data di Scopus, dosen/ilmuwan Indonesia telah memublikasikan karya ilmiah berjumlah 34.007, sementara Malaysia di peringkat kedua dengan jumlah publikasi sebanyak 33.286.
Jika untuk memublikasikan karya ilmiah di jurnal ilmiah internasional bereputasi perlu Rp 20 juta-Rp 40 juta per artikel, pada 2018 dengan jumlah publikasi 34.007 artikel, dosen/ilmuwan Indonesia mengeluarkan Rp 680.140.000.000 – Rp 1.360.280.000.000.
Sebagian dana itu ada yang diganti perguruan tinggi dan ada yang dari dosen sendiri. Sementara itu, anggaran riset di seluruh kementerian dan lembaga pada 2021 adalah Rp 9,9 triliun. Bisa dihitung berapa persen dari dana penelitian, yang akhirnya masuk ke pengelola jurnal internasional.
Sejatinya, penelitian yang dihasilkan perguruan tinggi itu harus menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Mahkota tertinggi penelitian adalah produk yang bermanfaat bagi masyarakat juga bagi pendapatan institusi penelitian, termasuk perguruan tinggi.
Riset harus menghasilkan produk agar perguruan tinggi tidak hanya hidup dari SPP yang dibayarkan mahasiswa, tetapi juga dari hasil penelitian yang menghasilkan paten dan laku dijual ke industri.
Riset harus menghasilkan produk agar perguruan tinggi tidak hanya hidup dari SPP yang dibayarkan mahasiswa, tetapi juga dari hasil penelitian yang menghasilkan paten dan laku dijual ke industri.
Menulis di jurnal ilmiah wajib bagi seorang dosen. Menjadi suatu kelebihan apabila ternyata seorang dosen juga dapat menjadi penulis artikel ilmiah populer atau penulis rubrik opini di media massa.
Jembatan antara suatu karya ilmiah di tingkat akademisi dan implementasinya di tingkat masyarakat, dapat dilakukan dengan menulis artikel di koran.
Jadi, dosen bisa menjadi ilmuwan membumi dan mendunia, dengan menghasilan artikel ilmiah yang dibaca kolega ilmuwan sedunia, sekaligus mampu menulis di rubrik opini koran atau media massa untuk memberi solusi terhadap berbagai permasalahan masyarakat.
Menulis di media massa dengan batasan 800-1.000 kata bukan pekerjaan mudah, sementara dosen sudah lebih terbiasa membuat laporan penelitian yang kalau dihitung bisa melebihi 100 ribu kata.
Menjadi suatu kelebihan apabila ternyata seorang dosen juga dapat menjadi penulis artikel ilmiah populer atau penulis rubrik opini di media massa.
Diperlukan kemahiran mengolah kata dan kalimat agar tulisan yang pendek tetap bernas, padat dengan informasi, dan mudah dicerna oleh kaum awam.
Karena karya tulisan di media massa yang serbaringkas dan pendek, ilmuwan yang rajin menulis di koran terkadang dijuluki “ilmuwan empat halaman”. Menulis artikel di jurnal ilmiah memang sulit, tetapi menulis di koran pun derajat kompetitifnya sangat tinggi.
Tanpa mengabaikan peran jurnal ilmiah internasional yang untuk pemuatannya memerlukan biaya tinggi, menulis di koran tidak memerlukan biaya pemuatan dan bahkan sering mendapat honor untuk setiap tulisan yang dimuat.
Eksistensi “ilmuwan empat halaman” terjaga dengan baik manakala dia rajin menulis di media massa, namanya akan selalu diingat masyarakat.
Meski pada era medsos ini seseorang bisa eksis dengan cara lain, semisal updating status, banyak berkomentar di Twitter, Facebook, dan Instagram. Menjadi penulis di koran, tentu jauh lebih sulit daripada sekadar memberi komentar ringan di medsos.
Penghargaan bagi ilmuwan yang menulis di koran untuk pengumpulan kum (angka kredit) dosen sudah ada dan diatur oleh Kemendikbud-Ristek. Setiap artikel dihargai kumnya senilai 1. Memang masih sangat jauh dibandingkan ilmuwan yang menulis di jurnal ilmiah bereputasi yang nilai kumnya 40.
Masyarakat perlu memahami, tidak perlu mempertentangkan karya ilmiah dosen, apakah berupa artikel jurnal ilmiah atau artikel di koran. Keduanya sama-sama memberikan kontribusi pada khalayak.
Masyarakat perlu memahami, tidak perlu mempertentangkan karya ilmiah dosen, apakah berupa artikel jurnal ilmiah atau artikel di koran. Keduanya sama-sama memberikan kontribusi pada khalayak, yang satu untuk kaum ilmuwan dan yang lain masyarakat awam.
Namun, untuk meraih jabatan tertinggi sebagai guru besar, kewajiban menulis di jurnal ilmiah internasional menjadi syarat khusus yang harus dipenuhi dosen, dan harus dilakukan secara bermartabat dan penuh etika alias tidak membayar joki.
Semboyan ilmuwan adalah publish or perish. Karena itu, melalui kegiatan penelitian dapat dihasilkan artikel jurnal ilmiah yang bermutu, untuk memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan bagi seorang dosen.
Di sisi lain, dengan ilmu yang telah diraihnya sejak gelar S1 hingga S3 dan mendapatkan jabatan profesor, maka menulis opini di koran dapat menjadi sambilan yang mengasyikkan yang secara tidak langsung ikut berperan mencerdaskan masyarakat.
Pergeseran Musim Akibat Pemanasan Global
Wilayah Indonesia rentan terpengaruh akibat El Nino-La Nina dan fenomena pemanasan global.
SELENGKAPNYABersegera Bukan Tergesa-gesa
Perintah bersegera bukan berarti tergesa-gesa karena sikap tergesa-gesa itu berasal dari setan.
SELENGKAPNYA