ILUSTRASI Seorang sahabat Nabi SAW, Thufail bin Amr, memeluk Islam usai mendengarkan dakwah. | DOK REP MUSIRON

Kisah

Kisah Thufail bin Amr Memeluk Islam

Thufail bin Amr berasal dari Bani ad-Dausi, seperti halnya Abu Hurairah.

Pada masa Jahiliyah, sahabat Nabi Muhammad SAW ini merupakan pemuka di tengah kaumnya, Bani ad-Dausi. Thufail bin Amr, demikian namanya, merupakan seorang tokoh yang kharismatik dan cerdas.

Dengan harta kekayaannya, ia dan keluarga gemar membantu karib kerabat. Dengan kecerdasannya, ia menjadi penyair kebanggaan masyarakat setempat.

Pada suatu ketika, Thufail meninggalkan negerinya, Tihamah—dataran rendah sepanjang Laut Merah— menuju Makkah. Waktu itu, pertentangan antara Rasulullah SAW dengan kafir Quraisy semakin nyata. Dakwah Islam menghadapi pertentangan yang amat keras dari musyrikin setempat.

Thufail terlibat dalam kemelut ini tanpa disengaja, karena kedatangannya ke Makkah itu bukan untuk melibatkan diri. Bahkan pertentangan antara Nabi Muhammad dengan kaum Quraisy belum pernah terlintas dalam pikirannya sebelum itu.

Kedatangannya ke Makkah disambut dengan hangat. Ia ditempatkan di sebuah rumah istimewa. Kemudian para pemimpin dan pembesar Quraisy berdatangan menemuinya. ”Hai Thufail, kami sangat gembira Anda datang ke negeri kami, walaupun negeri kami sedang dilanda kemelut.”

“Orang yang mendakwahkan diri menjadi nabi itu (Nabi Muhammad SAW) telah merusak agama kita, merusak kerukunan kita, dan memecah belah persatuan kita semua. Kami khawatir dia akan memengaruhi Anda pula. Kemudian dengan kepemimpinan Anda, dipengaruhinya pula kaum Anda, seperti yang terjadi pada kami.”

“Karena itu, janganlah Anda dekati orang itu. Jangan berbicara dengannya dan jangan pula mendengarkan kata-katanya. Sebab kalau dia berbicara, kata-katanya bagaikan sihir. Perkataannya dapat memisahkan anak dengan bapak, merenggangkan saudara sesama saudara dan menceraikan istri dengan suami.”

 
Mereka terus menceritakan tudingan-tudingan yang aneh mengenai Rasul SAW kepada Thufail. Namun, justru lantaran itu ia menjadi penasaran.
 
 

Mereka terus menceritakan tudingan-tudingan yang aneh mengenai Rasul SAW kepada Thufail. Namun, justru lantaran itu ia menjadi penasaran.

"Demi Allah, aku tidak akan masuk ke tempatnya (Nabi SAW berdakwah) kecuali dengan menyumbat kedua telingaku!" katanya, meyakinkan orang-orang Quraisy itu.

Maka, berangkatlah Thufail ke rumah seorang sahabat yang dijadikan sebagai lokasi majelis ilmu oleh Rasulullah SAW. Karena sengaja menyumbat telinga sendiri, pemuka Banu ad-Dausi ini hanya samar-samar mendengarkan perkataan Nabi SAW di sana. Lagi-lagi, didorong rasa penasaran, ia pun akhirnya membuka sumbatan pada telinganya itu.

"Demi Allah, sesungguhnya aku ini adalah lelaki yang cerdas, bisa membedakan mana omong kosong dan mana petuah. Akan kudengar apa yang diucapkan oleh orang ini (Nabi Muhammad SAW), dan kunilai sendiri," gumamnya dalam hati.

Kemudian, Thufail pun mengikuti ceramah Rasulullah SAW di tempat itu. Termasuk ketika beliau membacakan ayat-ayat suci Alquran. Betapa tersentuh hati dan jiwa lelaki bangsawan itu.

"Subhanallah, aku tidak pernah mendengar kata-kata yang lebih baik dan lebih indah daripada ini!" katanya.

 
Subhanallah, aku tidak pernah mendengar kata-kata yang lebih baik dan lebih indah daripada ini!
 
 

Manakala Rasulullah SAW meninggalkan tempat ceramah, Thufail mengikuti sampai beliau hendak masuk ke dalam rumah. Lelaki Bani ad-Dausi itu lalu menyapa.

Usai memperkenalkan diri, ia berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya kaummu telah datang kepadaku dan berkata yang buruk-buruk tentangmu begini dan begini. Maka, aku tadi mengikuti majelismu karena hendak memeriksa sendiri perkataan mereka. Dan sesudah mendengarkanmu, aku memiliki keyakinan dalam diriku bahwa ucapanmu adalah kebenaran. Maka jelaskanlah agamamu kepadaku."

Rasulullah SAW tersenyum. Beliau pun menerangkan perihal iman dan Islam kepadanya. Segera sesudah itu, Thufail mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ketika bermaksud hendak kembali kepada kaumnya, Thufail berkata, “Ya Rasulullah, aku ini pemimpin yang dipatuhi oleh kaumku. Aku bermaksud hendak kembali kepada mereka dan mengajak mereka masuk Islam. Tolonglah doakan kepada Allah SWT, semoga Allah memberiku bukti-bukti nyata yang dapat memperkuat dakwahku kepada mereka, supaya mereka masuk Islam.”

Rasulullah SAW pun segera berdoa agar Thufail dijadikan baginya tanda supaya kaumnya semakin percaya kepada Thufail.

Di tengah perjalanan pulang, keluarlah suatu cahaya di antara kedua mata Thufail seperti lampu.

 
Di tengah perjalanan pulang, keluarlah suatu cahaya di antara kedua mata Thufail seperti lampu.
 
 

Thufail berdoa, “Ya Allah, pindahkanlah cahaya ini ke tempat lain, karena kalau cahaya ini terletak di antara kedua mataku, aku khawatir kalau-kalau kaumku menyangka mataku telah kena sihir lantaran meninggalkan agama berhala.”

Dengan izin Allah SWT, cahaya itu dipindahkan ke ujung tongkatnya, bagaikan sebuah kandil tergantung. Setelah berada di tengah-tengah kaumnya, yang pertama-tama mendatanginya adalah bapaknya sendiri. Ia sudah berusia lanjut.

Ketika Thufail menawarkan Islam kepada bapak dan istrinya, mereka mau mengikuti ajaran Islam. Namun, saat ia menyeru kaumnya, tak seorang pun dari mereka yang mau mendengar seruan Thufail, kecuali Abd Syams (kelak bernama: Abu Hurairah). Dia paling cepat memenuhi panggilan Islam.

Thufail datang menemui Rasulullah SAW di Makkah bersama Abu Hurairah. Rasulullah SAW bertanya, “Bagaimanakah perkembangan dakwahmu, hai Thufail?”

“Hati kaumku masih tertutup dan sangat kafir. Sungguh seluruh kaumku, Kabilah Daus, masih sesat dan durhaka,” jawab Thufail.

Rasulullah SAW pergi mengambil wudhu, kemudian beliau shalat. Sesudah shalat beliau menadahkan kedua tangannya ke langit, lalu berdoa.

Pada saat itu, kenang Abu Hurairah, dirinya merasa khawatir, jangan-jangan Rasulullah mendoakan agar kabilah Daus celaka. Tetapi sebaliknya, Rasulullah mendoakan agar Allah memberikan hidayah kepada kaum Daus.

Rasulullah SAW segera menyuruhnya pulang. Dan benar saja, saat Thufail menyeru kaumnya, mereka segera menyambut ajakan Thufail. Sejak itu hingga Rasulullah SAW hijrah, Thufail menetap di negerinya.

Perang Sabil Atas Nama Ratu Adil

Ada hal lain yang menjadi energi atau faktor penting bagi Diponegoro memulai pemberontakan.

SELENGKAPNYA

Palestina-Israel dan Konteks ‘Perang Ramadhan’

Perang ini dinamakan demikian karena terjadi pada 10-28 Ramadhan 1393 Hijriyah.

SELENGKAPNYA

Meneguhkan Syahadat

Para pembesar Quraisy memahami betul inti kalimat syahadat.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya