Pengunjung mencari pakaian bekas impor di Jakarta, Kamis (16/3/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Ekonomi

Pakaian Impor Bekas Ancam Industri Retail dan Tekstil

Jual beli pakaian bekas sah-sah saja jika berasal dari produk dalam negeri.

JAKARTA — Serbuan pakaian impor bekas dinilai membahayakan bisnis pabrik tekstil dan garmen lokal yang kebanyakan merupakan UMKM. Semakin maraknya pakaian impor bekas juga dianggap bisa mengancam industri retail Tanah Air.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyatakan, mendukung upaya pemerintah dalam menghentikan impor pakaian bekas. Menurut dia, praktik impor pakaian bekas harus bisa dihentikan.

"Selaku asosiasi yang memiliki toko dan menjual merek global, kami pasti keberatan bila ada barang bekas dengan merek sama. Meski jumlah yang masuk misalnya kecil, tetap akan mematikan toko kami yang menjual barang baru," kata Budihardjo dalam keterangannya seperti dikutip pada Selasa (21/3).

photo
Karyawan menata pakaian di dekat poster promosi diskon salah satu toko di Lotte Shopping Avenue, Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu. - (Prayogi/Republika.)

Permasalahan ini juga berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), apalagi barang bekas yang diimpor merupakan barang palsu. Jika ini terus terjadi, menurut dia, investor akan takut berinvestasi di Indonesia.

Menurut dia, penting digarisbawahi dan dipisahkan mengenai narasi thrifting atau praktik membeli pakaian bekas yang merupakan bagian dari gaya hidup, dengan maraknya impor pakaian bekas ilegal dalam jumlah masif. Dia menekankan, jika praktik impor pakaian bekas tak diberantas, akan mengubah lanskap dan berpotensi menguasai ekosistem pasar ritel di Indonesia, sekaligus menimbulkan persaingan usaha tidak adil.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mendukung aspek positif di dalam budaya thrifting. Salah satu aspek positifnya, yakni upaya masyarakat terutama anak muda yang sadar mengurangi limbah pakaian yang banyak diciptakan dari budaya over comsumption atau konsumsi berlebihan. Gaya hidup tersebut dinilai bisa merusak lingkungan.

"Namun harus diperjelas, memperjualbelikan barang bekas tentunya bukan dilarang. Hanya saja, asalnya dari perputaran atau pertukaran tangan di dalam negeri," kata Budihardjo menegaskan.

Untuk mengatasi permasalahan impor pakaian bekas, pemerintah juga harus terus mendorong gerakan mencintai produk dalam negeri. Pemerintah juga perlu mendorong importir mengajak mitra kerjanya untuk membuat produk di dalam negeri, bukan hanya pakaian jadi.

"Itu sebagai upaya menciptakan lapangan kerja di dalam negeri dan efek berganda dari penciptaan lapangan kerja di Indonesia," tuturnya.

photo
Kementerian Perdagangan memusnahkan 730 bal pakaian, sepatu, hingga tas bekas asal impor senilai Rp 10 miliar di Terminal Bandar Raya Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau, Jumat (17/3/2023). - (Dok Kemendag)

Langkah lainnya yang perlu dilakukan adalah dengan pembatasan masuknya barang-barang impor lewat e-commerce lintas negara. Menurut Budihardjo, pemerintah perlu mengatur batas terendah harga yang boleh diimpor dan penghentian retail online langsung dari luar negeri.

Desainer asal Yogyakarta, Hadriani Ahmad Sofiyulloh (Sofie) menyebut serbuan pakaian bekas sangat dilematis, karena menguntungkan dan merugikan di sisi lain. Serbuan pakaian bekas akan sangat merugikan pelaku UMKM yang sudah lama menggeluti bisnis fesyen. Namun, hal ini juga menguntungkan bagi pelaku bisnis thrift shop di Indonesia. “Yang dirugikan pabrik tekstil dari keterpurukan pascapandemi,” kata Sofie kepada Republika, Selasa (21/3).

Sofie mengusulkan pemerintah menghentikan impor pakaian bekas demi mendukung pabrik tekstil dan garmen yang memproduksi pakaian lokal. Jika melihat penjualan di marketplace (lokapasar), penjual pakaian bekas biasanya memberi harga yang sangat murah.

Meski demikian, Sofie mengatakan, bisnis fesyen memang memiliki segmen masing-masing. Menurut dia, serbuan pakaian bekas tidak akan memberi dampak penjual yang memiliki segmen menengah ke atas. “Segmennya menengah ke bawah akan bersaing sekali,” kata dia.

photo
Pengunjung melihat sejumlah produk UMKM yang dipasarkan pada Hari Nasional (Harnas) UMKM Bandung 2022 di Cihampelas Walk, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Jumat (12/8/2022). - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Sofie mengatakan, desainer atau pemilik brand (jenama) lokal harus memiliki DNA kuat, yang tidak mungkin dimiliki barang impor bekas. Dengan memiliki DNA dan jenama yang kuat, bisnis fesyen tidak akan terpengaruh.

"Salah satunya, harus dikuatkan brand DNA, dan harga masuk di akal, enggak jauh dari kompetitor, harus ada kelebihan dari desain dan produk,” ujar Sofie.

Dia menjelaskan bahwa brand DNA itu dibentuk dari banyak faktor, yaitu target pasar yang dituju, segmen umur, kategori produk, keunikan, apa yang membedakan suatu brand dari lainnya, apa saja kekuatan produk (cutting, material, keunikan produk). Selain itu, brand juga harus memiliki signature sendiri. “Idealis perlu, tapi harus kompromi juga dengan pasar. Idealis yang realistis,” kata dia.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas sejak 2021. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang yang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal dan dapat merusak industri garmen dalam negeri.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat