Anak bermain kacapi Cianjur. | Republika/Aditya Pradana Putra

Safari

Denting Kacapi Cianjuran

Pada sekitar abad ke-18 kacapi hanya boleh dimainkan oleh laki-laki.

Ilham Nurwansah memandangi sejenak benda berbentuk trapesium yang ada di hadapannya. Sambil duduk bersila, jari-jari tangannya mulai memetik beberapa dawai yang terpasang di bagian atas benda tersebut. Irama khas Sunda pun melantun dengan harmonisnya di dalam ruangan Sanggar Perceka yang sederhana, sore itu.

Kalangan seniman karawitan Sunda menamai alat musik tradisional itu kacapi. Di Sanggar Perceka Cianjur, kacapi menjadi instrumen yang wajib dipelajari siswa. Ilham adalah salah satu instruktur yang melatih mereka di tempat kegiatan seni itu.

Sanggar Perceka berada di bawah asuhan budayawan Cianjur, Tatang Setiadi. Ada semacam tradisi yang berlaku di tempat ini. Yaitu, selain kaum Adam, kebanyakan yang berlatih memainkan kacapi di sanggar ini adalah perempuan.

"Ini bentuk upaya penyadaran dari kami, perempuan juga memiliki hak yang sama untuk memainkan kacapi. Tidak seperti di masa awal perkembangan musik kacapi Cianjuran," kata Ilham.

Pada mulanya, sekitar abad ke-18, kacapi hanya boleh dimainkan oleh laki-laki. Itu pun terbatas di kalangan bangsawan saja. Para pemain kacapi perempuan bermunculan ketika Perceka merintis untuk pertama kalinya pada 1970-an. Saat itu, jumlahnya belumlah sebanyak yang sekarang.

photo
Sanggar Seni Perceka. - (Republika/Aditya Pradana Putra )

Kini, kacapi di sanggar ini dimainkan oleh anak-anak dari usia enam tahun hingga remaja. Bahkan, usia dewasa dan orang tua pun masih dapat bermain kacapi bersama di sanggar ini. "Kita punya semangat untuk membina dan memperkenalkan tradisi dan budaya Sunda kepada para generasi bangsa," kata Tatang yang saya temui di Cianjur beberapa waktu lalu.

Pembinaan siswa di Perceka dilakukan sejak usia dini. Khusus untuk materi pembelajaran kacapi, dimulai sejak anak mengenal dan menyukai irama dan nada. Menurut Tatang, hal ini dilakukan dengan harapan dapat merangsang perkembangan emosional dan sosial anak.

Pembelajaran musik pada anak usia dini dan remaja memiliki model yang berbeda. Kegiatan dilakukan dua kali dalam sepekan, yakni Senin dan Kamis dari pukul 14.00-16.00 WIB di Sanggar Seni Perceka, Jl Suroso No 58 Cianjur. Metode yang digunakan adalah lisan, tertulis, dan contoh praktik.

Cepat-lambatnya anak dalam proses pembelajaran tergantung kemampuan dan daya juangnya untuk belajar. Kadang-kadang, kata Ilham, dalam satu kelas ada saja anak yang mampu memahami lebih cepat atau pun sebaliknya, harus diulang beberapa kali baru bisa memahami materi yang diberikan.

Untuk mengukur tingkat kemampuan dan daya serap pembelajaran kacapi di Perceka, dilakukan ujian evaluasi secara berkala setiap satu semester. Ujian yang dilakukan pun terbilang cukup sederhana. Siswa diminta mengulang seluruh materi yang telah diberikan selama proses pembelajaran. "Kalau lulus, mereka akan diberikan materi yang lebih tinggi."

photo
Sanggar Seni Perceka. - (Republika/Aditya Pradana Putra )

Untuk saat ini, Perceka membina belasan anak usia SD-SMP untuk bermain kacapi. Beberapa dari mereka mampu tampil dan bersaing di berbagai lomba dan event. Salah satu yang menjadi kebanggaan mereka yaitu dapat tampil di Istana Presiden, Cipanas, Desember 2012.

"Kadangkala, bila ada kunjungan dari turis mancanegara, anak-anak juga diajak untuk ikut bermain kacapi dan berbagai instrumen lainnya," katanya.

 

Buatan sendiri

Memainkan lagu dengan kacapi menggunakan tangga nada pentatonis Sunda. Sesuai namanya, pentatonis hanya memiliki lima buah nada. Pada tangga nada tradisional Sunda, susunannya adalah 1-2-3-4-5-1 (Rd Machyar Anggakusumadinata menyebutnya dengan da-mi-na-ti-la-da). Setelan nada yang digunakan di antaranya adalah "laras" degung, pelog, salendro, madenda, dan mataraman.

"Sementara untuk mengiringi lagu-lagu modern bertangga nada barat, digunakan kacapi dengan susunan tangga nada diatonis, yakni do-re-mi-fa-sol-la-si-do," terang Ilham.

Beberapa kacapi di Perceka diproduksi secara swadaya. Adapun bahan-bahan dasar pembuatan alat musik ini di antaranya adalah kayu, plat besi, baut, senar, dan cat pelitur. Kayu yang digunakan bermacam-macam, tergantung jenis kacapi yang akan dibuat. Umumnya yang dipakai adalah kayu albasiah dan mahoni. "Tetapi kayu jati juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan, seperti yang kami gunakan untuk membuat kacapi diatonis dengan 30 dawai," tutur Ilham.

photo
Anak bermain kacapi Cianjur. - (Republika/Aditya Pradana Putra )

Ukuran kayu disesuaikan dengan desain jenis kacapi yang akan dibuat. Dalam seni karawitan Cianjuran biasanya dikenal dua macam kacapi, yakni kacapi indung dan kacapi siter. Pemasangan bagian-bagian badan dilakukan dengan tingkat kehati-hatian dan ketelitian tinggi. "Karena, kacapi adalah sebuah instrumen musik. Kesalahan penempatan bagian akan mempengaruhi kualitas suara," jelasnya.

Setelah seluruh bagian badan terpasang, bagian atas (muka) kayu kemudian dibubuhi lubang dengan cara dibor. Lubang ini berfungsi sebagai tempat memasukkan dawai. Oleh karenanya, jumlah lubang tersebut tergantung jumlah dawai pada jenis kacapi yang dibuat (15, 18, 20, 25, 30).

Proses selanjutnya adalah pendempulan untuk menghilangkan pori-pori pada kayu. Dempul yang dioleskan tidak boleh terlalu tebal, karena dapat mempengaruhi suara. Setelah itu, kacapi kemudian diwarnai dengan plitur. Warnanya bisa bermacam-macam. Ada yang hitam, coklat kopi, merah mahoni, abu-abu, ataupun warna lainnya.

"Khusus untuk kacapi indung, selalu diwarnai dengan hitam, karena sudah tradisi dan menjadi ciri khas kacapi Cianjuran," kata Ilham.

photo
Sanggar Seni Perceka - (Republika/Aditya Pradana Putra )

Beberapa kacapi justru ada yang tidak diwarnai. Seperti yang terbuat dari bahan kayu jati misalnya, cukup diplitur dengan warna bening (transparan) karena kayunya sendiri sudah memiliki pola yang indah.

Usai pewarnaan, langkah selanjutnya adalah memasang bagian penyetel nada (yang disebut pureut-Red). Pemasangan bagian ini memiliki dua cara. Pertama, alat penyetel dipasang di bagian depan dengan tuas kayu. Cara ini lazim dipakai untuk kacapi indung yang kesannya lebih tradisional dan klasik. Sementara yang kedua adalah dipasang di sebelah kanan kacapi sebagai pangkal dawai dengan plat besi. Model pemasangan seperti ini sering dipakai untuk kacapi yang lebih modern.

Terakhir, kacapi dipasangi dawai. "Alat ini baru biasanya baru akan menghasilkan nada-nada yang stabil setelah disetel 3-4 kali," jelasnya. Kacapi buatan Perceka dibanderol dengan harga beragam. Untuk kacapi berbentuk perahu, dijual mulai dari Rp 1,5 juta-2 juta. 

Disadur dari Harian Republika edisi 5 Mei 2013 dengan reportase Ahmad Islamy Jamil dan foto-foto Aditya Perdana Putra

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Sebuah Surga di Pulau Hoga

Keindahan alam di bawah laut membuat banyak orang tak pernah bosan menyelam di perairan Wakatobi.

SELENGKAPNYA

Wisata Sejarah ke Pulau Galang

Kisah manusia perahu yang sempat menikmati keramahan nusantara membuat museum di Pulau Galang ini menjadi menarik.

SELENGKAPNYA

Pacu Jawi nan Mendunia

Joki yang wajahnya telah penuh lumpur, menggigit ekor salah satu sapi. Lari kedua sapi itu pun kembali lurus.

SELENGKAPNYA