ILUSTRASI Pondok pesantren yang diasuh Mama Cibogo di Cibarusah dikenal sebagai tempat pelatihan Laskar HIzbullah. | DOK NU

Dunia Islam

Cikal-Bakal Laskar Hizbullah

Laskar Hizbullah, yang diisi kalangan santri, didirikan pada era pendudukan Jepang.

Jepang pada dekade-dekade awal abad ke-20 M berambisi menjadi imperium di kawasan Asia Pasifik. Kejutan dilakukannya pada 7 Desember 1941. Armada laut dan udara Dai Nippon pada hari itu menyerang pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Pearl Harbor, Hawaii.

Hanya beberapa hari sesudah itu, armada tempurnya mulai menduduki daerah-daerah yang kaya sumber daya alam di sekujur Asia, termasuk Indonesia—saat itu masih bernama Hindia Belanda.

Pada Januari 1942, ladang-ladang minyak di Tarakan, Balikpapan, dan Murung Pundak jatuh ke tangan Jepang. Dalam sekejap, balatentara Nippon terus bergerak ke arah selatan. Hingga awal Februari 1942, seluruh Pulau Kalimantan telah didudukinya.

 
Menghadapi Jepang, Belanda kewalahan. Kolonial dari Eropa ini bagaikan harimau ompong yang tak berkuku.
 
 

Menghadapi Negeri Matahari Terbit, Belanda kewalahan. Kolonial dari Eropa ini bagaikan harimau ompong yang tak berkuku. Pada 8 Maret 1942, Negeri Tanah Rendah akhirnya menyerah tanpa syarat. Penyerahan kekuasaan atas Indonesia kepada Jepang dilakukan pihak militer Belanda di Kalijati, Subang. Mulai saat itu, berakhirlah masa kolonialisme Belanda dan pada momen yang sama, dimulailah era pendudukan Nippon.

Jenderal Hitoshi Imamura selaku komandan Tentara Angkatan Darat Jepang ke-16, yang menguasai Jawa-Madura, mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satunya menginstruksikan jajarannya untuk merebut hati penduduk lokal. Tujuan tunggalnya supaya mereka mendukung Nippon dalam PD II.

Dibuatlah berbagai program yang membingkai seolah-olah Jepang adalah “pembebas” bangsa Indonesia dari belenggu kolonialisme. Gerakan Tiga A, yakni “Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia”, pun digalakkan. Mesin propaganda ini gagal karena digerakkan bukan oleh tokoh yang dikenal luas publik Indonesia.

Pada 16 April 1943, Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera), bekerja sama dengan sejumlah tokoh nasional, termasuk Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH Mas Mansur. Walaupun cabangnya tersebar ke banyak daerah, Putera dinilai Nippon masih belum mencukupi.

Melirik umat

Menyadari bahwa kaum Muslimin merupakan elemen terbesar Indonesia, Jepang pun bersiasat. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) kemudian dibangkitkan kembali oleh Nippon. Dikatakan “bangkit lagi” karena MIAI sudah terbentuk sejak zaman Belanda, tepatnya sebagai hasil rapat para pemimpin Muslim di Mushola Pondok Pesantren Kebondalem, Surabaya, Jawa Timur, pada 18-21 September 1937.

Namun, Jepang lantas mencurigai popularitas MIAI sehingga organisasi itu dibubarkan pada 24 Oktober 1943. Sebagai gantinya, dibentuklah Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia alias Masyumi.

Keadaan kian gawat untuk Jepang. Sejak Februari 1943, AS dan sekutu kian sukses menghalau armada Nippon di sejumlah pulau strategis di Lautan Pasifik. Dalam kondisi demikian, Tokyo tidak ingin Indonesia lepas dari genggaman.

Maka Nippon membuka komunikasi bukan hanya dengan tokoh-tokoh pemimpin nasional, tetapi juga pemuka-pemuka agama. Pada September 1943, pemerintah pendudukan Jepang menerima masukan dari sejumlah ulama, termasuk KH Mas Mansur, Tuan Guru H Mansur, KH Adnan dan KH Junaidi.

 
Bagaimanapun, Jepang tidak begitu saja mentransfer pengetahuan tentang kemampuan manajerial kepada tokoh-tokoh lokal.
 
 

Pada 3 Oktober 1943, terbentuklah Pembela Tanah Air (Peta). Ini diisi kebanyakan oleh kaum Islam nasionalis. Para komandan batalyon (daidan-cho) diambil dari kalangan ulama. Bagaimanapun, Jepang tidak begitu saja mentransfer pengetahuan tentang kemampuan manajerial kepada tokoh-tokoh lokal. Sebab, hal itu dikhawatirkan akan menjadi senjata makan tuan, yakni sewaktu-waktu tebersit ide untuk memberontak terhadap Nippon.

Sebaliknya, tempaan yang total diberikan kepada para prajurit Peta. Mereka dibina dengan pelatihan militer yang profesional. Pembinanya didatangkan dari militer Jepang langsung.

Beberapa bulan sesudah berdirinya Peta, timbul keinginan dari pihak Jepang untuk memobilisasi tenaga santri. Para pelajar Muslim itu hendak diarahkan untuk bergabung dengan Heiho.

Berbeda dengan Peta, di Heiho para pemuda Indonesia tidak akan mengalami kenaikan pangkat. Bahkan, beberapa penulis sejarah mengibaratkan Heiho sebagai pertahanan sipil (hansip).

Niat Jepang untuk memasukkan para santri ke dalam Heiho ditentang oleh tokoh kiai. Apalagi, terungkap maksud bahwa santri yang tergabung dalam Heiho nantinya akan dikirim oleh Jepang ke Birma (Myanmar) dan pulau-pulau di Pasifik.

KH Abdul Wahid Hasyim, seorang tokoh Masyumi, menolak permintaan Jepang untuk mengirimkan para santri ke Heiho. Ada beberapa argumentasi yang disampaikannya. Di antaranya, bagi kaum santri, mempertahankan sejengkal tanah negeri sendiri akan lebih menggugah semangat daripada bertempur di luar negeri—apa pun alasannya.

Akhirnya, dia menyarankan pemerintah pendudukan untuk membentuk wadah baru agar dapat menampung kaum santri yang ingin mendapatkan pelatihan militer. Adanya Peta dinilai belum cukup karena kesatuan itu cenderung untuk pemuda nasionalis, bukan terutama para santri.

Usulan KH A Wahid Hasyim itu diterima Jepang. Pada 4 Desember 1944, dibentuklah Laskar Hizbullah. Sebagai pendampingnya, didirikan pula Laskar Sabilillah, yang diisi kalangan kiai.

Corak laskar

Menurut M Abdul Aziz dalam buku Japan’s Colonialism and Indonesia, Laskar Hizbullah dibentuk dengan tujuan mempersiapkan pemuda-pemuda Islam Indonesia untuk mempertahankan Jawa jika tentara Sekutu datang menyerbu.

Pelatihan pertama untuk mereka diadakan pada 28 Februari 1945 di Cibarusah—kini termasuk wilayah Kabupaten Bekasi. Para pelatih didatangkan dari militer Jepang. Seorang di antaranya adalah mualaf-tentara bernama Haji Suzuki.

Berbeda dengan prajurit Peta, anggota Laskar Hizbullah saat itu sama sekali tidak diperbolehkan membawa senjata api. Walaupun begitu, tetap saja keberadaannya memantik semangat para santri. Melihat adanya nama kiai-kiai besar di balik organisasi itu, mereka berduyun-duyun mendaftar. Dan, tentunya spirit perjuangan membela Tanah Air mendorongnya untuk itu.

 
Melihat adanya nama kiai-kiai besar di balik organisasi itu, mereka berduyun-duyun mendaftar. Dan, tentunya spirit perjuangan membela Tanah Air mendorongnya untuk itu.
 
 

Setiap pesantren di Jawa dan Madura diimbau untuk mengirim lima orang utusan sebagai peserta pelatihan Laskar Hizbullah di Cibarusah. Bila ditotal, proses tersebut diikuti sekitar 500 pemuda Islam, berusia antara 18 dan 20 tahun. Cibarusah—bukan, umpamanya, Jombang—dipilih sebagai lokasi pelatihan karena ada ketokohan KH Raden Ma’mun Nawawi atau yang akrab disapa Mama Cibogo.

Santri KH Hasyim Asy’ari itu memiliki pesantren di Cibogo, Cibarusah. Sosok yang bersahabat baik dengan KH A Wahid Hasyim tersebut ditugaskan langsung oleh Mbah Hasyim untuk melakukan pembinaan mental dan menempa spirit perjuangan para anggota Laskar Hizbullah.

Lulusan pelatihan ini ditempatkan di berbagai wilayah di Jawa. Kepada mereka, diwajibkan untuk membentuk cabang Hizbullah pada masing-masing daerah tempat tinggal. Semua anggota laskar tersebut tidak digaji pemerintah. Otoritas militer Jepang di Jakarta hanya memberikan subsidi.

Masyumi pun mengeluarkan dana untuk pembentukan Laskar Hizbullah. Maka keberlangsungan cabang-cabang laskar tersebut di berbagai daerah disokong dukungan para kiai, pesantren, dan Muslimin. Sebagai contoh, KH A Wahid Hasyim yang turut membentuk banyak cabang di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Beberapa bulan kemudian, peristiwa besar terjadi sekaligus menutup PD II: pihak Sekutu menjatuhkan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945. Kabar ini diterima para pemuda dan tokoh nasionalis. Akhirnya, pada 17 Agustus 1945 Sukarno dan M Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan Republik Indonesia.

Damai di Yaman Kian Dekat

Kedua pihak bertikai sepakat saling bebaskan tahanan.

SELENGKAPNYA

Ramalan Rasulullah dan Akhir Imperium Persia

Ramalan Rasulullah SAW tentang kehancuran Imperium Persia terbukti benar adanya.

SELENGKAPNYA

Mengenal Kaum Habib, Zuriah Nabi yang Alim

Sebutan habib biasanya disematkan pada bagian dari keturunan Rasulullah SAW.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya