
Sastra
Renungan Senja
Puisi Syarifah Rahmah
Oleh SYARIFAH RAHMAH
Renungan Senja
Matahari meninggalkan cahaya siang
Warna langit redup seiring alunan suara gerombolan nyamuk
Angin semilir membangkitkan gairah perempuan mengenang Sewindu kematian cinta sejatinya
Ratapan ini untuk dia yang jauh di sana
Berpelukan dengan bumi
Bermalam dalam alam berbeda
Tetesan hujan menghentak atap rumah
Seperti bidadari menari
Aura jiwa mengalir mengikuti gelombang air
Kaki mungil berjalan pelan mencari tempat pulang
Hamparan keindahan itu bukan milik kita
Yang tersisa kemarin hanya remah roti dalam panci
Hari ini kemarau telah pergi
Suaran panggilan cinta adalah warna pelangi di dasar kegusaran hati
Gapai sepertiga malam
Sambut rengkuhannya
Ketenangan malam membuka tirai gelap
Kasih sayang Nya bersemayam indah dalam darah terluka
Lhokseumawe, 20 November 2024
***
Penyesalan
Tubuh mu kecil
Akal mu dangkal
Mimpi mu palsu
Keinginan mu sebatas jalan setapak
Tanganmu penuh sayatan pisau tajam
Sinar mata tanpa cahaya kehidupan
Tusukan jarum suntik seperti bulatan tahi lalat
Mulutmu beceracau
Sakau menunggu aliran manis
Jejak kaki hanya sekian Senti
Gelar sarjana S2 tersemat di pundak kurusmu
Tanpa bimbingan kau menimba ilmu dari guru kejahatan
Tanpa siraman rohani kau setiap ajaran setan
Tubuh kecil mu terbelah dan hancur
Dunia ini bukan istana surga
Keabadian jangan kau cari di sana
Tawaran kebahagiaan hanya ajakan kehancuran
Generasiku kini padam
Dalam alunan nada tanpa syair dan cerita
Lhokseumawe, 21 November 2024
***
Air Mata Gadis Kecil
Jalanan becek penuh tanah liat
Kaki kecil langkah pendek berjalan di pematang
Musim hujan belum lagi tiba
Petir menggelegar menghantam tanaman padi milik petani
Gelombang suara membahana rasa ketakutan
Satu tubuh tumbang
Satu nyawa melayang
Perempuan malang
Terkapar bersimbah lumpur hitam
Jari mungil mengusap wajah pucat tanpa darah
Ruh kehidupan melayang memandang jasad beku
Rembesan air mata membasahi tubuh kurus dan ceking
Bu.... Bangun
Bu.....gendong aku
Bu......jangan tidur
Wajah-wajah asing menatap kasihan
Semua tangan kaku sulit digerakkan
Kilatan kesakitan hanya perasaan semata
Kehancuran jiwa dan raga membentang di sudut pancaran mata kesedihan
Lhokseumawe, 18 November 2024
***
Anak-Anak Tanpa Busana
Transparan bukti nyata kehidupan Indonesia
Pelarian bukan untuk sebuah harga pasti
Kehilangan menuai tangisan di akhir sebuah catatan
Bayangan terbang mencari sarang tuk bersemayam
Tahta kesucian tercerai berai oleh waktu
Jembatan pendakian tempat bercokol kemurnian
Tangan kekar merobek kulit tipis bayi merah
Itu bukan jajanan pasar
Itu hanya obyek tanpa suara
Pandangan para raksasa menuai cemoohan
Daun muda di rebahkan
Kepolosan dikotori syahwat
Kesalahan menimpa rasa sakit
Mereka bukan parasit
Mereka bukan bumbu penyedap masakan
Mereka bukan tanah liat menjadi bentukan
Mereka anak-anak kita
Penyelamat dosa menuju surga
Mereka nestapa dan hancur
Kini.... Sudut hatinya bukan lagi menyimpan potret ayah bunda
Relung hatinya tersayat berdarah dan luka
Lhokseumawe, 19 November 2024
***
Zat Kematian
Asap mengepul dari cerobong bibir kanak-kanak berseragam
Semua nya asik dengan alam mimpi
Para penjual serbuk hilir mudik menjajakan dagangan penghancur masa depan generasi
Semuanya menjadi zombi
Tertidur ibarat orang mati
Generasi kian rusak
Para pengedar berkibar dalam kehidupan jiwa-jiwa terkoyak
Para cukong bandar besar tertawa di atas derita anak-anak bangsa
Pabrik-pabrik berdiri kokoh di antara rumah kayu rakyat jelata
Semua senyap dalam diam tanpa kata
Lihat para penjaja bertebaran dalam kota kita
Menidurkan anak-anak kita dalam mimpi sunyi
Negeri ini hancur dan rapuh
Di tiap sudut kota generasi kita meringis mengusap nadi terkoyak dan luka
Akar kehidupan tumbang
Para bandar menari di atas kehancuran generasi
Rasa kasih dan cinta terhempas dalam lembaran hasil rampasan masa depan
Anak-anak tertidur lelap
Tubuh kurus, mata cekung dan lunglai menyebar di jalanan penuh sampah kotor dan bau
Kemana rasa keadilan pergi
Lihatlah wajah suci anak negeri
Erangan kematian menyeru terbawa angin lalu
Para bandar menggila membangun pabrik narkoba di mana-mana
Produksi melimpah ruah
Tua muda berprestasi pora menanggalkan iman pada Sang Penguasa Alam Semesta
Tanpa rasa zat penghancur akal mengalir menembus jantung sampai ke ujung kepala
Mereka terkapar dalam kubangan lumpur nista
Ayah dan bunda mengurut dada menahan sesak nelangsa.
Rapuh
Retak
Terkoyak
Harapan kehidupan
Berganti kematian
Lhokseumawe, 17 November 2024
***
Syarifah Rahmah, Lahir dan besar di kota Lhokseumawe. Bekerja sebagai pengajar dan aktif menulis buku dan puisi. Menjadi salah satu penulis terbaik dalam lomba menulis puisi tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh CV Simpel Publisher, dalam tema Terluka. Beberapa puisi juga sudah pernah di muat di Republika. Beberapa puisi juga sedang di muat di Antopologi puisi bencana Suara dari Padang Panjang bertajuk "Bencana". Selanjutnya menulis puisi juga di Antologi Aleniaku.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.