Salah satu poster yang ditempelkan di pagar saat unjuk rasa di depan kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (3/3/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Misteri Transaksi Rp 300 Triliun di Kemenkeu

Uang dalam jumlah besar itu diklaim bukan dari korupsi atau TPPU.

Oleh IIT SEPTYANINGSIH

Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD beberapa waktu lalu telah membuat kehebohan. Ia mengeklaim ada sebesar Rp 300 triliun transaksi mencurigakan beredar di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Isu itu dilayangkan Mahfud seturut dengan sorotan terhadap kekayaan luar biasa milik pegawai pajak di Kemenkeu.

Masyarakat menanti-nantikan kejelasan soal pengungkapannya. Apa yang sebenarnya terjadi di kementerian yang mengurusi kas negara tersebut?

Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Irjen Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh menegaskan, transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang diungkap Menko Mahfud MD bukanlah dari korupsi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU). Transaksi itu merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

“Jadi, prinsipnya, angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai di Kementerian Keuangan,” ujar Awan, dilansir laman Kemenkeu pada Kamis (16/3). Ia melanjutkan, Kemenkeu berkomitmen melakukan pembersihan secara menyeluruh di lingkungan lembaganya.

photo
Kotak Pandora Kasus RAT - (Repubika)

Mengenai berbagai informasi tentang pegawai, kata dia, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu terus menindaklanjuti secara baik. "Kita panggil dan sebagainya. Intinya, kerja sama antara Kementerian Keuangan dan PPATK sudah begitu cair,” tutur dia.

Pada kesempatan lain, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, TPPU merupakan tindak pidana yang bisa didalami dan ditindaklanjuti jika terdapat tindak pidana asal atau predicate crime. Ia menjelaskan, undang-undang (UU) tentang TPPU memuat banyak daftar tindak pidana asal.

“Ada dua yang terkait sama Kementerian Keuangan, tindak pidana pajak dan tindak pidana kepabeanan dan cukai,” kata dia.

Wamenkeu mengatakan, Kementerian Keuangan meneliti dan mendalami tindak pidana pajak dan kepabeanan dan cukai. Ketika tindak pidana tersebut dikembangkan menjadi tindak pidana pencucian uang, basisnya adalah laporan intelijen dari PPATK berupa laporan transaksi dan analisis terkait tindak pidana pajak atau kepabeanan dan cukai.

“Ini yang dilakukan oleh wajib pajak yang kita teliti ke siapa saja, ke pihak-pihak mana saja, baik orang maupun badan. Dilihat seluruhnya, kalau istilahnya itu spider web. Jadi, dilihat itu keterkaitan, jejaringnya ke mana saja, dan kemudian yang dipahami sebagai berapa uang yang beredar itu,” kata dia.

Mengenai pemberitaan mengenai transaksi Rp 300 triliun yang beredar di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Suahasil menegaskan, yang menjadi masalah bukan jumlahnya, melainkan masalah penelisikan satu per satu keterkaitan antara pidana pajak, kepabeanan, dan cukai dengan siapa saja yang menerima uang.

“Itu sebenarnya memang betul bisa ratusan triliun. Hanya saja cara kita melakukan ini kan benar-benar harus didalami. Sejak 2010, Ditjen Pajak telah melakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang, terbukti sudah masuk ke pengadilan dan sudah ada vonisnya,” ujar Suahasil.

Sejak adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Wamenkeu mengatakan, apabila dalam proses pembuktian ditengarai terdapat unsur pencucian uang, pihak-pihak terkait harus membuktikan harta dan aset tersebut bukan dari hasil pencucian uang. Kalau yang bersangkutan tidak bisa membuktikan, aset itu bisa diambil.

photo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023). - (Antara/Agus Suparto)

"Ini sudah Rp 7 triliun yang bisa diambil karena tidak dapat dibuktikan ini bukan bagian dari pencucian uang oleh pihak-pihak terkait itu. Ini pun sudah dilaporkan juga oleh PPATK, dilaporkan juga oleh Ditjen Pajak karena memang kita kerja sama dengan sangat erat,” ujarnya.

Pada Selasa (14/3) lalu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendatangi Kantor Kemenkeu guna menjelaskan soal transaksi Rp 300 triliun. Dirinya menuturkan, Kementerian Keuangan merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Maka dari itu, PPATK berkewajiban melaporkan setiap kasus yang terkait kepabeanan dan perpajakan kepada Kementerian Keuangan. "Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut dengan kemarin Rp 300 triliun," ungkap dia.

Dalam kerangka itu, kata Ivan, perlu dipahami bukan tentang adanya abuse of power maupun korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan, melainkan lebih kepada tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang menangani berbagai kasus tindak pidana asal. Kewajiban PPATK, pada saat lembaga tersebut melakukan hasil analisis, adalah menyampaikannya ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.

photo
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) didampingi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (kedua kiri) dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kedua kanan) menyampaikan keterangan pers mengenai kasus korupsi di Papua, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022). - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Kepala PPATK menegaskan, laporan tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai di Kemenkeu, tetapi itu karena posisi Kemenkeu yang merupakan penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan.

“Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian yang kalau kami koordinasikan relatif permasalahan secara internal sangat kecil dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain," tuturnya.

Maka, lanjut Ivan, PPATK sangat percaya diri menyerahkan seluruh kasus mengenai kepabeanan dan perpajakan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti. "Ini sekali lagi bukan tentang penyimpangan ataupun bukan tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan,” ujar dia. 

Kecemburuan Istri dan Diamnya Rasulullah

Adakalanya, Rasulullah SAW memilih sikap diam saat menghadapi kecemburuan istrinya.

SELENGKAPNYA

Azab Allah pada Kaum Aylah

Sebagian besar kaum Aylah melanggar ketentuan Allah SWT.

SELENGKAPNYA

AMKI: Aktivitas Masjid Kampus Tetap Berjalan

Program di masjid kampus tetap berjalan hanya saja dalam bentuk daring.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya