
Dunia Islam
Sejak Kapan Islamofobia Menggejala?
Islamofobia mungkin adalah sebuah istilah baru, tetapi gejalanya merentang jauh ke belakang.
PBB memperingati tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Membasmi Islamofobia (International Day to Combat Islamophobia). Seperti dilansir dari situs resminya, PBB mendefinisikan Islamofobia sebagai sebuah “ketakutan, prasangka, dan kebencian terhadap umat Islam".
Ketiga sikap itu pun mengarah pada “provokasi, permusuhan, dan intoleransi dengan cara mengancam, melecehkan, menghasut, dan mengintimidasi” yang ditujukan baik kepada Muslimin maupun non-Muslim, di dunia maya maupun nyata.
Menilik pada sejarah, Islamofobia sesungguhnya sudah menggejala sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa tersebut, permusuhan terhadap Islam justru muncul di tengah-tengah masyarakat Arab yang jelas-jelas adalah saudara sebangsa dengan Rasulullah SAW sendiri.
Menilik pada sejarah, Islamofobia sesungguhnya sudah menggejala sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Selama periode Makkah (610–622 Masehi), Nabi SAW dan kaum Muslimin menghadapi ujian yang sangat hebat dari kelompok kafir setempat. Masyarakat Arab Jahiliyah ketika itu melakukan serangan habis-habisan terhadap dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW. Sejumlah tokoh Quraisy, seperti Abu Jahal dan Abu Lahab, gencar memprovokasi orang-orang untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap Nabi SAW dan para pengikutnya.
Sejumlah sahabat beliau pun menjadi korban kekejaman musuh-musuh Islam. Sebut saja, kedua orang tua Ammar bin Yasir, Khabbab bin al-Arat, dan Bilal bin Rabah. Mereka disiksa dengan cara yang amat sadis oleh kaum kafir Makkah. Semua itu hanya karena kegigihannya dalam mempertahankan iman dan Islam.
Tidak hanya itu, Rasulullah SAW juga tak luput menjadi sasaran kebencian orang-orang kafir. Dalam beberapa riwayat disebutkan, beliau pernah dihina, diludahi, bahkan disakiti oleh orang-orang yang memusuhi Islam. Bagaimanapun, semua perlakuan itu dihadapi Nabi SAW dengan penuh kesabaran.
Setelah Nabi dan para sahabat hijrah ke Madinah, kaum kafir Makkah masih saja menunjukkan sikap permusuhannya terhadap Islam. Situasi semacam itu terus berlangsung selama beberapa tahun.
Hingga terjadinya peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah) oleh kaum Muslimin pada 8 Hijriyah atau bertepatan dengan 630 Masehi. Sejak itu, barulah Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat Jazirah Arab.
Di era kejayaan Islam
Sepeninggalnya Rasulullah, pengaruh Islam semakin berkembang hingga ke luar Jazirah Arab. Beberapa penaklukan yang berlangsung selama pemerintahan Dinasti Umayyah, Abbasiyah, dan Ottoman, memberi kontribusi besar dalam membentuk peradaban Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa.
Namun demikian, proses ekspansi di bawah dinasti-dinasti Islam itu bukannya tanpa hambatan. Sikap kebencian dan permusuhan yang mulai tumbuh di tengah-tengah masyarakat Barat, menjadi satu tantangan tersendiri yang dihadapi kaum Muslimin selama periode tersebut.
Ketakutan terhadap pengaruh Islam yang semakin meluas mulai tertanam di kalangan masyarakat Barat untuk pertama kalinya semasa Perang Salib (antara 1095–1291).
Ketakutan terhadap pengaruh Islam yang semakin meluas mulai tertanam di kalangan masyarakat Barat untuk pertama kalinya semasa Perang Salib (antara 1095–1291) yang melibatkan tentara Muslim dan Kristen Eropa. Pada masa-masa itu, Kekaisaran Bizantium dan Gereja Roma menggunakan propaganda sentimen anti-Islam untuk merebut Yerusalem dari tangan kaum Muslimin.
"Para sejarawan mencatat, jumlah orang Islam dan Yahudi yang terbunuh di al-Quds (Yerusalem) selama berlangsungnya Perang Salib tidak kurang dari 70 ribu jiwa,” ungkap A Said Gul dalam tulisannya, History of Islamophobia and Anti-Islamism yang dimuat The Pen Magazine (2011).
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol), beberapa jenis pertikaian yang terjadi antara penduduk Kristen dan Muslim juga didasari oleh fobia terhadap Islam. Puncak dari konflik itu adalah Reconquista, yakni penaklukan kembali Semenanjung Iberia oleh kaum Kristen Eropa yang ditandai dengan runtuhnya Emirat Granada pada 1492.
Setelah runtuhnya Emirat Granada, penindasan yang dilakukan rezim Kristen terhadap penduduk Muslim meningkat di Eropa.
Setelah runtuhnya Emirat Granada, penindasan yang dilakukan rezim Kristen terhadap penduduk Muslim meningkat di Eropa. Umat Islam yang tersisa di Andalusia diusir ke Afrika Utara atau dipaksa memeluk agama Kristen. Kebebasan mereka sebagai warga negara benar-benar juga dibatasi sejak itu.
Menurut catatan sejarah, Raja Philip III dari Spanyol mengusir 300 ribu Muslim Andalusia antara 1610 dan 1614 lewat titah yang ia keluarkan pada 22 September di 1609. Melalui praktik tersebut, rezim Barat berusaha melenyapkan semua jejak peradaban Islam yang nyata-nyata telah banyak memberikan kontribusi dalam proses pencerahan Eropa.
“Semua peristiwa yang dialami kaum Muslimin sejak Perang Salib hingga Reconquista jelas-jelas merupakan bagian dari wajah anti-Islamisme atau Islamofobia yang terus berevolusi di tengah-tengah masyarakat Barat, bahkan sampai hari ini,” ujar A Said Gul lagi.
Minarets in the Mountains, Ikhtiar Basmi Islamofobia
Dalam karyanya ini, Tharik Hussain coba telusuri akar Islamofobia di Barat.
SELENGKAPNYADakwah Masjid Kampus yang Kian Redup
Lembaga dakwah kampus tidak siap untuk beralih dari sistem offline ke sistem online.
SELENGKAPNYA