Pekerja Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta memasang batuan Yoni dan Lingga saat pemugaran Candi Kedulan di Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (20/7). Pemasangan Yoni dan Lingga sebagai unsur utama pemujaan pada bangunan candi Hindu terseb | ANTARA FOTO

Safari

Bukan Borobudur Atau Prambanan, Eksotisnya Candi ‘Marginal’

Candi di sisi timur Yogyakarta iidak terlalu sulit dikunjungi.

Siapa tak kenal Candi Prambanan di Yogyakarta atau Candi Borobudur di Magelang? Candi-candi marginal yang namanya tidak terlampau populer sejatinya masih banyak bertebaran di kawasan perbatasan timur Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Candi-candi yang berada di antara perbukitan-perbukitan Gunung Sewu dan perpanjangan Gunungkidul di sisi timur Kota Yogyakarta itu tidak terlalu sulit untuk dikunjungi. Bisa dengan memakai kendaraan pribadi atau sewaan.

Berbekal beberapa informasi yang sudah saya kumpulkan, saya mencoba menjelajahi situs-situs candi marginal di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pukul 13.00 usai shalat Jumat (16/9) di sebuah masjid di bilangan Condongcatur, saya berangkat menumpang mobil berjenis jip bersama kawan saya, Mas Buldanul Khuri yang berperan sebagai pengemudi sekaligus pemandu jalan. Saya pun bersiap-siap mengunjungi enam candi hanya dalam waktu setengah hari.

Agar tidak berputar-putar jalan, Mas Buldan memilihkan rute yang akan dilewati secara berurutan. Kami pun akhirnya memilih rute melalui jalan kampung YogyaSoloKlaten. Pemandangan areal persawahan dan perkebunan menghampar di kanan-kiri jalan menjadi hiburan tersendiri sepanjang perjalanan.

Diawali Candi Kedulan

Rute candi pertama yang saya kunjungi adalah Candi Kedulan di Dusun Kedulan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Kompleks candi yang diperkirakan berasal dari kebudayaan Hindu pada zaman Kerajaan Mataram Kuno abad 8 dan 10 M itu tampak berserakan.

Candi Kedulan berada di bawah tanah sedalam delapan meter. Kesan pertama ketika melihat candi ini seperti dibangun di dalam sebuah kolam. Candi Kedulan yang sudah tertimbun pasir lava Gunung Merapi selama berabad-abad itu ditemukan pada 1993 oleh penambang pasir dalam keadaan runtuh.

Dari hasil rekonstruksi, Candi Kedulan merupakan candi induk berbentuk bujur sangkar dengan tiga buah candi perwara di sisi timurnya. Di sini bisa dijumpai arca mahakala, arca nandiswara, dan sebuah arca sapi tanpa kepala. Meskipun tubuh dan atap candi ini belum seluruhnya selesai disusun, Candi Kedulan menarik untuk dikunjungi. Di sini kita bisa temui banyak relief bermotif batik dengan ukiran yang sangat rumit, halus, dan indah.

Berdasarkan prasasti Pananggaran dan Sumudul yang berangka 791 Saka atau tahun 869 Masehi yang ditulis dalam huruf Palawa berbahasa Sansekerta, Candi Kedulan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.

Kedua prasasti tersebut yang berisi kisah mengenai pembebasan pajak tanah pembuatan bendungan dan irigasi serta pendirian bangunan suci Tiwaharyyan pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Bangunan suci Tiwahayyan itulah yang kemudian diperkirakan sebagai Candi Kedulan. Hampir satu jam saya di candi ini.

photo
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno (kedua kanan) mengunjungi komplek Candi Plaosan di Desa Bugisan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Jumat (1/7/2022).  - (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/rwa.)

Candi Plaosan

Candi Plaosan adalah tujuan berikutnya. Candi kembar di antara reruntuhan batu-batu itu berlokasi di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan. Candi Plaosan yang dipisah oleh sebuah jalan desa ini kemudian lebih dikenal sebagai Candi Plaosan Lor (utara) dan Candi Plaosan Kidul (selatan). Lokasi kedua kompleks candi tersebut berada di antara hamparan sawah dan perkampungan.

Sambil menyantap sebungkus nasi kucing di sebuah warung angkringan tepat di seberang pintu gerbang Candi Plaosan Lor, tak henti-hentinya saya mengagumi kemegahannya. Candi Buddha ini dibangun oleh seorang putri raja bernama Pramodhawardhani atau Sri Kahulunan dari Dinasti Sailendra yang didampingi suaminya dari dinasti Hindu bernama Rakai Pikatan pada abad ke-9 M.

Setelah membayar tiket masuk, dengan leluasa saya masuki kompleks candi yang luas ini. Relief-relief yang terpahat di dinding candi terlihat sangat detail dan rapi, mengingatkan relief-relief di Candi Borobudur. Candi Buddha ini memiliki dua bangunan induk berupa candi kembar bertingkat dua menghadap ke arah barat yang dikelilingi enam buah stupa besar.

Selain stupa, Candi Plaosan ini dikelilingi pagar batu dan candi perwara kecil berjumlah 174 buah. Pada beberapa perwara dijumpai tulisan-tulisan yang mewartakan bahwa candi ini merupakan bentuk sumbangan dari bawahan raja.

Di dalam dua candi induk itu terdapat enam lorong ruangan. Di ruang tengah terdapat dua arca Buddha duduk berderet di atas Padadmasana menghadap pintu. Jika matahari sedang bersinar dari arah barat, secara otomatis sinarnya akan masuk dan menyinari arca Buddha. Sungguh suatu pemandangan yang eksotis.

Di sebelah utara, terdapat selasar panggung batu berbentuk umpak-umpak batu yang menyimpan 22 arca dengan kondisi sebagian sudah hancur. Demi mengabadikan detail, ornamen, dan bentuk bangunan Candi Plaosan ini, memory card di telepon genggam saya hampir penuh karena banyak mengabadikan gambar di candi ini.

Candi Banyunibo Penjelajahan berikutnya ke Candi Banyunibo. Lokasi candi ini di Dusun Cepit, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan. Banyunibo dalam bahasa Jawa yang berarti air yang menetes ini merupakan candi Buddha yang dibangun pada abad ke-9. Situs candi ini berada di sebuah lembah sempit yang dikelilingi dusun dan persawahan.

 
Suasana di sekitar candi sangat tenteram dan sejuk karena dikelilingi pepohonan rindang dan sebuah sungai kecil mengalir di depan candi. 
 
 

Suasana di sekitar candi sangat tenteram dan sejuk karena dikelilingi pepohonan rindang dan sebuah sungai kecil mengalir di depan candi. Saking terpencilnya keberadaan candi ini, sebutan lain untuk Candi Banyunibo adalah Si Sebatang Kara Banyunibo. Dengan harga tiket masuk Rp 2.000 saja pengunjung akan dimanjakan oleh keindahan bangunan candi berbentuk tambun dengan atap melengkung dengan stupa bertengger di atapnya.

Ketika candi ini ditemukan pada 1940, kondisinya dalam keadaan runtuh hingga pada 1973 dilakukanlah pemugaran. Candi Banyunibo sendiri terdiri dari sebuah bangunan induk dan enam buah candi perwara: tiga buah berada di sebelah selatan dan tiga buah lainnya berada di sebelah timur. Di setiap sisinya terdapat dua buah jendela dan pada bagian dinding sebelah selatan dan utara terdapat relief.

Candi Sojiwan

Matahari sudah membungkuk di sebelah barat. Masih ada tiga candi lagi yang ingin saya kunjungi. Dan bergegaslah saya menuju Candi Sojiwan di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan. Candi ini berada di pinggir jalan desa dengan lingkungan yang asri dan menenangkan.

Tiket masuk candi ini sebesar Rp 2.000. Candi Sojiwan yang tinggi menjulang menghadap barat ini berdiri di atas lahan seluas 100 meter, dengan sebuah stupa besar dan dikelilingi stupa-stupa kecil di bawahnya memberi kesan bahwa candi itu merupakan candi Buddha.

Nama Sojiwan ini ditafsirkan ada hubungannya dengan Rakyan Sanjiwana yang disebut-sebut dalam prasasti Rukam yang berangka tahun 829 Saka atau 907 Masehi. Prasasti itu mengabarkan bahwa Sanjiwana adalah nenek Raja Balitung pada zaman Mataram Kuno yang memerintah pada 896930 M dengan gelar Watukumara.

Adapun yang menarik pada Candi Sojiwan ini adalah relief-relief fabel yang sarat pesan moral terpahat di bawah selasar candi yang mengisahkan Kambing dan Gajah, Buaya dan Kera, Perkelahian Banteng dan Singa, Seekor Burung dengan Dua Kepala, Gajah dan Sebatang Kayu Pada Belalainya, Lembu Jantan dan Seekor Serigala, Manusia Berkepala Singa, dan lain-lain.

photo
Petani memanen cabai di samping Candi Plaosan, Klaten, Jawa Tengah, Selasa (29/12). Candi Plaosan dan Candi Sojiwan ditutup selama libur panjang tahun baru. Hal ini menyusul adanya laporan petugas yang terpapar Covid-19. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Candi Barong

Dari kejauhan, Candi Barong ini tampak menyeruak di atas bukit Batur Agung di Dusun Candisari, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, atau sekitar 300 meter ke arah timur dari Situs Kraton Boko. Rute menuju Candi Barong tidak semulus rute sebelumnya, jalannya sempit, menanjak, dan agak rusak.

Jika dilihat sepintas, Candi Barong memiliki bentuk yang agak aneh dan janggal. Keanehan itu bisa ditemukan saat saya memasuki candi. Saya dibuat kebingungan ketika mencari anak tangga untuk menuju puncak candi setinggi 9,05 meter yang menghadap arah barat itu.

Candi Barong yang bisa dimasuki tanpa biaya ini merupakan sepasang candi suci tempat pemujaan Dewa Wisnu dan Dewi Sri yang dibangun pada abad 910 M. Lokasi candi ini di atas sebuah punden berundak yang tersusun dari tiga teras. Barangkali karena hiasan kalamakara yang menyerupai barong bercorak Hindu pada gapuranya, candi ini dinamai Candi Barong.

Matahari Tenggelam di Candi Ijo

Matahari benar-benar akan tiarap, tenggelam di ufuk barat langit Dukuh Nglengkong, Dusun Groyokan, Desa Sambirejo. Kami melewati ruas jalan yang tanjakannya sangat curam dan berkelok-kelok, melewati perkampungan dan tebing Breksi.

Rasa takjub dan bahagia menyergap saat saya berhasil menuju puncak bukit kapur berwarna hijau atau gumuk ijo untuk memandangi Candi Ijo dari dekat. Udara di atas bukit ini lebih dingin karena berada di atas ketinggian 410 mdpl. Inilah kompleks candi tertinggi di Yogyakarta!

Pemandangan Kota Yogyakarta yang berada di bawah sana terlihat sangat indah. Keindahan itu kian bertambah ketika dipadukan dengan langit merah kesumba seiring tenggelamnya matahari. Terlihat pula landasan terbang Bandara Udara Adisucipto terhampar di bawah lengkap dengan seluruh kegiatan di sana.

Untuk memasuki Candi Ijo tidak dipungut bayaran. Candi ini sudah mulai dikenal luas, terbukti dengan banyaknya wisatawan lokal di pelataran candi dan beberapa turis asing. Candi Ijo yang dibangun pada zaman Mataram Kuno abad ke-9 ini memiliki 17 struktur bangunan yang terbagi dalam sebelas teras berundak.

Ada empat bangunan dalam kompleks iini, satu candi utama yang diapit tiga candi perwara sebagai simbol Hindu Trimurti, yaitu penghormatan kepada Dewa Brahma, Shiwa, dan Whisnu. Bangunan candi utama dan tertinggi merupakan candi yang sakral, yaitu dengan adanya bak tempat pembakaran.

Wangi dupa di depan candi utama menguar seiring senja yang mulai beranjak gelap. Seorang petugas melalui pengeras suara mulai memperingatkan wisatawan bahwa waktu kunjungan ke Candi Ijo harus diakhiri. Saya pun bergegas keluar dari pelataran. Ah, di luar sudah malam dan langit sangat hitam.

Andrias Arifin, penyuka travelling, tinggal di Bandung.

Kuceritakan Konstantinopel

Puisi-puisi Rusyda Savira

SELENGKAPNYA

Peran Politik NU dari Masa ke Masa

'Kembali ke khittah' itu sendiri sesungguhnya juga merupakan langkah politik NU.

SELENGKAPNYA

Menyusuri Jejak Kerajaan Kanjuruhan di Candi Badut

Penggunaan nama badut pada candi berhubungan dengan nama kecil Raja Gajayana.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya