
Sastra
Kuceritakan Konstantinopel
Puisi-puisi Rusyda Savira
Kuceritakan Konstantinopel
Tahukah kau tentang rahasia
Bagaimana kota terindah
Menjadi mimpi-mimpi orang beriman
Untuk menaklukkannya
Tentang kalimat dari bibir suci sang Baginda
Yang menjadi percikan api
Bagi sumbu-sumbu yang tersulut
Hingga membesar membara
“Akan ditaklukkan Konstantinopel”
Maka derai-derai harapan mulai tumbuh
Dibawah pancaran terik matahari
Diantara butir-butir gandum yang tersisa
Ditengah lautan percakapan mendalam
Antara Baginda dan pasukan mulia
Pembuat parit perang khandaq
“Akan ditaklukkan Konstantinopel”
Maka ada seorang pria tua 80 tahun
Menanti suara gemerincing pedang,
Dan derap kaki kuda,
Pasukan terbaik nanti
“Kuburkan aku sedekat-dekatnya dengan kota itu, Yazid!”
Ucapnya saat sekarat menghadap kekalahan
Lalu serpih-serpih kalimat itu
Menyatu, menguat pula dalam jiwa seorang pemuda
Belum genap 10 tahun usianya,
Saat getar bibirnya sanggup berkata,
“Itulah kota yang akan ku taklukkan!”
Sambil tunjuk tangannya mengarah lurus
Tajam menusuk celah-celah dinding Hagia Sophia
Hingga sampailah pemuda itu di tahun 1453,
Disusunlah teka-teki rencananya
Dibariskannya pasukan rapi-rapi
Dan dijaganya ibadah baik-baik
Walau sempat keluar suara-suara sumbang,
Walau sempat surut bara api itu ditengah jalan,
Walau tak terhitung banyaknya kematian dalam pertempuran,
Kalimat sang baginda tetap terngiang-ngiang!
“Akan ditaklukkan Konstantinopel”
850 tahun setelah diucapkan
Kalimat itu dapat dibuktikan
Pasukan pemuda itulah pembebasnya!
Lalu bisakah kau lihat, kawan?
Tidak, bukan dengan bola matamu
Lihatlah,
Seperti sahabat Nabi yang dengan peluh lelahnya,
Seperti Abu Ayyub Al-Anshari yang dengan raga tua 80 tahunnya,
Seperti Muhammad Al-Fatih yang dengan darah mudanya,
Tetap menatap Konstantinopel dengan tatapan iman
Tatapan beriman,
Akan menembus batas-batas waktu
Jemari dengan iman,
Mampu menyeka bisa dari sengatan rasa takut
Dan kalimat penuh iman,
Sanggup menjadi percikan api
Membara… dan membara
Maka suatu saat nanti
Akan kuceritakan Konstantinopel
Pada hujan yang akan membasahi tanah
Pada daun-daun kecil yang akan tumbuh
Pada riak-riak sungai yang akan mengalir
Agar kalimat penuh percikan api itu,
Juga sampai pada jiwanya
2022
***
Rupa Tuhan
Bisakah kau minta daun-daun pucuk cemara
Menjelaskan bagaimana ikan-ikan berkejaran
Padahal runcing-runcing ujungnya
Hanya bisa menatap langit
Pernahkah kau dengar kupu-kupu
Bercerita tentang awan-awan putih
Walau kepak sayap indahnya
Tak sanggup menahan tekanan udara diatas sana
Maka jangan, kawan
Jangan kau bayangkan rupa Tuhan
Karena permainan imajinasimu
Belum pernah sampai kesana
2022
***
Masih Sempat
Panas beringas hati ingin meledak
Teringin memuntahkan cacian dari bibir yang tengah bergetar
Hingga lepas sudah gigi-gigi dari gertakan kuatnya
Bebas menganga mengeluarkan sumpah serapah
Saat nafsu berkuasa hingga kata hati hilang posisi
Mendadak bibir yang bergetar itu menyunggingkan senyum,
Meredupkan amarah hati
Sebab akal masih sempat melogika ucapan Sang Baginda,
“Jangan marah, maka bagimu surga”
2021
Kebebasan tak Bertuan
Kebebasan katanya
Menyatu membaur manusia
Lepas hempas segala aturan Tuhannya
Tak ingin terkungkung, tanpa dahulu direnung
Peluh pelik disentuh
Demi wujud apa yang dimau
Dimau siapa?
Ia kira dimau hatinya
Dimau siapa?
Ternyata sosialita yang menentukan standarnya
“Gadis berpesta jangan bercelana”
“Kenakan gaun? Harap jangan berkelana”
“Bermain dengan ombak lazim minim berbusana”
Kebebasan katanya…
Aturan dari yang mencipta diabai
Aturan yang baru tercipta dipakai
Padahal bodoh ialah dirinya
Padahal Maha Tahu hanyalah Tuhannya
Kebebasan nyatanya,
Menawarkan posisi tuan pada calon hamba
Menipu mata, merundung jiwa
Kebebasan tak bertuan, ialah tuan
Maka,
Janganlah kawan keliru tuan
Jangan pula kawan salah menghamba
2020
***
Di waktu Tuhan Meneteskan Kuasa
Jatuh air menyapa
Mencipta irama syahdu
Dicinta suasananya
Oleh hamba yang ingin mengadu
Hangat sajadah ditapak
Panas air mata mengalir
Sibuk lisan menyebut
Hingga tak terasa dinginnya hawa
Ijabah doa begitu didamba
Di waktu Tuhan meneteskan kuasa
Melayang segala kata akan pelik
Terdengar jelas beserta harapan baik
Berserah telah meredam resah
Akan segala ketentuan ialah pasrah
Hidupmu ada dalam genggaman-Nya
Begitupun aku
2020
Rusyda Savira atau yang akrab dipanggil ‘Rus’ adalah penulis lepas berlatar belakang pendidikan sains. Selain menulis, Rus juga mengajar dan menjalankan beberapa bisnis. Beberapa puisinya telah terbit dalam buku antologi puisi berjudul “Filosofi Garis Aksara” (2020) dan “Rindu Tak Bertitik” (2020).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Negara-Bangsa dalam Sejarah Islam
Kaum Muslimin di sepanjang histori mengalami berbagai bentuk pemerintahan.
SELENGKAPNYAMenangkap Makna Mimpi dan Masalah Kesehatan
Mimpi ternyata diyakini bisa jadi memberikan tanda penting terkait kesehatan.
SELENGKAPNYACahaya Biru Gawai dan Kacaunya Ritme Tidur Kita
Cahaya biru menipu otak untuk berpikir bahwa ini siang hari, serta harus terjaga dan waspada.
SELENGKAPNYA