Prangko tentang 9 Nilai Antikorupsi dalam rangka menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Harkordia) | Istimewa

Opini

Prangko, Antikorupsi, dan Pendidikan Kita

Korupsi dalam pendidikan merusak semua sendi dan tatanan kehidupan.

 

EKO WAHYUANTOAnalis Kebijakan Ahli Madya Kemkominfo, Dosen Pancasakti University Bekasi

Memotret wajah korupsi pada institusi pendidikan dari berbagai "angle" akan menemukan hal-hal paradoks. Bertentangan dengan marwah pendidikan.

Fokus perhatian kali ini pada manajemen Pendidikan Tinggi, dalam praktik intelektualnya yang kental muatan moral spiritual. Dua kata terakhir, sering digunakan dalam upaya membangunan generasi tangguh, berkarakter, dan antikorupsi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, korupsi terdiri atas tiga unsur bersifat kumulatif. Ketiganya adalah melawan hukum; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Perguruan tinggi dengan status Satuan Kerja (Satker) menjalankan fungsi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebagai Badan Layanan Umum (BLU), Perguruan Tinggi diberi kemandirian dan kewenangan mencari tambahan penghasilan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2022 Tentang Tunjangan Kinerja.

Sayangnya kemandirian ini acapkali justru digunakan sebagai ajang transaksional yang menguntungkan segelintir orang. Salah satunya disebabkan terbukanya katup transaksional, baik dalam proses penerimaan mahasiswa maupun pengalokasian anggaran pendidikan.

Faktanya, pengelolaan pendidikan masih kental dengan tabiat transaksional, mengabaikan parameter inteligensia. Padahal, pendidikan harusnya menjadi kompas penunjuk arah, penuntun, dan panutan bagi masyarakat dalam berperilaku, di mana nilai-nilai edukasi, ideologi, dan filosofi menyatu dalam gerak perubahan menuju "masyarakat madani".

photo
Prangko tentang 9 Nilai Antikorupsi dalam rangka menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Harkordia) - (Istimewa)

Korupsi di institusi pendidikan

Kasus korupsi di institusi pendidikan, sebagian muncul karena benturan kepentingan atau konflik antara nilai tradisional dan norma modernisasi dalam persaingan sosial-politik. Modernisasi sistem pendidikan di mana institusi pendidikan didorong pada kemandirian berusaha, justru menjadi ruang transaksional sebagai penyelesaian benturan kepentingan.

Penerimaan mahasiswa melalui jalur mandiri menjadi ladang emas dan surga bagi para oknum pengelola pendidikan, beberapa di antaranya terseret dalam pusaran korupsi.

Catatan KPK, ada 4 kasus besar korupsi yang melibatkan institusi pendidikan.

1. Korupsi pembangunan gedung Kampus IPDN di Sulawesi

2. Korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangsel

3. Korupsi gedung perpustakaan Universitas Indonesia (UI) 

4. Suap penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) 

Kasus terakhir justru menyeret beberapa nama pejabat dan politisi. Melihat hal itu, performa pendidikan di Indonesia jauh dari kata berkualitas.

Skor survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menempatkan Indonesia di peringkat 72 dari 77 negara. Buruknya pelayanan pendidikan disinyalir menjadi penyumbang utama terpuruknya peringkat. Selain faktor lain seperti pengelolaan anggaran yang masih diwarnai penyimpangan, kualitas tenaga pendidik yang rendah, dan ketersediaan sarana dan prasarana (sarpras). 

Beberapa negara berkembang seperti di Afrika, korupsi dilihat sebagai masalah praktis yang melibatkan “pencurian langsung”, penggelapan dana atau perampasan lain dari properti negara. Nepotisme dan kolusi masuk dalam jejaring para pejabat dengan modus menyalahgunakan otoritas yang diberikan negara.

 
Enam tahun terakhir, sektor pendidikan masuk dalam lima besar tindak kasus korupsi bersama sektor dana desa, transportasi, dan perbankan.
 
 

Mereka melanggar aturan, bertindak korup, dan menganggap jabatan sebagai alat bisnis memperoleh penghasilan tambahan yang sah, tak lagi berpegang pada moral dan etis.

Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis korupsi sektor pendidikan, salah satu sektor yang paling banyak ditindak oleh aparat penegak hukum (APH). Enam tahun terakhir, sektor pendidikan masuk dalam lima besar tindak kasus korupsi bersama sektor dana desa, transportasi, dan perbankan. Lebih dari 240 kasus korupsi dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1,6 triliun.

Gaya hidup korup 

Seberapapun keras negara dalam memberantas korupsi, jika tidak disertai dengan partisipasi publik, ibarat “jauh panggang dari api". Di tengah masyarakat yang telanjur bergaya hidup korup, mereka “malah” menggoda para pejabat untuk melakukan kebijakan menyimpang.

Berapa banyak orang ketika terkena tilang, lalu ingin damai dengan menyuap atau berapa banyak orang tua yang ingin anaknya masuk ke perguruan tinggi favorit dengan cara menyogok, dan masih lagi contoh korupsi kecil-kecilan yang sudah menjadi tabiat buruk. Jika demikian maka pecundang terbesar dari korupsi bukanlah kalangan pejabat pemilik kekuasaan, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.  

Pemberantasan korupsi tidak akan efisien jika perilaku menyimpang seperti penyuapan, manipulasi, pemerasan, suap, dan kolusi masih terjadi. Jika generasi muda percaya bahwa usaha keras dan prestasi tinggi tidaklah penting, maka gagalah pendidikan nasional, negara dalam bahaya besar.

 
9 Nilai Anti Korupsi, yaitu jujur, disiplin, bertanggung jawab, adil, berani, peduli, pekerja keras, mandiri, dan sederhana.
 
 

Anggapan bahwa kepintaran dan perjuangan tidak diperhitungkan dalam meraih kesuksesan, dapat membunuh motivasi kalangan generasi muda. Itulah pentingnya menanamkan 9 Nilai Anti Korupsi, yaitu jujur, disiplin, bertanggung jawab, adil, berani, peduli, pekerja keras, mandiri, dan sederhana. 

Faktanya "coreng-moreng" korupsi pada insitusi pendidikan terlalu lama diabaikan. Sampai KPK harus melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Praktik korupsi di kampus-kampus dan sekolah merupakan penguras utama penggunaan sumber daya yang efektif untuk pendidikan. Oleh karena itu harus dihentikan secara sistematis. 

Korupsi dalam pendidikan merusak semua sendi dan tatanan kehidupan, membahayakan masa depan sosial, ekonomi, politik, dan merusak peradaban suatu negara. Korupsi di bidang pendidikan lebih merugikan daripada korupsi di bidang lain karena efeknya masif dan jangka panjang.

Mengancam pemerataan akses kuantitas dan kualitas pendidikan dan mencederai tujuan mulia pendidikan. Bayangkan berapa gedung sekolah bisa didirikan, berapa buku bisa dibeli, dan berapa luas jaringan internet dapat dibangun, dari uang yang dikorupsi itu.

Tanggung jawab semua

Korupsi sesungguhnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi urusan publik, Ini dapat dilihat dari kasus penyalahgunaan wewenang oleh siapapun, selalu melibatkan masyarakat dan oknum di pemerintahan.

Oleh karena itu, posisi pendidikan nasional sangatlah fundamental dalam rangka menyiapkan generasi baru yang mampu mengemban amanah 9 nilai antikorupsi. Tentu saja dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki standar profesional, mencakup tingkat kelulusan, dan aspek pembangunan karakter sehingga lahir generasi antikorupsi. 

Dalam praktik penyelenggaraan pendidikan setidaknya ada 4 wilayah yang rentan digunakan sebagai ajang korupsi.

1. Penyelenggaraan penerimaan siswa atau mahasiswa baru

2. Tender penyediaan barang dan jasa, dan pengadaan sarana prasarana 

3. Kesalahan dalam praktik manajemen pendidikanl 

4. Perlakuan perlakuan sistem perpajakan atas properti yang dimiliki.  

Keempat sektor di atas sering kali menjadi ajang korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat perguruan tinggi. Diperlukan rancang bangun sistem pendidikan yang kuat dari rongrongan korupsi, termasuk upaya pencegahan yang sistematik, dengan melibatkan seluruh “stakeholder”.

photo
Tim dari Kominfo, KPK, Pos Indonesia, Peruri, dan Pokjanas Prangko dalam merumuskan prangko antikorupsi yang diterbitkan terkait Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember 2022. - (Istimewa)

Kampanye antikorupsi

Dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia Komisi, KPK bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menerbitkan prangko antikorupsi terkait Hakordia pada 9 Desember 2022. Kegiatan tersebut rencananya dihadiri oleh Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin sebagai wujud komitmen presiden dalam ikut menggaungkan kampanye antikorupsi.

Melalui Prangko Anti Korupsi itu KPK ingin menyampaikan pesan tentang 9 nilai antikorupsi yang harus tertanam di semua orang. Dalam Penerbitan Prangko Anti Korupsi akan ditandai dengan penandatanganan Sampul Hari Pertama (SHP) oleh Ketua KPK Firli Bahuri.

Akan diundang anak-anak siswa SD dari berbagai kawasan Jakarta untuk ikut menyaksikan penerbitan prangko. Mereka diberikan prangko dan sampul untuk kemudian diminta menulis pesan tentang pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini sebagai bagian dari upaya kampanye antikorupsi dengan memainkan prangko sebagai alat edukasi.

Gerakan antikorupsi yang dilakukan sejak usia dini dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi baru Indonesia, sehingga slogan Pemberantasan Korupsi dari PAUD Hingga Maut benar-benar terwujud.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

MUI: Penentuan Halal Dilakukan Ahli Agama

Rakornas Komisi Fatwa juga menjadi ajang konsolidasi untuk penguatan internal Komisi Fatwa MUI.

SELENGKAPNYA

Baznas Dorong Aturan Wajib Zakat

Pewajiban zakat diharapkan mengatasi berbagai persoalan seperti kemiskinan ekstrem.

SELENGKAPNYA

Tip untuk Ojek Online

Ojek online juga harus tetap profesional melakukan tugasnya melayani semua penumpang.

SELENGKAPNYA