Aisha Rosalie, seorang mualaf asal Inggris. | DOK INSTAGRAM

Oase

Aisha Rosalie dan Panggilan Hati di Masjid Biru

Wanita Inggris ini mantap memeluk Islam setelah mengunjungi Istanbul, Turki.

Petunjuk dari Allah SWT menyinari hati siapapun yang dikehendaki-Nya. Bahkan, kalbu seorang yang pernah mengingkari keberadaan Tuhan pun boleh jadi menerima hidayah bila Dia menakdirkan demikian. Hal itulah yang terjadi pada Aisha Rosalie.

Mualaf tersebut meyakini kebenaran risalah Islam sejak dirinya mengadakan perjalanan ke Turki. Di negeri yang pernah menjadi pusat Kekhalifahan Utsmaniyah itu, wanita Inggris tersebut mengunjungi berbagai destinasi. Salah satunya adalah Masjid Sultan Ahmad atau yang populer dengan nama Masjid Biru di Istanbul.

Awalnya, perempuan kelahiran tahun 1997 itu sekadar ingin menikmati liburan di Turki. Atas saran kawan-kawannya, Masjid Biru pun menjadi salah satu lokasi yang akan dikunjunginya. Sebelum memasuki tempat ibadah Muslim tersebut, ia ingin mempersiapkan diri dengan membeli hijab di toko kecil terdekat. Dengan memakai kerudung, penampilannya akan lebih pantas untuk memasuki sebuah masjid.

“Saya tidak ingin menyinggung perasaan siapapun di sana dengan rambut saya yang terurai. Jadi, saya pikir mungkin lebih baik membeli jilbab sebelum mengunjungi masjid,” katanya kepada kantor berita Anadolu Agency, seperti dikutip Republika baru-baru ini.

 
Saya tidak ingin menyinggung perasaan siapapun di sana dengan rambut saya yang terurai.
 
 

Pedagang di toko kecil itu kemudian memilihkan sebuah hijab instan untuknya. Aisha sangat menyukai kain penutup aurat Muslimah itu. Walaupun baru kali ini dirinya mengenakan jilbab, ia merasa sangat nyaman. Belakangan, dengan memakai hijab itu pula wanita Inggris tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Hijab itu sangat spesial karena itulah kain penutup aurat yang saya kenakan ketika masuk Islam,” katanya mengenang.

Aisha menuturkan momen-momen menjelang hidayah Illahi menyentuh sanubarinya. Di Istanbul, ia menginap di sebuah hostel yang terletak tidak jauh dari Masjid Biru. Sebelum menyambangi tempat ibadah Muslim itu, ia mampir terlebih dahulu di sebuah kafe. Hijab yang baru dibelinya kemarin belum dipakai, melainkan masih tersimpan di dalam tas kecil.

Di kafe, Aisha memesan secangkir kopi. Rambut pirangnya dibiarkan terurai. Tidak sengaja, ia memandangi bayangan dirinya pada kaca yang terletak dekat kursi. “Wajah saya terlihat berbeda dengan kemarin, ketika memakai hijab,” pikirnya dalam hati.

Setelah menghabiskan kopinya, Aisha keluar dari kafe untuk memakai hijab tersebut. Ia berdiri di depan kaca. Tanpa disadarinya, bibirnya tersenyum manis begitu menatapi penampilannya sendiri.

 
Wajah saya terlihat berbeda dengan kemarin, ketika memakai hijab.
 
 

Perlu sekitar satu jam untuk sampai ke Masjid Biru. Itu bukanlah waktu yang sebentar, tetapi Aisha menikmati setiap langkah perjalanannya. Ia senang mengamati orang-orang berlalu lalang. Keadaannya berbeda dengan suasana London, kota tempat tinggalnya. Di ibu kota Inggris itu, cukup jarang dirinya mendapati pemandangan para perempuan berhijab. Dan, mereka tampak manis dengan kain penutup rambut itu.

Sebelum memasuki Masjid Biru, Aisha berbelok ke sebuah kios penjual tasbih. Ia pun tertarik untuk membeli. Sebab, dilihatnya banyak jamaah yang membawa benda itu ketika masuk ataupun berjalan keluar dari masjid.

Pada sisi tasbih yang dibelinya, terdapat guratan kaligrafi dalam bahasa Arab. Aisha kemudian bertanya kepada si penjual mengenai arti bacaan itu. “Subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar—itu jawabnya. Tentu saja, saya ketika itu tidak memahami dan hanya mengulang ucapannya. Belakangan, saya mengerti bahwa itu berarti pujian, rasa syukur, dan pengagungan kepada Tuhan,” kenangnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Aisha Rosalie (aisha__rosalie)

Begitu Aisha memasuki Masjid Biru, rasa gugupnya melesap. Ia begitu terpana melihat keindahan arsitektur bangunan tersebut. Ada kesan megah, tetapi sekaligus syahdu di sana. Sementara itu, suara orang-orang mengaji terdengar lembut. Aisha pun merasakan kedamaian walaupun tidak mengerti arti kata-kata yang mereka lantunkan.

Aisha kemudian mengambil tasbih dari tas kecilnya. Selama beberapa menit, ia mengamati beberapa jamaah Muslimah di sekitarnya. Mereka tampak memegang tasbih juga di jemari tangan kanannya. Sementara itu, dari bibir mereka terucap kalimat-kalimat yang terdengar persis seperti tiga kalimat yang tadi dijelaskan penjual tasbih: “Subhanallah, walhamdulillah, Allahu akbar.”

 
Saya begitu terpesona oleh keindahan dan kedamaian di dalam masjid ini.
 
 

Entah mengapa, Aisha ingin meniru mereka. Namun, tentu saja ia tidak bisa melafalkan kalimat-kalimat seperti yang diucapkan para Muslimah di dekatnya. Karena itu, selama belasan menit ia hanya duduk dan memutar-mutar tasbih dengan kedua jarinya.

“Saya melihat orang-orang melakukan doa (shalat) di depan saya. Saya begitu terpesona oleh keindahan dan kedamaian di dalam masjid ini. Tidak ada yang meneriaki atau bersikap jahat walaupun saya waktu itu adalah non-Muslim,” katanya menuturkan.

Satu jam lamanya Aisha berada di Masjid Biru. Setelah merasa puas, ia pun kembali ke hostel. Sebelum tidur, wanita kelahiran London ini mengingat-ingat kembali pengalamannya tadi. Memasuki tempat ibadah Islam sebagai seorang non-Muslim ternyata amat mengesankan. Dirinya pun berpikir, alangkah baiknya bila mengenal lebih dekat ajaran agama ini.

photo
Masjid Biru di Istanbul, Turki. - (DOK WIKIPEDIA)

Keesokan paginya, perempuan tersebut berjalan-jalan di pasar dekat hostel. Tanpa sengaja, ia mendapati sebuah toko buku yang menjual berbagai literatur Islam. Setelah menyisir buku-buku di rak, ia pun mengambil sebuah mushaf Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan berbahasa Inggris.

Seharian, Aisha menghabiskan waktu di kamar hostel tempatnya menginap. Didorong rasa penasarannya terhadap Islam, ia pun sungguh-sungguh membaca terjemahan Alquran. Bahkan, hal itu menjadi kebiasaannya sesudah kembali ke Inggris. Hampir setiap malam sebelum beranjak tidur, dirinya menyelami ayat demi ayat kitab suci tersebut.

Ia memerlukan waktu sekira satu bulan untuk menyelesaikan pembacaan. Tentu saja, Aisha tidak hanya membaca terjemahan Alquran. Wanita itu pun melahap buku-buku terkait tema keislaman, semisal biografi Nabi Muhammad SAW, panduan shalat, dan tuntunan ibadah haji. Semua itu didapatkannya dengan cara memesan via toko buku daring.

“Saya juga melakukan banyak studi tentang Islam, termasuk menonton banyak ceramah melalui platform YouTube. Alhamdulillah, segala upaya untuk mengenal agama ini mengantarkan saya pada perubahan besar dalam hidup,” katanya.

photo
Aisha Rosalie saat berumrah di Tanah Suci. - (DOK INSTAGRAM)

Masuk Islam
Beberapa pekan sejak Aisha mengkhatamkan terjemahan Alquran, hatinya semakin condong pada ajaran tauhid. Ia meyakini, inilah risalah yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Akhirnya, ia pun mengutarakan niatnya untuk memeluk Islam.

Keluarganya merespons beragam. Ada yang mendukung dengan pertimbangan bahwa keyakinan adalah hak individu. Namun, ada pula yang merasa tidak percaya dengan keinginannya berislam. Aisha mengatakan, ibundanya sampai-sampai menelusuri informasi tentang orang Islam di berita-berita internet.

Dari pelbagai pemberitaan, umat agama ini dikaitkan dengan isu ekstremisme dan terorisme. Bagaimanapun, Aisha berupaya meyakinkan ibunya bahwa mereka yang terlibat dalam kejahatan mungkin saja membawa-bawa nama Islam, tetapi sejatinya agama ini mengajarkan keindahan dan kedamaian. Bahkan, ada sebuah ayat Alquran yang melarang pemaksaan agama atas diri individu.

“Setelah beberapa bulan, saya pun mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai tanda resmi telah menjadi Muslim. Alhamdulillah, itulah perjalanan saya. Segalanya berubah dalam hidup saya,” kata dia.

 
Setelah beberapa bulan, saya pun mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai tanda resmi telah menjadi Muslim.
 
 

Dirinya bersyahadat dengan dibimbing seorang imam di masjid di London. Saat melakukan prosesi itu, Aisha mengenakan hijab instan yang dibelinya dahulu di Istanbul.

Sejak berislam, ia juga memilih nama baru, yakni Aisha. Itu selalu mengingatkannya pada sosok Aisyah, seorang istri Rasulullah SAW. Wanita Inggris tersebut ingin menjadi Muslimah yang baik dan cerdas, seperti halnya sang ummul mu`minin.

Hingga kini, Aisha Rosalie aktif dalam dakwah Islam, terutama yang disiarkan via media sosial. Ia pun rutin mengikuti kajian-kajian keislaman, termasuk yang diadakan pihak takmir London Central Mosque. Dari pelbagai majelis ilmu itu, ia mencatat antara lain pentingnya keteladanan dalam syiar Islam di tengah masyarakat.

Sejarah pun membuktikan, Nabi SAW berhasil memimpin umatnya dengan contoh yang nyata. Beliau mengubah masyarakat pertama-tama dengan fokus pada perbaikan budi pekerti. Bahkan, dalam sebuah hadis Rasul SAW menegaskan, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak saleh.”

“Keteladanan adalah cara terbaik untuk membawa orang tertarik mengenal agama. Saya pun berfokus pada akhlak pribadi terlebih dahulu sehingga keluarga atau orang-orang terdekat saya lebih memahami indahnya ajaran Islam,” ucap Aisha.

 
Keteladanan adalah cara terbaik untuk membawa orang tertarik mengenal agama.
 
 

Kunjungan ke Turki beberapa tahun silam diawali dengan niat jalan-jalan. Dan, siapa sangka wisata itu pun sekaligus mempertemukannya pada hidayah Illahi. Merenungi hal itu, Aisha tidak habis-habisnya bersyukur ke hadirat Allah Ta’ala.

“Saya merasa seperti dilahirkan kembali. Saya ingin memulai dari awal dan fitrah,” kata Muslimah tersebut yang hingga kini konsisten berhijab.

Jauh sebelum berislam, dirinya sempat bercita-cita menjadi seorang aktris. Malahan, Aisha pernah tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat, untuk mengasah bakat akting. Dalam usia 14 tahun, dirinya telah akrab dengan dunia seni peran.

Kini, impian menjadi aktris tidak lagi menarik hatinya. Kepandaiannya dalam komunikasi di depan kamera disalurkan dengan jalan yang berbeda, yakni membuat konten-konten islami. Aisha memiliki akun Instagram dan Youtube dengan jumlah masing-masing sekira 83 ribu dan 462 ribu pengikut (follower).

“Saya ingin membantu orang-orang untuk lebih mengenal Islam melalui konten-konten yang saya buat,” kata dia.

Beberapa kali, Aisha mengunjungi lagi Istanbul. Tentunya, Masjid Biru selalu menjadi destinasi yang menyenangkan baginya. Menurut mualaf ini, Turki merupakan rumah keduanya. Keramahan masyarakat setempat selalu membuatnya bahagia.

“Orang-orang di sini sangat luar biasa. Turki negeri yang sangat indah dan menakjubkan," simpulnya.

 

Pesantren Cetak Generasi Berakhlak

Ponpes hadir untuk menghindari munculnya generansi yang kehilangan keteladanan.

SELENGKAPNYA

Gandeng Muhammadiyah, Erick Dorong Kemandirian Umat

BUMN dan Muhammadiyah sepakat untuk mengakselerasi industri obat herbal.

SELENGKAPNYA

Surakarta Message Beri Pesan Damai Bagi Dunia

Surakarta Message akan disampaikan pada seluruh umat beragama di dunia dan umum.

SELENGKAPNYA