Warga bertransaksi jual beli kebutuhan pokok pada gelaran pasar murah di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (18/10/2022). | ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Ekonomi

BI Proyeksikan Inflasi Melandai

Kenaikan harga gabah disebabkan hasil panen yang optimal.

JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi pada Oktober 2022 akan menurun. Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, survei yang dilakukan bank sentral memproyeksikan inflasi Oktober 2022 akan turun ke level 5,8 persen secara tahun ke tahun.

Angka itu turun tipis dibandingkan inflasi tahunan September 2022 yang sebesar 5,95 persen. "Oktober yang sebentar lagi akan tutup, inflasi kita sedikit turun ke 5,8 persen. Akan tetapi, yang penting adalah terjadi deflasi pangan," kata Dody dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (31/10).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Bank Indonesia (@bank_indonesia)

Dody menjelaskan, inflasi pangan diperkirakan turun dari sekitar 11,9 persen (yoy) menjadi di bawah 10 persen (yoy). Menurut dia, deflasi pangan merupakan hasil dari upaya bersama unsur pusat dan daerah untuk mengendalikan harga-harga komoditas. Dody mengatakan, disrupsi pangan masih terjadi hingga saat ini dan mayoritas karena faktor eksternal.

Untuk disrupsi pangan dari dalam negeri, hal itu langsung diatasi dengan menyasar akar masalahnya. Dody menekankan, kelangkaan komoditas, seperti cabai dan bawang merah langsung ditangani dengan menyasar masalah distribusi maupun produksinya.

BI akan mengedepankan kebijakan-kebijakan yang tepat dengan menyasar langsung sumber permasalahan. Menurut dia, persoalan pangan tersebut bukan untuk direspons melalui kebijakan suku bunga.

Tindakan langsung tersebut juga merupakan bentuk kebijakan untuk menjaga ekspektasi inflasi. Dody mengatakan, BI berkomitmen untuk menjaga ekspektasi inflasi dan inflasi inti. Dia menilai, sudah mulai banyak potensi kenaikan inflasi karena adanya dorongan mobilitas tinggi.

 
 
Gabah itu melimpah, tapi akhirnya diserap oleh swasta juga. Jadi, ini harus diserap juga oleh Bulog.
 
 

"Inflasi yang sifatnya hanya temporer, misalnya, karena masalah cabai berkurang kemudian harga naik. Kalau kita tidak atasi segera itu akan membentuk ekspektasi bahwa harga cabai akan terus naik," katanya.

Sementara, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan, pasokan beras nasional hingga akhir tahun ini dalam kondisi aman. Ia menjamin tidak akan ada kelangkaan pasokan.

Syahrul menyebut, berdasarkan survei cadangan beras oleh BPS, tercatat stok beras di masyarakat hingga April 2022 lalu mencapai 10,15 juta ton. Jumlah tersebut, kata Syahrul, masih akan bertambah seiring panen raya yang akan berlangsung pada musim rendeng pada sisa waktu tahun ini.

Syahrul memaparkan, khusus stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) sebagai barometer perberasan nasional saat ini mencapai 43 ribu ton atau meningkat dari stok beras rata-rata sekitar 30 ribu ton.

Berdasarkan data yang ia terima, panen raya Jawa Timur pada September-Desember tahun ini mencapai 1,15 juta ton, kemudian Jawa Tengah mencapai 1,01 juta ton, Jawa Barat 1,5 juta ton, dan Sulawesi Selatan 1,6 juta ton.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Syahrul Yasin Limpo (@syasinlimpo)

Dengan produksi di wilayah tersebut, Syahrul pun berharap Bulog dapat melakukan pengadaan cadangan beras hingga 1,5 juta ton dan membeli gabah atau beras dari petani sesuai harga pasar.

"Saya punya harapan para gubernur dan para bupati tidak hanya menunggu Bulog, tetapi juga masing-masing harus punya stok cadangan. Mari kita segera beli beras rakyat, beras para petani sebagai rasa terima kasih kita yang mendorong mereka terus berproduksi," ujarnya.

Aliansi Petani Indonesia (API) menyatakan, produksi gabah dari petani masih melimpah dan akan mencukupi hingga musim panen raya berikutnya. Kenaikan harga gabah yang terjadi saat ini karena hasil panen yang optimal sehingga berdampak pada harga jual yang lebih tinggi.

Sekretaris Jenderal API Nuruddin juga meminta tidak perlu ada impor beras. Ia pun berharap agar pemerintah melalui Bulog dapat menyerap langsung produksi petani.

"Keinginan petani agar pemerintah melalui Bulog membeli langsung ke petani dan tidak perlu impor," kata Nuruddin.

Cadangan beras pemerintah yang tersimpan di Perum Bulog dalam kondisi menipis hingga menyentuh level sekitar 670 ribu ton. Padahal, Badan Pangan Nasional (NFA) meminta agar pasokan cadangan minimal sebesar 1,2 juta ton.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Pangan Nasional (@badanpangannasional)

Nuruddin menuturkan, saat ini Bulog dalam melakukan penyerapan gabah tidak langsung membeli dari petani, tetapi melalui mitra swasta. Menurut Nuruddin, pengadaan beras di Bulog fokus pada jenis medium dengan kadar air gabah sekitar 30 persen.

Sementara, gabah yang saat ini diproduksi oleh petani memiliki tingkat kadar air hingga 14 persen dengan harga yang tinggi kisaran Rp 5.000 per kg-Rp 6.000 per kg.

Gabah yang saat ini tersedia di petani rata-rata berkualitas tinggi karena pengaruh musim kemarau sekitar tiga bulan lalu saat periode tanam. "Gabah itu melimpah, tapi akhirnya diserap oleh swasta juga. Jadi, ini harus diserap juga oleh Bulog," ujar dia.

Teknologi di Garis Terdepan Perubahan

Layanan video menjadi pendorong utama adopsi 5G, sekaligus mendongkrak konsumsi data.

SELENGKAPNYA

IDX Sharia Growth Dukung Peningkatan Investasi Syariah

Saat ini indeks yang terkait syariah ada empat, yakni JII, ISSI, JII70, dan IDX MES BUMN 17.

SELENGKAPNYA

Literasi Keuangan Perlu Ditingkatkan

Pada September 2022, dana nasabah anak usia dini BSI meningkat 22,96 persen (yoy).

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya