
Tokoh
Kapten Visser dan Baret Merah Kopassus
Kapten Visser justru lebih memilih baret merah daripada baret hijau. Padahal, pasukan komando Belanda menggunakan baret hijau.
OLEH SELAMAT GINTING
Tak semua tentara Belanda di Indonesia berbuat keji. Adalah Kapten Rokus Bernandus Visser, komandan Korps Speciale Troepen, pasukan terjun elite Belanda, misalnya. Sebelum dikirim ke Indonesia, Visser sempat bertempur melawan Jerman di Eropa saat Perang Dunia II.
Di Indonesia, dia diserahi jabatan untuk mendirikan sekolah terjun payung. Namun, kemudian dia bersimpati pada perjuangan rakyat Indonesia dan memilih berhenti dari militer Belanda. Visser yang masuk Islam dan berganti nama menjadi Mochammad Idjon Djanbi, kemudian direkrut oleh Kolonel Kawilarang untuk membentuk pasukan elite TNI AD tahun 1952.
Kawilarang mengakui soal kemampuan tak ada yang mengalahkan Idjon Djanbi. Begitu juga pengalaman tempurnya. "Visser sudah berpengalaman dalam pertempuran, sudah merasakan diberondong oleh peluru senapan, senjata otomatis, mortir, dan meriam 88 Nazi Jerman yang terkenal itu," kata Kolonel Kawilarang dalam buku biografi yang ditulis Ramadhan KH dan diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.
Karena itu, walau sudah pensiun dan menjadi petani bunga di Lembang, Kawilarang tak ragu kembali memanggil Idjon Djanbi untuk berdinas dalam militer. Idjon Djanbi kini dikenal sebagai bapak dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI-AD.

Viser Beda Dengan Westerling
Kapten Rokus Bernadus Visser, anggota pasukan khusus KNIL (Koninklijke Nederlands[ch]-Indische Leger). Secara harfiah artinya Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Ia tercatat pernah menjadi bagian dari pasukan baret hijau. Baret kebanggaan korps pasukan khusus atau Korps Speciale Troepen (KST) Tentara Kerajaan Belanda.
Ia menjadi anggota pasukan komando, setelah menyelesaikan pelatihan pasukan khusus Inggris di kawasan Acknacary, Skotlandia. Visser juga pernah tergabung dalam pasukan elite Inggris, The Parachute Regiment atau Resimen Parasut Angkatan Darat Inggris—pasukan yang menggunakan baret merah hingga saat ini.
Bersama dengan pasukan Sekutu, Visser menjalani operasi tempurnya yang pertama, yaitu Operasi Market Garden pada September 1944. Saat itu, sebagai pasukan Belanda kedua, Visser dimasukan dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat. Ia bersama tentara Amerika diterjunkan di daerah konsentrasi pasukan Jerman.
November 1944, Visser kembali bergabung dengan pasukan Sekutu yang lain. Kali ini melakukan operasi pendaratan amfibi di Walcheren, kawasan pantai di Belanda bagian selatan. Kala itu Belanda dikuasai tentara Jerman.

Dianggap berprestasi dan menguasai tiga medan pertempuran, yaitu darat, laut, dan udara, ia pun disekolahkan ke sekolah perwira. Namun, karena situasi di Belanda belum stabil, seusai pendidikan ia ditugaskan membentuk School voor Opleiding van Parachutisten (Sekolah Pasukan Terjun Payung) di India, sekaligus mutasi ke pasukan terjun payung atau paratroops.
Di pasukan baret merah itu ia ditugaskan untuk memukul kekuatan tentara Jepang di Indonesia. Namun, sebelum tiba di Indonesia, Jepang lebih dahulu takluk oleh tentara Sekutu pada 1945, yang sekaligus mengakhiri Perang Dunia II dan Jepang mundur dari Indonesia.
Mundurnya Jepang dari Indonesia membuka peluang bagi Belanda untuk kembali menguasai Indonesia. Siswa pasukan terjun payung Belanda dikirimkan ke Jakarta pada 1946, dipimpin Letnan Visser. Sekolahnya pun dipindahkan dari India ke Jayapura (Hollandia) di Irian Jaya.
Belanda memberi nama daerah itu sebagai Dutch West Guinea. Sekolah Para itu menempati bangunan rumah sakit Amerika yang telah ditinggalkan oleh pasukan Jenderal Douglas MacArthur.
Ia sempat mendapatkan cuti ke Belanda. Saat kembali ke Indonesia pada 1947, sekolah pimpinannya sudah dipindah ke Cimahi, Bandung. Visser mendapatkan promosi kenaikan pangkat menjadi kapten. Sampai kemudian Belanda harus menyerahkan kekuasaaanya kepada Republik Indonesia.

Merasa sudah nyaman dengan gaya hidup Asia, Kapten Visser memutuskan untuk tinggal di Indonesia dan berhenti dari dinas kemiliteran. Ia memilih menjadi warga sipil, pindah ke Bandung dan bertani bunga di Pacet, Lembang. Visser pun memeluk Islam, menikahi gadis Sunda. Namanya diubah menjadi Mochammad Idjon Djanbi.
Pengalaman Idjon Djanbi sebagai anggota pasukan komando pada Perang Dunia II menarik perhatian Panglima TT III Siliwangi Kolonel AE Kawilarang. Ia pun meminta Idjon Djanbi untuk membantu merintis pasukan komando. Pasukan itu awalnya gagasan Brigjen Anumerta Slamet Riyadi. Namun, ia gugur dalam pertempuran menumpas Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon, November 1950.
Idjon Djanbi kemudian aktif di TNI dan diberi pangkat mayor untuk membentuk pasukan khusus Indonesia. Saat menentukan warna baret, ia justru lebih memilih baret merah daripada baret hijau.
Padahal, pasukan komando Belanda menggunakan baret hijau. Baret merah justru digunakan pasukan para Belanda dan resimen pasukan khusus Inggris. Mungkin karena ia mendapatkan pelatihan komando dari Inggris dan bukan dari Belanda.

Entah apa alasan Visser. Namun yang jelas, pada saat itu citra pasukan khusus Belanda sedang tercoreng akibat ulah Kapten Raymond Westerling. Dunia mengutuk cara-cara Westerling yang melanggar hak asasi manusia di Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat.
Akibat tindakannya yang melanggar hukum perang, Westerling dipecat dari dinas militer. Pemerintah Indonesia pun meminta agar Westerling diadili di Indonesia. Ia orang yang paling dicari.
Sementara, Djanbi justru disayang Pemerintah Indonesia. Ia pun mampu menjinakkan bekas pasukan Westerling. Djanbi dan Westerling sama-sama mendapat pelatihan komando di Inggris. Kendati sudah diberhentikan sebagai anggota TNI, Pemerintah Indonesia menaikkan pangkat Djanbi menjadi letnan kolonel kehormatan.
Disadur dari Harian Republika edisi 29 April 2015
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Prasangka yang Diperbolehkan
Seseorang yang hatinya diliputi prasangka, hanya akan melihat orang lain serbanegatif.
SELENGKAPNYAAmien Rais, Taufik Kiemas, Akbar Tanjung, dan Nasi Kebuli
Saat kebuli dihidangkan kepada para tokoh di Kwitang, mereka ragu-ragu memakannya.
SELENGKAPNYAUsman-Harun dan Ekspresi Kemarahan Rakyat
Usman-Harun dituduh bersalah dalam kasus pengeboman gedung McDonald di Orchad Road.
SELENGKAPNYA