Pekerja membersihkan lorong Rumah Sakit Khusus Infeksi Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (12/8/2025). Pemerintah mempersiapkan rumah sakit tersebut untuk mengobati sekitar 2.000 warga Gaza. | ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Internasional

Isyarat Ambigu Indonesia Soal Penampungan Warga Palestina

Waspada niat terselubung Israel mengevakuasi warga Gaza ke Indonesia.

JAKARTA -- Rencana pemerintah Indonesia menerima 2.000 warga Gaza di Pulau Galang dikhawatirkan seiring sejalan dengan rencana Israel mengosongkan wilayah Palestina tersebut. Sejauh ini, belum ada jawaban yang tegas apakah kebijakan pemerintah merupakan relokasi atau pengobatan sementara saja.

Kemarin, Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono menyatakan Indonesia bakal menampung sebagian masyarakat Gaza di Indonesia. Ia menyebut, sedang memasuki tahap awal soal wilayah penempatan. 

 "Sekarang kita masih dalam tahap awal. Kemarin saya sudah sampaikan juga bahwa kita sedang memperhitungkan satu lokasi dimana alternatif-alternatif tempatnya banyak lah urusannya," kata Sugiono kepada wartawan di Kompleks DPR RI, Jumat (15/8/2025). 

Sugiono mengungkapkan diantara opsi yang disiapkan adalah Pulang Galang di Kepulauan Riau. Namun, masih perlu mempertimbangkan pula wilayah-wilayah yang punya daya dukung infrastruktur. 

 "Salah satunya di Galang. Terus kita cari yang mungkin infrastrukturnya sudah ada, tapi kalau misalnya belum ya kita juga harus nilai lagi, apakah kalau misalnya dari greenfield berapa lama," jelasnya. 

photo
Penampakan kawasan kompleks gedung Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (12/8/2025). Pemerintah mempersiapkan RSKI Pulau Galang tersebut untuk memberikan layanan medis bagi sekitar 2.000 warga Gaza yang menjadi korban perang. - (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Sugiono menekankan, rencana Indonesia menampung masyarakat Gaza yang notabene korban perang merupakan niat mulia dari Presiden RI Prabowo Subianto. "Ini adalah niat baik Pemerintah, sebagai upaya kemanusiaan kita. Pak Presiden juga sudah berkunjung ke beberapa negara di sisi untuk berkonsultasi dengan pemimpin-pemimpin di sana, kita semua tahu jadi kita ingin membantu," tegasnya.

Sementara pada malam sebelumnya, Sugiono menepis klaim media Israel bahwa telah terjadi pembicaraan antara Indonesia dan Israel terkait evakuasi warga Gaza ke tanah air. Menlu menegaskan bahwa informasi itu tidak benar. "Tidak benar itu mas," ujarnya kepada Republika, Kamis (14/8/2025).

Media Israel sebelumnya melaporkan bahwa Tel Aviv tengah berunding dengan lima negara atau wilayah yakni Indonesia, Somaliland, Uganda, Sudan Selatan, dan Libya tentang kemungkinan penerimaan warga Palestina dari Jalur Gaza. Demikian dilaporkan Channel 12 seperti dikutip Times of Israel, Rabu.

"Beberapa negara menunjukkan keterbukaan yang lebih besar daripada sebelumnya untuk menerima imigrasi sukarela dari Jalur Gaza," ujar seorang sumber diplomatik kepada media tersebut.

Ia menyebut Indonesia dan Somaliland sebagai pihak yang sangat terbuka terhadap gagasan tersebut. Namun, belum ada keputusan konkret yang dilaporkan telah dibuat.

photo
Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira, kiri, berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri BRICS di Istana Itamaraty di Rio de Janeiro, Senin, 28 April 2025. - (AP Photo/Bruna Prado)

 

Mendompleng kebaikan Indonesia

Indonesia sebelumnya menyiapkan sejumlah opsi untuk mengobati warga Gaza yang menjadi korban perang. Salah satu tempat yang disiapkan adalah Pulau Galang. Hanya saja belum ada informasi lebih jauh soal kapan pemindahan itu dilakukan dan kepastian lokasi untuk pengobatan.

Menlu Sugiono tak menampik kemungkinan Israel sepertinya sengaja mendompleng keinginan baik Indonesia untuk mengobati warga Gaza. "Iya sepertinya begitu," ujarnya.

Menlu menekankan yang dilakukan pada saat Presiden berkunjung ke Timur Tengah beberapa waktu lalu adalah berkonsultasi dengan para pemimpin Mesir, UAE, Qatar, Jordan serta Türkiye. Tidak ada pembicaraan dengan Israel.

Jumlah warga Gaza yang meninggal dan terluka akibat serangan ke Jalur Gaza terus bertambah. Israel membunuh tanpa pandang bulu, apakah itu dari medis, jurnalis, atau pun anak-anak tak berdosa. Lebih dari 60 ribu orang telah terbunuh.

75 Tahun Bencana Buatan Israel - (Republika)  ​

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya memberikan arahan agar Indonesia membantu pengobatan bagi sekitar 2.000 warga Gaza yang menjadi korban perang. Lokasi layanan medis direncanakan berada di Pulau Galang, Kepulauan Riau.

"Terkait dengan Gaza, Presiden kemarin juga memberikan arahan untuk Indonesia memberikan bantuan pengobatan untuk sekitar 2.000 warga Gaza yang menjadi korban perang. Yang luka-luka, yang mengalami apa, mungkin kena bom, kena reruntuhan dan segala macam," ujar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi di Jakarta, Kamis.

Hasan menyampaikan bahwa fasilitas kesehatan di Pulau Galang dipilih karena dinilai memadai untuk kebutuhan tersebut. Pulau ini sebelumnya pernah difungsikan sebagai lokasi pengungsian dan pusat penanganan pandemi COVID-19.

Dia menyebut Pulau Galang memiliki rumah sakit serta fasilitas pendukung yang dapat digunakan untuk merawat korban luka akibat konflik, termasuk menampung anggota keluarga yang mendampingi pasien selama menjalani pengobatan.

"Itu kan juga tempat yang terpisah dari warga kita yang bermukim di pulau-pulau lainnya," ucap dia.

photo
Pertemuan Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Kairo, Kamis (19/12/2024). - (WAFA)

Hasan menegaskan bahwa rencana ini bukan merupakan upaya evakuasi, melainkan bagian dari misi kemanusiaan untuk memberikan perawatan medis sementara. Setelah menjalani pengobatan dan dinyatakan pulih, para korban akan dikembalikan ke Gaza.

"Jadi nanti setelah sembuh, setelah selesai pengobatan mereka tentu akan kembali lagi ke Gaza. Jadi bukan memindahkan warga, tapi kita semacam operasi kemanusiaan untuk membantu sebanyak yang kita bisa," ujar Hasan.

Sementara media Israel melaporkan bahwa Tel Aviv tengah berunding dengan lima negara atau wilayah yakni Indonesia, Somaliland, Uganda, Sudan Selatan, dan Libya tentang kemungkinan penerimaan warga Palestina dari Jalur Gaza. Demikian dilaporkan Channel 12.

"Beberapa negara menunjukkan keterbukaan yang lebih besar daripada sebelumnya untuk menerima imigrasi sukarela dari Jalur Gaza," ujar seorang sumber diplomatik kepada media tersebut. 

Ia menyebut Indonesia dan Somaliland sebagai pihak yang sangat terbuka terhadap gagasan tersebut. Namun, belum ada keputusan konkret yang dilaporkan telah dibuat.

photo
Tenda-tenda pengungsi di Sudan Selatan. - (UNHCR/Samuel Otieno)

Somaliland adalah wilayah yang memisahkan diri dari Somalia yang dilaporkan berharap mendapatkan pengakuan internasional melalui kesepakatan tersebut.

Laporan itu muncul sehari setelah The Associated Press melaporkan bahwa Israel telah membahas pemukimanan kembali warga Gaza di Sudan Selatan — sebuah pernyataan yang ditolak oleh pemerintah negara Afrika itu pada Rabu. Laporan itu dinilai tidak berdasar dan tak mencerminkan kebijakan resmi pemerintah.

Pada Rabu, Wakil Menteri Luar Negeri Sharren Haskel mengumumkan di X bahwa ia telah tiba di Sudan Selatan, sebagai bagian dari delegasi resmi pertama Israel ke negara Afrika tersebut.

Dalam unggahannya, Haskel mengatakan ia bertemu dengan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir Mayardit, Menteri Luar Negeri Monday Semaya Kumba, dan pejabat lainnya, menandatangani nota kesepahaman diplomatik, dan mengunjungi pusat trauma Israel yang menurutnya menyelamatkan puluhan nyawa anak-anak.

Dalam wawancara dengan saluran i24News pada Selasa, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembali menyuarakan dukungannya terhadap emigrasi massal warga Gaza — sebuah kebijakan yang didukung oleh Presiden AS Donald Trump. Israel sedang berkomunikasi dengan 'beberapa negara' untuk menampung warga sipil yang terusir dari wilayah dilanda perang tersebut.

"Saya pikir ini adalah hal yang paling wajar," kata Netanyahu.

"Semua orang yang peduli terhadap Palestina dan mengatakan mereka ingin membantu Palestina harus membuka pintu bagi mereka. Kami tidak mengusir mereka — kami memungkinkan mereka untuk pergi... pertama-tama, [meninggalkan] zona pertempuran, dan juga Jalur Gaza itu sendiri, jika mereka mau."

Ketika ditanya mengapa proses tersebut belum mengalami kemajuan? Netanyahu menjawab, "Anda membutuhkan negara-negara penerima. Kami sedang berbicara dengan beberapa negara — saya tidak akan merincinya di sini."

 

Rencana berbahaya

Sementara, seorang pejabat Palestina menyampaikan pada Republika soal rawannya upaya pemerintah menerima pengungsi Gaza. “Sekilas, langkah ini tampak sebagai tindakan kemanusiaan yang mendesak. Namun, di baliknya tersimpan pertanyaan mendasar tentang efektivitas, dampak, dan konsekuensi politik, sosial, serta kemanusiaan yang ditimbulkan,” kata pihak yang menolak namanya disebutkan karena alasan keamanan tersebut.

Menurutnya, ini bukan pertama kali inisiatif serupa dijalankan. Sebelumnya, Turki, Qatar, Malaysia, Yordania, dan Irak, juga menerima ratusan korban luka dari Gaza di negara mereka. “Namun, Mayoritas dari mereka tidak pernah kembali ke Gaza, terjebak di negeri asing, tanpa masa depan yang pasti, dan terputus dari tanah air.”

Selain itu, rencana pemindahan korban luka ke pulau terpencil, yang menimbulkan kekhawatiran serius. Isolasi geografis dan psikologis diyakini dapat memperburuk trauma, bukan menyembuhkannya.

Sementara ketidakmampuan beradaptasi secara sosial-budaya, diperparah oleh jarak dari keluarga dan tanah air.

Ia mengingatkan, korban luka yang datang tidak mungkin datang sendiri. “Pemindahan 2.000 korban luka berarti setidaknya 10.000 orang akan datang terdiri dari keluarga, pendamping, anak-anak, dan tim medis. Ini berpotensi menjadi gelombang pengungsian terselubung yang disamarkan sebagai ‘pengobatan kemanusiaan’.”

Yang paling berbahaya, proyek ini, meski berbalut niat baik dan mulia, secara objektif sejalan dengan strategi pendudukan, yakni  mengosongkan Gaza dan memindahkan krisis ke luar secara bertahap. Setiap korban luka yang dipindahkan tanpa jaminan kembali adalah bagian dari proyek pengusiran paksa yang telah lama dijalankan, melalui penutupan jalur kepulangan, penghancuran sistem kesehatan, dan penghalangan rekonstruksi.

Jika Indonesia tulus ingin membantu Gaza, ia menyarankan mendirikan rumah sakit lapangan internasional di Gaza atau Rafah, Mesir. Selain itu, mengirim tim medis Arab dan internasional ke Gaza, bukan memindahkan pasien.

Indonesia juga bisa mengobati korban luka di rumah sakit Mesir dekat perbatasan Gaza dengan jaminan kepulangan serta mendorong upaya global membangun kembali sistem kesehatan di Gaza. “Kita tidak menolak pengobatan korban luka, tetapi menolak jika itu dijadikan pintu menuju pengungsian terselubung. Kita menolak jika mereka dikeluarkan tanpa jaminan kembali. Kita menolak jika nyawa warga Gaza diselamatkan dengan harga keberadaan mereka di luar tanah air.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat