Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich memegang peta proyek pemukiman E1 saat konferensi pers di dekat pemukiman Maale Adumim, di Tepi Barat yang diduduki Israel, Kamis, 14 Agustus 2025. | AP Photo/Ohad Zwigenberg

Internasional

Rencana Ben Gvir Kubur Negara Palestina

Pembangunan pemukiman baru bakal membelah Tepi Barat.

TEL AVIV – Dunia meradang atas rencana Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich melanjutkan proyek pemukiman E1 di Tepi Barat. Pemukiman itu, yang membelah Tepi Barat, bakal “mengubur gagasan negara Palestina”.

Smotrich mengatakan bahwa ia berencana untuk menyetujui tender untuk membangun lebih dari 3.000 unit rumah bagi pemukim Israel, di daerah yang bertujuan untuk menghubungkan pemukiman Yahudi yang ada di Maale Adumim di Tepi Barat yang diduduki dengan Yerusalem Timur yang diduduki.

Pengumuman tersebut tampaknya merupakan tanggapan langsung terhadap niat Perancis, Inggris, Kanada dan Australia untuk mengakui negara Palestina pada pertemuan puncak PBB bulan depan. 

“Persetujuan rencana pembangunan di E1 mengubur gagasan negara Palestina dan melanjutkan banyak langkah yang kami ambil di lapangan sebagai bagian dari rencana kedaulatan de facto yang mulai kami terapkan dengan pembentukan pemerintahan,” kata Menteri Keuangan dilansir The Times of Israel.

photo
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich saat konferensi pers di dekat pemukiman Maale Adumim, di Tepi Barat yang diduduki Israel, Kamis, 14 Agustus 2025. - ( AP Photo/Ohad Zwigenberg)

"Setelah puluhan tahun mendapat tekanan dan pembekuan internasional, kami melanggar konvensi dan menghubungkan Maale Adumim dengan Yerusalem. Ini adalah bentuk terbaik Zionisme - membangun, menetap, dan memperkuat kedaulatan kami di Tanah Israel."

Middle East Eye melansir, meskipun rencana pembangunan E1 dimulai pada akhir 1990-an, pelaksanaannya berulang kali tertunda karena adanya penolakan internasional. Baik Amerika Serikat maupun Uni Eropa telah memperingatkan pemerintahan Israel agar tidak melanjutkan proyek tersebut, dengan alasan dampak buruknya terhadap prospek solusi dua negara.

“Sejak 1999 hingga sekarang, setiap kali Israel mencoba mengaktifkan proyek ini, semua pemerintahan Amerika akan memblokir dan menghentikannya,” Jamal Juma, koordinator kampanye Stop the Wall, mengatakan kepada Middle East Eye. 

“Mereka tahu ini adalah salah satu proyek pemukiman paling berbahaya yang akan memisahkan wilayah selatan Tepi Barat dari wilayah tengah dan wilayah utara.”

photo
Pemukiman Maale Adumim, di Tepi Barat yang diduduki Israel, Kamis, 14 Agustus 2025. - ( AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Proyek E1 berupaya untuk memotong komunitas Palestina antara Yerusalem dan Lembah Yordan, yang mencakup kawasan bersejarah yang dikenal sebagai al-Bariyah, atau "Hutan Belantara Yerusalem", yang mana Palestina dimasukkan ke dalam daftar sementara situs warisan Unesco. 

“Ini juga berarti bahwa jalur sejarah utama yang telah ada selama lebih dari 3.000 tahun – jalan yang dilalui Yesus dari Yerikho ke Yerusalem – akan ditutup total bagi warga Palestina,” kata Juma. 

Isolasi Yerusalem Timur dari sebagian Tepi Barat akan memaksa warga Palestina mengambil jalan memutar yang panjang untuk melakukan perjalanan antara beberapa kota besar dan kecil. 

Rencana tersebut disamakan dengan memecah-mecah wilayah Palestina yang diduduki menjadi "Bantustan", merujuk pada ghetto khusus kulit hitam yang didirikan di apartheid Afrika Selatan.

"Hebron dan Betlehem akan menjadi Gaza yang lain - sebuah wilayah yang terisolasi dari Tepi Barat. Ramallah juga akan sama," kata Juma.

photo
Peta rencana pemukiman E1 yang bakal memutus Tepi Barat dan Yerusalem Timur dan membunuh prospek Negara Palestina. - (JCSFA)

Israel, tambah Juma, "mulai menetapkan kerangka kerja untuk hal ini ketika mereka mulai membangun tembok. Israel telah membentuk sistem apartheid, dengan mengisolasi warga Palestina satu sama lain, dari tanah mereka."

Eropa, negara-negara Arab dan PBB, bersama dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia Israel, menyerang rencana pemerintah untuk memberikan lampu hijau pada pembangunan pemukiman E1 tersebut. 

PBB meminta Israel untuk membatalkan keputusannya, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric pada Kamis. “Ini akan mengakhiri prospek solusi dua negara,” katanya kepada wartawan. “Pemukiman tersebut bertentangan dengan hukum internasional… semakin memperkuat penjajahan.”

Uni Eropa mendesak Israel “untuk menghentikan” rencana tersebut, dan diplomat senior Kaja Kallas mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Keputusan pemerintah Israel untuk memajukan rencana pemukiman E1 semakin melemahkan solusi dua negara dan juga merupakan pelanggaran hukum internasional.”

Rencana tersebut juga dikecam oleh Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, yang mengatakan hal itu merupakan pelanggaran hukum internasional dan harus segera dihentikan.

"Inggris sangat menentang rencana pemukiman E1 pemerintah Israel, yang akan membagi negara Palestina menjadi dua dan menandai pelanggaran hukum internasional yang mencolok. Rencana tersebut harus dihentikan sekarang," kata Lammy dalam pernyataan melalui email.

Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide mengatakan langkah tersebut menunjukkan Israel “berusaha mengambil alih tanah milik warga Palestina untuk mencegah solusi dua negara.”

Mesir dengan tegas menentang rencana tersebut, dan Kementerian Luar Negeri Kairo mengecam “pernyataan ekstremis” yang dikeluarkan menteri tersebut, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut merupakan “indikasi baru penyimpangan dan arogansi Israel.”

Kementerian Mesir menghubungkan pengumuman Smotrich dengan pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu awal pekan ini dalam wawancara i24News di mana perdana menteri tersebut mengakui adanya kaitannya dengan visi ekspansionis “Israel Raya.”

Qatar, yang menjadi penengah antara Hamas dan Israel dalam upaya mengamankan gencatan senjata di Gaza, bergabung dengan Mesir dalam mengecam tindakan Smotrich sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.”

Juru bicara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas meminta Amerika Serikat untuk menekan Israel agar menghentikan rencana tersebut.

Berbicara secara terpisah kepada Associated Press, pejabat Kementerian Luar Negeri Palestina, Ahmad al-Deek, menyebut rencana tersebut “kolonial, ekspansionis, dan rasis” dan mengklaim bahwa hal tersebut setara dengan kebijakan koalisi Netanyahu yang berkuasa.

“Ini termasuk dalam kerangka rencana pemerintah Israel yang ekstremis untuk melemahkan segala kemungkinan pembentukan negara Palestina, memecah-belah Tepi Barat dan memisahkan bagian selatan dari tengah dan utara,” katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Israel Gencarkan Serangan Jelang Pencaplokan Kota Gaza

Sedikitnya 100 warga Gaza syahid pada Rabu.

SELENGKAPNYA

Sikap Netanyahu Soal 'Israel Raya' Bakar Negara-Negara Arab

OKI mendesak dunia bertindak atas rencana perluasan wilayah Israel tersebut.

SELENGKAPNYA

Israel Matangkan Pengusiran Warga Gaza ke Sudan Selatan

Mossad diketahui ikut membantu kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011.

SELENGKAPNYA