Pegawai menghitung uang di Kantor Cabang Digital Bank Syariah Indonesia (BSI) Thamrin, Jakarta, Selasa (24/8/2021). | ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

Opini

Sinergi Bank Syariah

Untuk membangun bank syariah yang kuat, berdaya saing, dan meningkatkan kontribusinya, diperlukan sinergi.

BAMBANG RIANTO RUSTAM, Doktor Ilmu Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas Trisakti

Akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan regulasi yang ditunggu sejak lama stakeholder industri perbankan syariah, yang berupa pengaturan bank umum syariah pada masa depan. Meski sedikit terlambat, regulasi ini dalam pengembangan industri perbankan syariah.

Regulasi ini ditunggu industri perbankan syariah, yang menurut statistik yang dirilis OJK September 2022 menunjukkan, setahun terakhir kinerja perbankan syariah dari sisi aset tumbuh mengesankan 14 persen dari Rp 598 triliun menjadi Rp 680 triliun.

Kontribusi pertumbuhan tertinggi dihasilkan 21 unit usaha syariah (UUS), dengan 5.590 karyawan yang tumbuh 16 persen setahun terakhir menjadi Rp 226 triliun. Sedangkan 15 bank umum syariah (BUS) dengan 50.708 karyawan tumbuh hanya 12 persen menjadi Rp 454 triliun.

Pertumbuhan setahun terakhir ini, sinyal bagi seluruh bank syariah bekerja lebih keras meningkatkan portofolionya agar pangsa pasar perbankan syariah segera di atas 10 persen.

 

 
Sinyal bagi seluruh bank syariah bekerja lebih keras meningkatkan portofolionya agar pangsa pasar perbankan syariah segera di atas 10 persen.
 
 

Regulasi OJK ini diharapkan, menjadi solusi dan memberikan setidaknya dua hal dalam pengembangan bank syariah. Pertama, perlunya kehadiran bank syariah yang kuat dan berdaya saing. Kedua, perlunya meningkatkan kontribusi bank syariah dalam perekonomian nasional.

 

Bank syariah yang kuat diperlukan karena tingginya kompetisi dan agar bisa mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank syariah juga mesti mengantisipasi tren perkembangan teknologi informasi atau digitalisasi.

Perkembangan teknologi membawa perubahan dalam pengelolaan dan operasional bank. Pergeseran dari konsep bank tradisional ke bank masa depan mendorong bank syariah menyesuaikan strategi bisnis dan menata ulang jaringan distribusi.

Untuk bisa mengembangkan teknologi ini, 15 BUS tentu lebih leluasa. Situasi agak berbeda dengan 21 UUS. Dua problem utama dalam pengembangan UUS pada masa depan adalah minimnya kemampuan teknologi dan permodalan terbatas.

Jika kita lihat 21 UUS, terdiri atas delapan UUS bank swasta dan BUMN serta 13 UUS Bank Pembangunan Daerah. Untuk bisa mengembangkan teknologinya, hanya ada satu jalan, yaitu sinergi bank syariah.

 
Untuk bisa mengembangkan teknologinya, hanya ada satu jalan, yaitu sinergi bank syariah.
 
 

Peningkatan kontribusi

Setelah tiga dekade dikembangkan di Indonesia, kita merasakan perlunya meningkatkan kontribusi bank syariah dalam perekonomian dan pembangunan sosial. Jadi, mesti dioptimalkan sinergi ekosistem ekonomi dan keuangan bank syariah.

Untuk membangun bank syariah yang kuat, berdaya saing, dan meningkatkan kontribusinya, diperlukan sinergi. Perbankan syariah didorong lebih efisien. Baik secara individu bank maupun sinergi antarkelompok usaha dengan tetap menjaga inklusi keuangan.

Untuk mengoptimalkan fungsinya, bank syariah perlu melakukan pengembangan serta penyesuaian dalam prosedur dan proses bisnis guna memperkuat kelembagaan bank, sumber daya insani, kemampuan teknologi, dan lain-lain.

Salah satu cara penguatan kelembagaan sebagai fondasi bisnis bank syariah adalah sinergi. Antara lain pemanfaatan infrastruktur, teknologi, dan layanan perbankan bagi nasabah, termasuk pusat layanan nasabah, dukungan terkait sumber daya manusia.

 
Untuk membangun bank syariah yang kuat, berdaya saing, dan meningkatkan kontribusinya, diperlukan sinergi.
 
 

Untuk itu, terobosan OJK bahwa bank syariah dapat bersinergi dengan tiga pola perlu kita sambut baik. Pola pertama, sinergi bank syariah dengan bank syariah atau bank umum konvensional (BUK) dalam struktur kelompok usaha bank.

Sebagai contoh, pemanfaatan kelompok usaha bank ini diinisiasi dan dilaksanakan BUK, yaitu Bank BJB untuk BJB Syariah dan Bank Bengkulu pada 2022. Jadi, banyak terobosan dimungkinkan dalam sinergi pola pertama ini.

Pola ini  dinanti 12 UUS BPD minus Bank Riau Kepri Syariah yang konversi Agustus 2022, yang harus segera menentukan spin off atau melaksanakan konversi pada 2023. Mereka UUS Bank DKI, DIY, Jateng, Jatim, Sumut, Jambi, Sumbar, Sumsel, Kalsel, Kalbar, Kaltim, dan Sulsel.

Kedua, pemegang saham pengendali berupa bank atau BUK dengan bank syariah. Pilihan ini prioritas delapan UUS bank swasta dan BUMN. Di antaranya, UUS Bank Danamon, Permata, Maybank, Niaga, NISP, Sinar Mas, Jago, dan terakhir yang masih dinanti, yaitu UUS BTN.

 
Melihat problem pengembangan UUS, sinergi yang urgen saat ini adalah penggunaan sumber daya insani BUK oleh UUS ataupun BUS serta penggunaan pusat data dan atau pusat pemulihan bencana BUK oleh UUS dan BUS.
 
 

Ketiga, bank syariah sebagai perusahaan induk terhadap lembaga jasa keuangan nonbank sebagai perusahaan anak. Sinergi ini diharapkan, meningkatkan daya saing UUS dalam memberikan pelayanan kepada nasabah, yang akhirnya mendorong peningkatan kinerja bank syariah.

Melihat problem pengembangan UUS, sinergi yang urgen saat ini adalah penggunaan sumber daya insani BUK oleh UUS ataupun BUS serta penggunaan pusat data dan atau pusat pemulihan bencana BUK oleh UUS dan BUS.

Jika sinergi ini bisa dilakukan seluruh UUS bank swasta dan BUMN, seperti Bank BTN konvensional, CIMB Niaga, Permata, dan lain-lain, kita dapat melihat efek sinergi luar biasa dari output regulasi ini.

Sinergi bank syariah tentu saja dapat meningkatkan risiko bagi bank, baik UUS, BUS, maupun BUK. Bagi UUS/BUS, antara lain risiko operasional, reputasi, dan risiko kepatuhan, khususnya terhadap pemenuhan prinsip syariah. Bagi BUK, antara lain risiko operasional.

Dengan demikian, kita melihat banyak prospek sinergi untuk meningkatkan kinerja perbankan syariah secara nasional. Semoga sinergi bank syariah berbuah baik dalam melayani umat.

Habis Tiga Periode, Terbitlah Presiden Nyawapres

Yang lebih menarik, isu ini bukan bergulir dari kalangan politisi maupun pengamat.

SELENGKAPNYA

Jargon dan Slogan di Masa Pra-Gestapu

Karakter bahasa yang dipakai pada waktu itu benar-benar bercorak agresif.

SELENGKAPNYA

Dakwah Peradaban

Setiap kali Islam datang ke suatu tempat yang terjadi adalah penerapan ajaran Islam sebagai tamaddun atau peradaban.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya