Ahmad Syafii Maarif | Daan Yahya/Republika

Opini

Buya Syafii, Penyubur Peradaban

Rasa geram Buya Syafii juga ditunjukkan saat penguasa, elite politik, dan aktor bisnis merampok negeri dengan cara apa pun.

SUDARNOTO ABDUL HAKIM, Ketua Majelis Ulama Indonesia

Bak sumur yang tak pernah kering, Buya Syafii menyediakan dirinya ditimba agar pohon kemanusiaan kokoh dan taman peradaban subur dan indah. Sumur itu terbuka setiap saat dan dimanfaatkan siapa pun tanpa diskriminasi.

Tentu sumur itu juga bisa memenuhi kebutuhan untuk menyirami kehidupan penguasa dan rakyat, elite dan masyarakat kebanyakan, masyarakat beragama bahkan yang tak beragama, tokoh lintas agama dan peradaban, aktor politik lokal hingga global dan lainnya.

Semakin hari terasa kebutuhan memperkokoh bangunan kemanusiaan dan peradaban berbasis etika dan moral kuat. Untuk itu, dibutuhkan figur kuat yang memiliki ketajaman akal dan kalbu. Buya Syafii memenuhi persyaratan ini.   

 

 
Semakin hari terasa kebutuhan memperkokoh bangunan kemanusiaan dan peradaban berbasis etika dan moral kuat. 
 
 

 

Agama untuk manusia

Buya Syafii, sepanjang yang penulis kenal, berkeyakinan Islam diturunkan untuk manusia dan kemanusiaan. Seluruh ajaran yang tertulis dalam kitab suci untuk kebaikan manusia, bukan untuk menyenangkan dan kebaikan Allah.

Allah tidak berkepentingan dan membutuhkan ketaatan hamba-hamba-Nya. Tidak seperti para penguasa mondial temporal, kekuasaan Allah tidak bergantung pada siapa pun. Ia justru limpahkan rahmat-Nya untuk manusia, bahkan alam semesta.

Karena itu, langkah fundamental adalah memahami keseluruhan pesan moral dan substansial Ilahiah dalam kitab suci, dan mengimplementasikannya dalam kehidupan.

Kitab suci inilah yang menyediakan basis etika dan moral yang kokoh untuk kehidupan, sehingga kerahmatan bagi seluruh alam benar-benar terwujud. Kerahmatan ini inklusif, tak dibatasi untuk orang-orang Islam saja.

Dalam konteks kekuasaan temporal duniawi, negara/pemerintah sangat penting diwujudkan dan dilindungi untuk kemaslahatan umum. Negara/pemerintah tak boleh dibajak kelompok tertentu karena tak akan mampu melakukan fungsinya.

 
Dalam konteks kekuasaan temporal duniawi, negara/pemerintah sangat penting diwujudkan dan dilindungi untuk kemaslahatan umum.
 
 

Alih-alih mewujudkan kemaslahatan dan keadilan bersama, negara akan rontok karena korupsi, pertentangan elite, ketidakmenentuan dan kekacauan masyarakat, merebaknya kejahatan.

Berbeda dengan beberapa pemikir lainnya yang menegaskan, menegakkan pemerintahan itu kewajiban syariah, Buya Syafii cenderung berargumentasi “wajib lil aqly” keharusan yang didasarkan pertimbangan rasional dan ijtihad.

Karena itu juga, Buya Syafii tak sepaham terhadap ide negara Islam. Alquran tak pernah menyebutkan atau memerintahkan umat mendirikan negara Islam dengan sistem politik tertentu, ini wilayah ijtihadi berdasarkan konsensus, perjanjian kolektif.

Bagi Buya Syafii, gagasan demokrasi justru lebih bersesuaian dengan spirit ajaran Islam untuk menegakkan prinsip kebersamaan, keadilan, penghormatan terhadap perbedaan, penegakan HAM, perdamaian, dan kemaslahatan.

Kegeraman Buya

Berdasarkan pandangan di atas, Buya Syafii tak bisa menyembunyikan kegeramannya saat melihat siapa saja menggunakan simbol atau atas nama agama melakukan tindakan ekstrem, bahkan keonaran dan kekerasan.

Tindakan ini tak saja bertentangan dengan misi suci dan prinsip dasar yang diajarkan agama, juga menghinakan martabat manusia.

 
Rasa geram Buya Syafii juga ditunjukkan saat penguasa, elite politik, dan aktor bisnis merampok negeri dengan cara apa pun. 
 
 

Rasa geram Buya Syafii juga ditunjukkan saat penguasa, elite politik, dan aktor bisnis merampok negeri dengan cara apa pun. Demokrasi yang menjadi ijtihad sejak awal kemerdekaan Indonesia dijualbelikan dan dibelenggu oligarkis pemilik modal besar.

Berbagai isu mendasar, seperti ekstremisme agama, korupsi, dan perampokan terhadap negara, pelanggaran HAM, kebangkrutan moral penguasa dan elite politik, tumpulnya hukum dan tidak efektifnya pemerintahan, menjadi keprihatinan Buya Syafii.

Demikian pula intoleransi, baik dalam bidang sosial, agama, ekonomi, maupun politik. Jika semua ini dibiarkan, kemanusiaan dan bangsa rapuh, tinggal menunggu kebangkrutan dan kematiannya yang absolut.

Soal Pancasila

Bagi Buya Syafii, Pancasila rumusan ideologis paling tepat bagi Indonesia. Pancasila hasil ijtihad kolegial yang tak sekadar historis, tetapi juga futuristik yang menegaskan Indonesia negara Pancasila, bukan negara Islam dan negara sekuler.

Kekuasaan absolut monarki, teokrasi, dan sekuler tak sesuai watak dan kebutuhan Indonesia. Negara Pancasila khas Indonesia, demokrasinya khas Indonesia, dan sejalan dengan prinsip yang ditawarkan paham moderasi Islam.

 
Bagi Buya Syafii, Pancasila rumusan ideologis paling tepat bagi Indonesia. 
 
 

Kesesuaian Pancasila dan Islam inilah yang menjadi argumentasi penting lainnya, format negara atau kekhalifahan Islam tak dibutuhkan. Justru dengan Pancasila, ajaran substansial dan nilai moral Islam terakomodasi sedemikian rupa.

Dengan demikian, kaitan Islam dan Pancasila tak perlu diragukan. Umat Islam, di satu sisi, tak perlu menuntut lebih, apalagi meragukan Pancasila. Sebaliknya, non-Muslim dan siapa pun jangan berpikir Islam menjadi sumber ancaman.

Islamofobia adalah pandangan dan sikap ekstrem yang bertentangan dengan Pancasila.

Semua bentuk 'ekstremisme' harus dilawan. Buya menawarkan sekaligus mengarusutamakan “keramahan,” yaitu agama yang ramah dan terbuka. Karena itu, Islam rahmatan lil alamin, Pancasila, kemanusiaan, dan perdamaian harus dijaga.

Pembajakan saat ini masih terjadi karena itu, Buya Syafii membuktikan hingga akhir hayatnya, perjuangan harus terus dilakukan. Siapa pun harus melanjutkan perjuangannya. Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mental Kalah Arab

Yang kurang dari bangsa Arab adalah persatuan, perasaan senasib dan sepenanggungan.

SELENGKAPNYA

Stagflasi dan Anomali Ekonomi Syariah 

Dalam keadaan stagflasi, pelaku bisnis memiliki dua tantangan besar.

SELENGKAPNYA

Berburu Raudhah 

Jika tidak diatur, agak ngeri membayangkan padatnya Raudhah pada musim haji ini.

SELENGKAPNYA