Pemudik kendaraan roda dua saat menaikan motornya kedalam kapal Wira Kencana di Pelabuhan Merak, Banten, Kamis (28/4/2022). | Republika/Thoudy Badai

Opini

Strategi Atasi Urbanisasi

Kedatangan perantau tanpa bekal yang memadai akan menambah beban urbanisasi kota.

NIRWONO JOGA, Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan

Pemerintah dari pusat hingga daerah tampak begitu serius mengantisipasi para pemudik ke berbagai kota tujuan. Rekayasa lalu-lintas dijalankan untuk menjamin kelancaran kendaraan pemudik tiba tepat waktu di kampung halaman sebelum Lebaran.

Transportasi massal, baik bus, kereta api, kapal, maupun pesawat tebang dikerahkan besar-besaran untuk mengakomodasi para perantau, yang menahan rindu kampung selama dua tahun akibat pembatasan kegiatan di masa pandemi Covid-19.

Pemerintah daerah pun tak mau kalah menyambut kedatangan tamu agung yang sudah lama tak menengok kota asal. Infrastruktur jalan diperbaiki, kawasan wisata lokal dibenahi, dan geliat kehidupan di desa juga tampak semangat menanti pemudik.

 
Namun, di balik kesiapan menghadapi mudik Lebaran, pemerintah tampaknya belum menyiapkan strategi khusus mengantisipasi kembalinya para pemudik yang akan diikuti para pendatang baru menyerbu kota tujuan.
 
 

Namun, di balik kesiapan menghadapi mudik Lebaran, pemerintah tampaknya belum menyiapkan strategi khusus mengantisipasi kembalinya para pemudik yang akan diikuti para pendatang baru menyerbu kota tujuan.

Arus urbanisasi tampaknya akan sulit dibendung dan dihindari. Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?

Pertama, pascapesta Hari Raya Idul Fitri, gelombang urbanisasi siap menyerbu kembali ke kota-kota besar tempat pemudik diikuti pendatang baru dari sanak saudara, tetangga, hingga teman sekampung. Lapangan kerja yang sangat terbatas, pendapatan yang tidak menentu, dan gambaran masa depan yang suram, membuat perantau nekat berangkat ke kota mengadu peruntungan.

Bisa dipastikan, sebagian besar pendatang baru tidak semua dibekali keahlian (berijazah) atau keterampilan (bersertifikat), tidak membawa bekal (uang) yang cukup untuk bertahan hidup, tidak memiliki tempat tinggal pasti (kemungkinan sementara ditampung saudara atau teman), serta tidak/belum memiliki kepastian pekerjaan di kota.

Kedatangan perantau tanpa bekal yang memadai akan menambah beban urbanisasi kota dan membawa dampak persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Permukiman kumuh akan terus menjamur, angka kriminalitas turut meningkat, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial bertambah. 

 
Kedatangan perantau tanpa bekal yang memadai akan menambah beban urbanisasi kota dan membawa dampak persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.
 
 

Kedua, pemerintah kota tujuan urbanisasi, mulai dari aparat di tingkat kota, kecamatan, kelurahan, hingga pengurus RT/RW, harus turun ke lapangan untuk mendata ulang secara akurat warga penduduk asli (termasuk yang mudik) dan pendatang baru.

Proses pendataan mencakup tingkat perpindahan berapa banyak orang yang masuk dan keluar, tingkat pertumbuhan penduduk dari angka kelahiran warga dan jumlah pendatang, serta tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk dibandingkan provinsi dan kota/kabupaten, terutama pemasok utama perantau.

Pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi dan konsentrasi penduduk terbesar ada di Jakarta dan sekitar (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Peningkatan beban Jakarta berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan yang mengancam keberlanjutan kota.

Sementara itu, Jakarta semakin terbuka bagi siapa saja yang ingin mengadu nasib dan mencoba peruntungan. Ketiga, pemerintah harus mempercepat pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di Jakarta secara berlapis dan bertahap.

 
Peningkatan beban Jakarta berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan yang mengancam keberlanjutan kota.
 
 

Pada lapis pertama, pemerintah fokus pada pengembangan kota pendukung Jakarta, yakni Kota/Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota/Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Mereka harus lebih fokus pada perbaikan infrastruktur jalan (konektivitas jalan tol), integrasi transportasi massal (MRT, LRT, KRL), pengendalian kawasan industri lebih ramah lingkungan, serta pembangunan permukiman tapak dan hunian vertikal secara terpadu dan terjangkau.

Lapis kedua, Cekungan Bandung (Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Cimahi) di Jawa Barat; Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi) di Jawa Tengah; Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) di Jawa Timur.

Lapis ketiga, Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo) di Sumatra Utara; Patungraya Agung (Palembang, Betung Banyuasin, Indralaya/Ogan Ilir, Kayuagung/Ogan Komering Ilir) di Sumatra Selatan; Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) di Bali; Banjarbakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut) di Kalimantan Selatan; Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) di Sulawesi Selatan; Bimindo (Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Manado, Tomohon) di Sulawesi Utara.

 
Pemerintah harus membangun infrastruktur, transportasi, komunikasi, sarana prasarana, fasilitas publik, serta layanan kependudukan-kesehatan-pendidikan setara kota.
 
 

Keempat, urbanisasi tidak hanya migrasi penduduk desa ke kota, tetapi juga migrasi dari kota kecil ke kota besar/metroplitan, serta perubahan karakter desa yang mengota.

Pemerintah harus membangun infrastruktur, transportasi, komunikasi, sarana prasarana, fasilitas publik, serta layanan kependudukan-kesehatan-pendidikan setara kota.

Pemerintah mengembangkan jejaring perekonomian melalui kolaborasi antardesa, desa-kota, dan kota kecil-kota besar/metropolitan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara berjenjang.

Setiap kepala daerah dituntut bisa ngayahi (mengurus), ngayemi (menenangkan), ngayomi (melindungi), serta ngayani (menyejahterakan) rakyatnya. Sebab, urbanisasi harus membawa kesejahteraan masyarakat, kemakmuran ekonomi warga, dan kelestarian lingkungan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Meraih Kemenangan

Ramadhan harus menghasilkan satu kondisi hati yang jelas dan konkret, yakni bagaimana ada rasa cinta kepada Allah yang itu dapat dilihat dari kecintaannya kepada saudara seiman.

SELENGKAPNYA

Tantangan Revitalisasi Zakat

Secara bertahap, praktik zakat perlahan keluar dari ruang personal menuju ruang publik-kenegaraan.

SELENGKAPNYA

Mencermati RUU Sisdiknas (1)

Sepatutnya legislasi RUU Sisdiknas tidak menjalankan proses yang tidak sesuai UU No 15 Tahun 2019.

SELENGKAPNYA