Seorang Muzakki (pezakat) melakukan ijab pembayaran zakat saat acara Gebyar Kota Bandung Bezakat bersama Badan Amil Zakat Nasional Baznas Kota Bandung di Pendopo, Kota Bandung, Rabu (27/4/2022). | Edi Yusuf/Republika

Opini

Tantangan Revitalisasi Zakat

Secara bertahap, praktik zakat perlahan keluar dari ruang personal menuju ruang publik-kenegaraan.

KHUZAIFAH HANUM; Plt Kepala Biro Koordinasi, Kerja sama, dan Harmonisasi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)

Pada setiap tanggal 27 Ramadhan, kita memperingati Hari Zakat Nasional. Peringatan yang telah dilakukan sejak sembilan tahun lalu (2013) ini, dapat dikatakan sebagai salah satu monumen revitalisasi zakat di Indonesia.

Zakat secara bahasa memiliki padanan makna yang sama dengan kata suci, tumbuh, dan berkah.

Berkelindan dalam makna ini, praktik zakat memiliki orientasi untuk dapat menyucikan, menumbuhkan (kebaikan), dan memberikan keberkahan bagi masyarakat dan kehidupan sosial. Ini adalah objektif (maqashid) dari syariah zakat.

Secara konsep, zakat adalah kewajiban. Sedemikian wajibnya syariat ini, zakat menjadi salah satu pilar dalam agama Islam. Di dalam Alquran, zakat kerap disandingkan bersama shalat. Kedudukan ini menegaskan, zakat adalah sistem sosial yang penting dan harus dijalankan di dalam kehidupan kemanusiaan kita.

 
Secara konsep, zakat adalah kewajiban. Sedemikian wajibnya syariat ini, zakat menjadi salah satu pilar dalam agama Islam.
 
 

Meneroka praktik pada masa awal hingga era kejayaan Islam, zakat diambil dari orang-orang kaya oleh pemerintahan kaum Muslimin melalui institusi Bayt ul-Maal.

Zakat yang terhimpun diberikan kepada kelompok masyarakat yang berhak: orang-orang fakir dan miskin, pengelola zakat (amil), dan orang-orang yang cenderung pada Islam (muallaf); serta digunakan untuk membangun masyarakat berkeadaban: menghapus perbudakan (fii riqab), menanggulangi utang dan melawan riba (fii gharim), memenangkan Islam (fii sabilillah), dan merawat yang telantar (ibn sabil).

Di sini dan hari ini, pemahaman dan praktik zakat telah mengalami reduksi. Hal ini tidak terlepas dari upaya pendangkalan pemahaman dan praktik zakat, terutama sejak fase Politik Etis pada masa penjajahan.

Rekomendasi dari Snouck Hurgronje, Penasihat Urusan Islam Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (1889-1905), berhasil mendomestikasi praktik zakat dari kehidupan sosial masyarakat Muslim di nusantara, khususnya di Jawa.

Zakat terlupakan sebagai sistem kewajiban kemanusiaan, terdistorsi menjadi sekadar aktivisme kedermawanan. Setelahnya, hanya (zakat) fitrah yang tersisa di setiap Ramadhan. Dalam dua dekade terakhir ini, ikhtiar revitalisasi zakat sebenarnya tengah bergeliat kuat.

 
Secara bertahap, praktik zakat perlahan keluar dari ruang personal menuju ruang publik-kenegaraan.
 
 

Secara bertahap, praktik zakat perlahan keluar dari ruang personal menuju ruang publik-kenegaraan.

Zakat di Indonesia hari ini telah diakui secara resmi oleh negara dengan adanya UU 23 Tahun 2011 dan PP 14 Tahun 2014. Meskipun begitu, proses revitalisasi zakat ini masih terus mencari format ideal dalam konteks kekinian dan kedisinian.

Dalam proses revitalisasi ini, diskursus keidealan praktik zakat setidaknya terbelah menjadi dua: arus bawah dan arus atas. Arus bawah mengidealkan zakat sebagai aktivisme kultural.

Zakat dimaknai sebagai tindakan berbasis kesadaran untuk berbagi dan membangun komunalisme madani dalam napas keadilan Islam. Untuk dapat maksimal, pengelolaan zakat harus penuh terbuka bagi publik dan masyarakat sipil.

Di sisi lain, arus atas mengidealkan zakat sebagai kebijakan struktural. Zakat dipahami sebagai wujud keberpihakan kuasa dalam mengintervensi kesenjangan sosial. Untuk dapat maksimal, pengelolaan zakat harus didukung instrumen kekuasaan.

 
Zakat dimaknai sebagai tindakan berbasis kesadaran untuk berbagi dan membangun komunalisme madani dalam napas keadilan Islam. 
 
 

Perlu ada kebijakan publik dari pemerintah untuk mengambil zakat, bukan mengajak atau mengimbau. Pusaran dua arus ini, pada satu sisi, telah mengakselerasi proses revitalisasi praktik zakat sebagaimana yang kita saksikan hari ini.

Namun, di sisi lain, geliat dua arus ini tidak dinafikan juga, tengah mengarah pada kontestasi yang menciptakan jarak di antara para pegiat zakat. Hal ini yang kemudian menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai dalam agenda revitalisasi praktik zakat.

Dalam posisi ini, penting untuk kembali menginsyafi maqashid syariat zakat.

Fokus revitalisasi zakat selayaknya tidak terpaku pada pilihan (perspektif) praktik, tetapi sudah harus beralih menuju pada upaya menghadirkan maslahat yang lebih besar: pengumpulan zakat yang maksimal serta penyaluran zakat yang berdampak luas.

Dengan demikian, keragaman perspektif akan dapat saling melengkapi dan sinergis bagi ikhtiar revitalisasi zakat hari ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Contraflow Arus Mudik Diberlakukan

Pemudik diimbau terus memperbarui informasi rekayasa lalu lintas.

SELENGKAPNYA

Kemenaker: Ada 1.828 Pengaduan THR

KSPI sebut ribuan pekerja kontrak dipecat tanpa THR.

SELENGKAPNYA

Dugaan Suap Bupati Bogor Terkait Laporan Keuangan

Seluruh pihak yang ditangkap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK.

SELENGKAPNYA