Label halal baru Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag). | Kemenag

Tajuk

Polemik Label Halal Indonesia

Kegaduhan terkait label halal Indonesia sesungguhnya tak perlu terjadi.

Tiada hari tanpa kegaduhan. Itulah yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat di Tanah Air, akhir-akhir ini. Belum selesai kegaduhan akibat kontroversi pernyataan Menteri Agama terkait aturan azan melalui pengeras suara, pekan ini kegaduhan juga muncul pascapenetapan label halal yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).

Melalui Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal, pada 10 Februari BPJPH meluncurkan label halal yang kontroversial. Label halal Indonesia yang berlaku efektif pada 1 Maret 2022 itu, menurut  Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, secara filosofi  mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesian. Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan halal Indonesia.

Menurut Aqil, bentuk label halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Ini melambangkan kehidupan manusia. Ia menerangkan, bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf Arab yang terdiri atas huruf ha, lam alif, dan lam dalam satu rangkaian. Sehingga, kata dia, membentuk kata halal.

 
Menurut Aqil, bentuk label halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit.
 
 

Label halal Indonesia yang ditetapkan BPJPH itu telah memantik kegaduhan. Sejumlah kalangan mempertanyakan label halal Indonesia yang jauh berbeda dengan logo halal MUI yang biasa ditemukan publik selama tiga dekade lebih dalam berbagai produk makanan, obat-obatan, kosmetik dan restauran. Bahkan, di media sosial, label halal Indonesia menjadi bulan-bulanan netizen.

Kalangan yang bergiat di dunia kaligrafi pun mempertanyakan label halal Indonesia yang dirilis BPJPH tersebut. Kaligrafer nasional Derry Sulaiman, misalnya, menilai logo halal baru yang dikeluarkan pemerintah sama sekali tidak jelas dari jenis kaligrafi apa.

Menurut dia, setiap jenis kaligrafi memiliki kaidah tersendiri dan dapat dibaca dengan jelas oleh masyarakat yang bisa membaca aksara Arab secara umum. Sebagai penulis kaligrafi, Derry mengaku, tak bisa membaca logo halal baru tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut mempertanyakan label halal Indonesia tersebut. Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas menyatakan kecewa dengan label halal buatan BPJPH tersebut. Menurut Buya Anwar, logo tersebut tidak mencerminkan kebersamaan antara BPJPH dan MUI.

Padahal, kata dia, dalam pembicaraan di tahap-tahap awal diketahui ada tiga unsur yang ingin diperlihatkan dalam logo tersebut, yaitu tulisan BPJPH, MUI, dan halal. Tulisan MUI dan halal, kata dia,  didesain dalam bahasa Arab.

Kegaduhan terkait label halal Indonesia sesungguhnya tak perlu terjadi. Hal itu apabila pemerintah dalam hal ini BPJPH benar-benar menerapkan komunikasi kebijakan publik yang baik. Perlu diingat, masalah halal adalah hal yang sensitif bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Seharusnya, sejak awal penyusunan atau pembuatan label halal, BPJPH melibatkan MUI, Ormas Islam, serta komunitas kaligrafi di Tanah Air.

 
Kegaduhan terkait label halal Indonesia sesungguhnya tak perlu terjadi. Hal itu apabila pemerintah dalam hal ini BPJPH benar-benar menerapkan komunikasi kebijakan publik yang baik.
 
 

Bila perlu, logo halal Indonesia itu disayembarakan pembuatannya. Sehingga, publik dan lembaga terkait dengan masalah halal akan memantau dan memberi masukan. Di era serbadigital seperti sekarang, transparansi begitu sangat penting.

Jika pembuatan logo label halal tersebut berlangsung secara terbuka, tentu kegaduhan seperti yang terjadi pada pekan ini tak perlu terjadi. Dan, seharusnya sebelum ditetapkan, label halal Indonesia tersebut BPJPH juga melakukan uji publik.

Kini, BPJPH harus menyosialisasikan label halal Indonesia itu secara masif, tak hanya di dalam negeri, tapi juga ke dunia internasional. Kalangan usaha tak mempermasalahkan label halal Indonesia yang baru tersebut. Namun, kalangan usaha meminta pemerintah untuk meyakinkan masyarakat internasional agar menerima label halal tersebut. Ya, kalangan dunia usaha ingin agar logo halal tersebut bisa diterima dan diakui berbagai negara.

Perlu usaha dan kerja keras dari pemerintah untuk meyakinkan dunia internasional untuk menerima logo halal baru ini. Menurut Indonesia Halal Market Report 2021/2022 yang diluncurkan DinarStandard, Indonesia berpeluang menambah 5,1 miliar dolar AS atau Rp 72,9 triliun pada produk domestik bruto (PDB) dari industri halal. Jumlah tersebut berasal dari kenaikan ekspor, substitusi impor, dan foreign direct investment (FDI)

Hadirnya logo halal baru juga ternyata berdampak bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Komunitas independen, Sahabat UMKM meminta pemerintah memfasilitasi UMKM, terutama di bidang makanan untuk mengganti logo halal di kemasan produksinya. Sebab, penggantian logo di kemasan cukup memengaruhi harga pokok produksi (HPP), termasuk makanan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mengejar Popularitas Langit

Selebritas yang terlibat rupanya tak puas hanya terkenal di bumi, melainkan berharap meraih popularitas di langit.

SELENGKAPNYA

Tobat Hakiki

Berbagai langkah untuk bertobat ini bisa dilakukan kapan saja, di bulan Sya'ban sangat dianjurkan.

SELENGKAPNYA