Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022). | Prayogi/Republika.

Tajuk

Ujung Kisruh Minyak Goreng

Konsumen minyak goreng kemasan masih menanti kebijakan minyak goreng yang juga berpihak kepada mereka.

Mulai kemarin, masyarakat tak lagi mengeluh sulitnya memperoleh minyak goreng (migor). Sehari setelah pemerintah mencabut penerapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng, rak-rak minimarket yang sebelumnya kosong, kini dipenuhi minyak goreng dengan berbagai merek. Padahal, sejak 1 Februari 2022, berbagai merek minyak goreng dalam kemasan tersebut seakan lenyap entah ke mana.

Sayangnya, membanjirnya pasokan minyak goreng saat ini ke berbagai pasar modern dan pasar tradisional, tidak lantas menyelesaikan masalah utama minyak goreng. Bila selama hampir satu sebulan setengah ini masyarakat dihadapkan masalah langkanya pasokan, kini persoalannya beralih ke masalah harga.

Artinya, kebijakan minyak goreng terbaru yang dihasilkan melalui rapat terbatas (ratas) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (15/3), hanya memindahkan persoalan. Ratas yang memutuskan, harga minyak goreng kemasan disesuaikan dengan harga keekonomian atau harga pasar, tidak mampu menyelesaikan masalah minyak goreng secara keseluruhan.

Pemerintah hanya menetapkan harga minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter atau harga subsidi. Sedangkan harga minyak goreng dalam kemasan dilepas ke pasar.

 
Artinya, kebijakan minyak goreng terbaru yang dihasilkan melalui rapat terbatas (ratas) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (15/3), hanya memindahkan persoalan.
 
 

Kita mengetahui keluhan terhadap harga minyak goreng telah muncul sejak Desember 2021. Saat itu harga minyak goreng curah ataupun kemasan secara perlahan terus bergerak naik, sejalan dengan naiknya harga sawit mentah (CPO) di pasar internasional.

Harga minyak goreng kemasan bahkan menyentuh level Rp 18 ribu per liter dari sebelumnya, sekitar Rp 14 ribu untuk kemasan satu liter. Begitu juga, harga minyak goreng curah yang juga ikut melonjak di kisaran Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu per liter, dari semula di harga Rp 11 ribu per liter.

Untuk memenuhi keluhan masyarakat karena tingginya harga, pada Januari, pemerintah menetapkan satu harga minyak goreng, Rp 14 ribu per liter. Namun, kebijakan yang mampu meredam keluhan masyarakat tersebut tidak bertahan lama. Mulai 1 Februari, pemerintah mewajibkan produsen CPO memasok 20 persen produsen minyak goreng di dalam negeri.

Pemerintah juga menetapkan harga CPO untuk pasar dalam negeri di angka Rp 9.300 per kilogram. Pada saat bersamaan, pemerintah menerapkan HET untuk harga minyak goreng curah di angka Rp 11.500 dan HET untuk kemasan sederhana sekitar Rp 13 ribu per liter.

Ketika kebijakan tersebut mulai berganti sejak kemarin, masyarakat dibuat terheran-heran saat mendapatkan harga minyak goreng kemasan di harga Rp 24 ribuan per liter. Harga tersebut bahkan sudah jauh di atas harga pada Januari, yang masih di Rp 18 ribuan per liter.

Padahal, saat harga Rp 18 ribu per liter saja masyarakat sudah menjerit. Apalagi, dengan harga minyak goreng kemasan sangat tinggi saat ini jelas-jelas membuat masyarakat sulit percaya.

 
Pemerintah mungkin mempersilakan masyarakat untuk beralih dari minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah. Namun, hal itu tentu akan menimbulkan persoalan baru.
 
 

Kegalauan masyarakat tersebut  muncul karena kebijakan yang dibuat pemerintah saat ini, tidak mampu menyelesaikan persoalan minyak goreng secara parsial. Kebijakan yang berlaku saat ini, hanya untuk konsumen minyak goreng curah yang akan disubsidi dengan harga Rp 14 ribu per liter. Sementara konsumen minyak goreng dalam kemasan oleh pemerintah dipersilakan untuk menyelesaikan persoalannya sendiri.

Hal itu tentu kurang bijaksana. Kita mengetahui, dari total konsumen minyak goreng di Tanah Air, 35 persen merupakan konsumen minyak goreng kemasan dan 65 persen merupakan konsumen minyak goreng curah.  

Pemerintah mungkin mempersilakan masyarakat untuk beralih dari minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah. Namun, hal itu tentu akan menimbulkan persoalan baru.

Apalagi, produksi minyak goreng curah yang mencapai 65 persen dari total produksi minyak goreng nasional, tidak akan mencukupi permintaan bila konsumen minyak goreng kemasan beralih secara besar-besaran. Belum lagi minyak goreng curah pun selama ini sulit ditemukan di pasar-pasar modern.

Karena itu, kebijakan baru minyak goreng yang dihasilkan dari ratas di Istana Presiden, sudah seharusnya kembali disempurnakan. Konsumen minyak goreng kemasan, yang tidak hanya rumah tangga, tetapi juga para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), masih menanti kebijakan minyak goreng yang juga berpihak kepada mereka. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mendag: Ada yang Bermain Minyak Goreng

Masyarakat khawatir kenaikan harga minyak goreng merembet ke harga lainnya.

SELENGKAPNYA

Puskes Haji Kirim Tim untuk Cek Alkes di Saudi

Kemenag optimistis Indonesia akan memberangkatkan jamaah untuk ibadah haji 2022.

SELENGKAPNYA

Sirkuit Mandalika 100 Persen Siap Dilintasi Pembalap

BMKG memperkirakan potensi terjadi hujan sedang hingga lebat selama tiga hari ke depan di Mandalika.

SELENGKAPNYA