ILUSTRASI Kisah Tsalabah bin Abdurrahman pada zaman Nabi SAW. | DOK WIKIPEDIA

Kisah

Ketika Sahabat Nabi ‘Menghilang’

Tak terasa, sahabat ini telah menghilang dari lingkungan Muslimin Madinah lebih dari sebulan.

OLEH HASANUL RIZQA

Pada suatu hari, Rasulullah SAW menugaskan seorang sahabatnya, Tsa'labah bin Abdurrahman, untuk sebuah urusan. Tugas itu dilaksanakan remaja Anshar tersebut dengan penuh semangat. Dalam perjalanan pulang, ia melewati rumah seorang warga Madinah.

Tanpa sengaja, diamelihat pemandangan seorang wanita sedang mandi. Perempuan itu tidak mengenakan kain sehelai pun. Tata letak dan bangunan rumah-rumah umumnya di Madinah kala itu memang amat sederhana. Karena itu, sangat mungkin bila isi rumah tampak dari luar.

Kejadian itu amat mengguncang diri Tsa’labah. Sebagai seorang remaja, peristiwa tersebut sama sekali tidak membuatnya senang. Ia justru resah dan takut luar biasa.

Dalam benaknya terbayang, betapa berdosa dirinya walaupun matanya tidak sengaja menatap tubuh telanjang perempuan tersebut. Yang sangat ditakutkannya ialah, wahyu akan turun kepada Rasulullah SAW karena perbuatannya ini.

Tanpa berpikir panjang, Tsa’labah memutuskan untuk kabur dari Madinah. Bukannya melapor kepada Nabi SAW sesudah tugasnya selesai, ia memilih sembunyi di perbukitan yang terletak antara rute Madinah-Makkah. Di sebuah gua, ia merenungi nasib dan sangat menyesali perbuatannya itu.

Tak henti-hentinya berdoa. Saat malam tiba, Tsa’labah keluar dari perbukitan sembari menatap langit. Tangannya terangkat ke atas, sementara lisannya berujar, “Ya Allah, mengapa Engkau tidak mencabut saja nyawa hamba-Mu ini?” Begitulah besarnya penyesalan dalam diri sang pemuda saleh.

 
Tanpa berpikir panjang, Tsa’labah memutuskan untuk kabur dari Madinah.
 
 

Tak terasa, sahabat ini telah menghilang dari lingkungan Muslimin Madinah lebih dari sebulan. Tepat pada hari ke-40 sejak kepergian Tsa’labah, Malaikat Jibril turun kepada Nabi SAW. Darinya, Rasulullah SAW menerima kabar tentang apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

“Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam buatmu dan berfirman kepadamu, ‘Sesungguhnya seorang laki-laki dari umatmu berada di gunung ini sedang memohon perlindungan kepada-Ku',” ungkap sang malaikat penyampai wahyu tersebut.

Sesudah itu, Nabi SAW memerintahkan Umar bin Khattab dan Salman al-Farisi pergi ke bukit tempat Tsa’labah bersebunyi. Keduanya ditugaskan untuk membujuk sang pemuda agar bersedia kembali ke Madinah. Dalam perjalanan, mereka berpapasan dengan seorang pengembala kambing, yakni Dzufafah.

“Wahai hamba Allah, kami sedang mencari kawan kami yang bernama Tsa’labah. Kabarnya, ia dalam beberapa pekan tinggal di bukit ini. Apakah engkau pernah bertemu dengannya?” tanya Umar.

“Jangan-jangan yang engkau maksud ialah pemuda yang lari dari neraka jahanam?” kata Dzufafah.

“Bagaimana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka jahanam?” selidik Umar lagi.

Dzufafah pun menjelaskan, pemuda yang dimaksud selalu keluar pada malam hari. Orang-orang kerap melihatnya sedang berjalan sambil meletakkan tangan di atas kepalanya.

Sahabat Nabi SAW itu juga terus mengulang-ulang munajat, “Wahai Rabbku! Mengapa engkau tidak cabut saja nyawaku dan binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan?”

Yakinlah Umar dan Salman bahwa ciri-ciri yang disebutkan sang pengembala sesuai dengan Tsa’labah. Akhirnya, ketiga orang itu lekas berangkat untuk mencarinya bersama-sama. Sesudah matahari terbenam, benar saja, Tsa’labah kembali muncul dengan kebiasannya, seperti dijelaskan oleh Dzufafah tadi siang.

Diam-diam, Umar mendekati lantas memeluknya. Begitu menyadari siapa sosok yang memegangnya, pemuda itu bertanya, “Wahai Umar! Apakah Rasulullah SAW telah mengetahui perkaraku?”

Umar tidak mengerti apa yang ditanyakannya itu. Yang jelas, Nabi SAW sudah lama menanti kedatangannya. “Kemarin beliau menyebut-nyebut namamu, lalu mengutusku dan Salman untuk mencarimu,” kata al-Faruq menerangkan.

 
Kemarin beliau menyebut-nyebut namamu, lalu mengutusku dan Salman untuk mencarimu.
 
 

Tsa'labah bersedia pulang, asalkan ia menghadap Rasul SAW ketika beliau di masjid sesudah memimpin shalat. Usai shalat subuh keesokan harinya, Tsa’labah pun dipertemukan dengan Nabi SAW.

“Mengapa engkau menghilang dariku?” tanya beliau. Tsa’labah lalu menjelaskan duduk perkaranya.

“Bukankah pernah kuterangkan kepadamu ayat tentang penghapusan dosa dan kesalahan?” sabda Nabi SAW. Beliau lalu membacakan surah al-Baqarah ayat 201.

Sejak hari itu, Tsa’labah kembali ke rumahnya, tetapi tidak lama kemudian lelaki itu sakit keras. Bersama para sahabat, Rasul SAW menjenguknya.

Sempat Nabi SAW meletakkan kepala Tsa’labah di atas pangkuannya. Namun, sahabat itu pelan-pelan menggesernya. “Mengapa engkau geserkan kepalamu dari pangkuanku?” tanya beliau.

 
Begitu diberi tahu akan wahyu tersebut, seketika Tsa’labah berteriak karena terlampau gembira. Ia lalu wafat.
 
 

“Wahai Rasulullah,” jawab pemuda ini, “kepalaku penuh dengan dosa.”

“Kalau begitu, apa yang engkau sukai?”

“Ampunan dari Tuhanku,” timpal sang sahabat.

Lantas, turunlah Jibril. “Wahai Muhammad,” kata sang malaikat, “Tuhanmu mengirimkan salam padamu, dan berfirman, ‘Jika hamba-Ku ini menemui-Ku dengan dosa sejengkal tanah, maka Aku akan menemuinya dengan sejengkal ampunan'.”

Begitu diberi tahu akan wahyu tersebut, seketika Tsa’labah berteriak karena terlampau gembira. Ia lalu wafat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat