Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Desy Ratnasari mengikuti rapat pleno Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/8/2021). Rapat pleno tersebut menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Nasional

Pelaku Kekerasan Seksual Bisa Direhabilitasi

RUU PKS diusulkan agar memasukkan persoalan perzinaan.

JAKARTA—Tim ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR menyampaikan draf awal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada Senin (30/8). Draf RUU PKS terdiri dari 11 bagian atau bab dengan 40 pasal.

Tim ahli Baleg DPR Sabari Barus menuturkan, draf RUU PKS mengakomodasi rehabilitasi terhadap pelaku kekerasan seksual. Menurut Barus, ada dua jenis pelaku kekerasan seksual yang dapat direhabilitasi.

“Terpidana anak yang berusia 18 tahun atau terpidana pada perkara pelecehan seksual," tutur Sabari Barus dalam rapat Baleg DPR, Senin (30/8).

Ia menjelaskan, ada empat jenis rehabilitasi yang bisa didapatkan pelaku kekerasan seksual: rehabilitasi medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikiatrik, dan rehabilitasi sosial. Selain itu, ada lima jenis tindak pidana kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual, pemaksaan memakai alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual, dan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang disertai dengan perbuatan pidana lain. 

"Selain lima jenis tersebut, terdapat aturan mengenai pemberatan dan pidana tambahan, seperti pencabutan hak asuh, pengumuman identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pembayaran restitusi, dan pembinaan khusus," ujar Sabari. 

Draf tersebut juga akan mengatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan kekerasan seksual. Pertama adalah orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi.

"Dua, orang yang membantu pelarian pelaku kekerasan seksual dari proses pidana," tegas tim ahli Baleg.

Di samping itu, diksi 'penghapusan' dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) terkesan sangat abstrak. Tim ahli Baleg mengusulkan agar nama regulasi tersebut menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Diksi 'penghapusan' dinilai merujuk pada arti hilang sama sekali atau mutlak. Padahal, menurut Sabari, menghilangkan kekerasan seksual merupakan sesuatu yang sulit terwujud di dunia.

Tim ahli Baleg merujuk pada data Komnas Perempuan yang mencatatkan kasus kekerasan seksual sepanjang 2011 hingga 2019 yang mencapai 46.698 kasus. “Sepanjang 2011-2019 tercatat 46.698 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah personal dan rumah tangga, dan ranah publik. Dari jumlah itu, 23.021 kasus terjadi di ranah publik,” tegas Sabari. 

Wakil Ketua Baleg Willy Aditya menjelaskan, RUU tentang PKS merupakan usul inisiatif Baleg yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021 yang disetujui pada 14 Januari 2021. Draf RUU PKS yang baru memuat langkah pencegahan tindak kekerasan seksual.

Menurutnya, draf baru ini akan lebih mengedepankan menjunjung tinggi aspek kehati-hatian. Salah satunya tentang bagaimana pentingnya tindak pencegahan.

Suara fraksi Islam

Anggota Baleg DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Amidah menilai kekerasan seksual tak hanya melanggar nilai kemanusiaan, tetapi juga nilai keagamaan. Menurutnya, RUU PKS mengakomodasi kepercayaan dan keyakinan.

Ia menjelaskan, semua agama, tradisi, dan budaya melarang kekerasan seksual. Dari situ ia melihat pentingnya RUU PKS untuk melindungi korban dalam memperoleh perlindungan hukum.

photo
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya (tengah) memimpin rapat pleno Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/8/2021). Rapat pleno tersebut menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

"Dari aspek budaya pun ini (kekerasan seksual) ditolak, tidak ada budaya yang memberikan ruang terhadap kekerasan seksual," ujar Luluk, Senin.

Anggota Baleg Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzzamil Yusuf mengusulkan sejumlah poin perlu dimasukkan dalam RUU PKS. Salah satunya terkait definisi zina.

"Maka masuk apa itu zina karena segala agama di Indonesia mengatakan segala hubungan di luar nikah adalah perzinaan. Inilah masterpiece-nya Baleg, bertahun-tahun buatan Belanda tidak mendefinisikan zina, ini kita definisikan,” ujar Al Muzzamil.

Anggota Baleg Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Dessy Ratnasari menyoroti perlu diperjelasnya pengertian kekerasan seksual. Sebab saat ini masih ada anggapan bahwa pakaian seseoranglah yang menyebabkan hadirnya pelecehan seksual. “Maksud saya mohon tidak menggunakan paradigma, stereotip, dan sifat terhadap korban. Kalau ini ternyata ini yang tidak baik, bagaimana cara membuat perubahan perilaku dan awareness terhadap pelaku dan korban,” ujar Dessy.

Draf RUU PKS:

Bab I: Ketentuan umum.

Bab II: Penjelasan Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Bab III: Mengatur tindak pidana lain berkaitan TPKS

Bab IV: Mengatur penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terkait TPKS

Bab V: Mengatur pencegahan.

Bab VI: Mengatur peran masyarakat

Bab VII: Mengatur koordinasi

Bab VIII: Mengatur pendanaan

Bab IX: Mengatur kerja sama internasional

Bab X: Mengatur ketentuan peralihan

Bab XI: Ketentuan penutup.

Sumber: Baleg DPR

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat