Warga mengusung poster bertajuk Peduli Literasi Anti Hoax Vaksinasi saat aksi di Jalan Gajah Mada, Solo, Jawa Tengah, Selasa (9/2/2021). Aksi ini untuk mengajak masyarakat agar bijak bersosial media dan tidak mudah menyebar berita hoaks. | ANTARA FOTO/Maulana Surya

Laporan Utama

Melawan Badai Hoaks

Peran dai sangat strategis melawan hoaks dan menjernihkan informasi terkait wabah Covid-19.

 

 

 

OLEH HASANUL RIZQA, IMAS DAMAYANTI

Badai hoaks berkelindan dengan memburuknya krisis pandemi belakangan ini. Salah satunya datang dari sebuah pesan berantai (broadcast) yang menyebut virus korona sebagai “Tentara Allah”, beberapa pekan lalu. Pesan itu menyebut sosok Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai sumbernya.

Kepada Republika, UAS menegaskan tidak pernah menulis atau menyampaikan perkataan sebagaimana tertera di pesan berantai tersebut. Ia pun menyayangkan masih adanya disinformasi atau hoaks yang disangkut-pautkan dengan ceramahnya. “Ini hoaks,” kata UAS saat dihubungi Republika, Selasa (6/7). 

Ia berharap oknum-oknum yang telah membuat hoaks tersebut untuk berhenti mencatut namanya saat menyebarkan pesan-pesan yang tidak benar. Adapun tausiyah UAS dapat disimak melalui akun-akun media sosialnya, seperti @ustadzabdulsomad_official di Instagram dan Ustadz Abdul Somad Official di YouTube yang memiliki sekurang-kurangnya 2,09 juta pengikut (subscribers).

Selain itu, konten-konten yang ada sebaiknya ditonton secara utuh. Itu supaya tidak menimbulkan syak wasangka. “Tontonlah video-video UAS yang full melalui akun-akun yang resmi itu. Kalau (menonton) potongan video, pastikan dulu, di mana, kapan, dan pada momen apa itu dibuat,” tutur alumnus Universitas al-Azhar Kairo itu.

Narasi lain ikut membawa-bawa persoalan politik dalam persoalan wabah ini. Pesan berantai lainnya bahkan menyebutkan, jika Covid-19 akan kembali naik saat peringatan hari besar Islam.

Di antaranya, tahun baru Islam dan bulan Maulid. Saat masyarakat lengah, presiden pun menetapkan darurat sipil. “Begitu berulang, dengan pola yang sama atau bahkan lebih sadis. Tahu-tahu darurat sipil. Tahu-tahu UU BPIP disahkan. Tahu-tahu Pancasila jadi Trisila bahkan Ekasila. Tahu-tahu perpanjangan jadi 3 periode,” demikian potongan pesan yang dikirim ke banyak grup media sosial. 

Pengamat media sosial Ismail Fahmi menjelaskan, pemerintah harus bertindak proaktif dalam menjalin komunikasi yang baik serta menunjukkan sikap yang konsisten. Pendiri Drone Emprit tersebut mengatakan, pandangan masyarakat terkait pandemi dan program vaksinasi memang terbelah.

Dia menyebut, terjadi ketimpangan keikutsertaan program vaksinasi di sejumlah wilayah akibat pengaruh dari tokoh agama.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

“Kalau di Jawa, rata-rata masyarakatnya mau divaksin. Artinya mereka percaya vaksin ini tidak membahayakan. Tapi kalau di Riau, contohnya sebagaimana yang saya lihat, itu mereka jarang ada yang mau divaksin,” kata Fahmi saat dihubungi Republika, Rabu (7/7).

Untuk itu, dia mengimbau pemerintah untuk menggencarkan pendekatan sosial-keagamaan. Salah satunya adalah dengan menggandeng tokoh agama dengan komunikasi yang lebih intensif.“Pemerintah punya banyak resource yang bisa digunakan untuk meng-counter informasi-informasi keliru soal Covid-19,” kata dia.

Ketua Umum Ikatan Dai Seluruh Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Satori Ismail mengatakan, peran dai sangat strategis dalam menjernihkan informasi yang salah terkait wabah Covid-19. Namun demikian, dia menegaskan, hal pertama yang perlu ditegaskan adalah mengenai kehadiran wabah penyakit ini kepada masyarakat khususnya umat Islam.

“Harus dijelaskan bahwa wabah ini merupakan satu ujian dari Allah untuk meningkatkan iman mukmin, dan meningkatkan amal mukmin,” kata Kiai Satori saat dihubungi Republika, Rabu (7/7).

 
Harus dijelaskan bahwa wabah ini merupakan satu ujian dari Allah untuk meningkatkan iman mukmin, dan meningkatkan amal mukmin.
KH AHMAD SATORI ISMAIL, Ketua Umum Ikadi
 

Menurut dia, keberadaan wabah Covid-19 adalah nyata. Oleh sebab itu, dia meminta kaum Muslimin mengakui keberadaannya. Dengan kenyataan tersebut, setiap Muslim diwajibkan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari wabah ini.

Perlindungan yang dilakukan antara lain menaati protokol kesehatan, menjaga kesehatan diri dan orang lain, hingga menjaga keimanan agar dijauhkan dari kecacatan akidah akibat ujian pandemi. Dia menyebut, perlindungan-perlindungan tersebut sangat penting bagi umat.

Di sisi lain, umat  juga diingatkan bahwa musibah Covid-19 yang melanda Indonesia dan dunia telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah SWT. Di dalam Alquran Surah At-Taubah, Allah SWT berfirman: “Qul lan yushibanaa illa maa kataballahu lana huwa maulana,”. Yang artinya: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami.”

“Namun bukan berarti musibah Covid-19 ini adalah takdir yang telah ditetapkan Allah, lantas kita tidak patuh prokes. Ini yang salah. Untuk itu, para dai di Ikadi juga senantiasa memberikan pemahaman yang sifatnya spiritual dalam rangka menangkal hoaks dan informasi yang keliru soal wabah ini,” kata dia.

Dia juga berpesan bahwa, peran masyarakat dan elemen bangsa amat dibutuhkan dalam menangkal informasi keliru soal Covid-19. Tak terkecuali, kata dia, adalah komunikasi yang terukur dari pemerintah.

Menurut dia, komunikasi yang baik kepada umat dan mayarakat  akan berpengaruh terhadap munculnya informasi-informasi yang beredar. “Jangan sampai komunikasi dari pemerintah buruk sehingga menimbulkan informasi-informasi yang mudah berubah dan semakin melebar,” kata dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kementerian Kominfo (kemenkominfo)

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas menyayangkan sebagian masyarakat yang tidak mempercayai kebenaran virus Covid-19. Dengan realitas di lapangan yang sudah mengerikan, dia menjelaskan, seharusnya sudah wajib bagi setiap orang mempercayai keberadaan virus ini.

“Kalau masih ada orang hari ini yang tidak atau belum mempercayai hadirnya Covid-19, maka saya benar-benar bingung tentang bagaimana lagi cara menjelaskannya kepada mereka,” kata Anwar.

Dia menjelaskan, keyakinan itu bermacam-macam jenisnya. Pertama, ainul yaqin. Yakni meyakini setelah melihat sendiri bagaimana dampak dari Covid-19. Hal ini dibuktikan dengan penuhnya rumah sakit dan gugurnya para tenaga kesehatan yang ikut serta menanggulangi Covid-19. Tak hanya itu, saat ini lahan pekuburan pun semakin sulit didapatkan.

Kedua, ilmul yaqin. Yakni, meyakini karena para ilmuwan yang tahu tentang masalah tersebut sudah menjabarkan mengenai virus yang ada. Saat ini, kata Anwar, para ilmuwan yang telah ahli di bidang kesehatan telah mengabarkan dengan jelas bahwa virus ini berbahaya bagi kelangsungan umat manusia.

Ketiga, haqqul yaqin. Yakni di mana seseorang benar-benar tidak bisa mengingkari sesuatu sebab telah banyak orang telah mengakui kebenarannya. Terkait virus ini, dia menyebut, kebenaran atas kehadiran Covid-19 bahkan bukan hanya dipercayai oleh tingkat kecamatan, melainkan tingkat nasional hingga internasional.

“Kami mengajak kembali setiap pihak untuk sama-sama melawan narasi orang yang tidak mau percaya wabah ini,” kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat