Wajib pajak melihat tata cara pendaftaran e-filling atau penyampaian SPT Tahunan secara elektronik di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, Jakarta, Rabu (31/3). | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Ekonomi

Wacana Amnesti Pajak Ditolak

Amnesti pajak jilid pertama dinilai belum maksimal.

 

JAKARTA – Sejumlah anggota legislatif dan pengamat ekonomi menolak wacana program amnesti pajak atau tax amnesty jilid kedua. Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo menilai, reformasi pajak lebih penting untuk diprioritaskan ketimbang menggelar pengampunan pajak kembali.

"Amnesti pajak bukan jawaban yang tepat atas shortfall pajak. Pemerintah harus terus didukung untuk fokus pada reformasi perpajakan," kata Andreas di Jakarta, Ahad (23/5).

 
Pelaksanaan tax amnesty jilid kedua akan meruntuhkan kewibawaan otoritas yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada kepercayaan masyarakat wajib pajak.
ANDREAS EDDY SUSETYO, Anggota Komisi XI DPR
 

Menurut Andreas, reformasi perpajakan yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten dalam melaksanakan pengawasan kepatuhan.

Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya memenuhi kebutuhan sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel sehingga menghasilkan penerimaan yang optimal dan berkelanjutan. Semua hal tersebut, lanjutnya, jauh lebih penting dan mendesak dibandingkan amnesti pajak.

"Tax amnesty hanya diberikan satu kali dalam satu generasi. Pelaksanaan tax amnesty jilid kedua akan meruntuhkan kewibawaan otoritas yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada kepercayaan masyarakat wajib pajak,” kata Andreas.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel meminta rencana pemerintah untuk memberikan amnesti pajak yang kedua ini harus jelas tujuan dan target sasarannya. “Jangan sampai cuma memutihkan dana di luar negeri tapi gagal melakukan repatriasi. Harus ada kombinasi keduanya," kata Rachmat.

Pemberian amnesti juga harus diberikan kepada pelaku ekonomi kecil sehingga tidak hanya fokus pada pengusaha ekonomi besar. Menurutnya, pemberian amnesti pajak jilid pertama pada beberapa waktu lalu belum mampu menjaring uang milik pengusaha yang disimpan di luar negeri untuk bisa kembali ke Tanah Air. Selain itu, pemberian amnesti pajak kepada pelaku ekonomi kecil dapat diberikan sebagai bentuk dukungan dan kepedulian pemerintah.

photo
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) berbincang dengan Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3). - ( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Wacana program amnesti pajak jilid kedua mencuat setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan rencana itu ke publik. Airlangga mengatakan, terdapat beberapa pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (UU) perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Hal itu meliputi undang-undang pajak penghasilan (PPh), termasuk PPh orang per orang dan pribadi, PPh badan, pajak pertambagan nilai (PPN) barang/jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), undang-undang cukai, carbon tax, serta terkait pengampunan pajak.

“Jadi ada beberapa yang dibahas. Hasilnya, kita tunggu pembahasan dengan DPR, ini diharapkan segera dapat dilakukan pembahasan,” ujar Airlangga beberapa waktu lalu.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, rencana pengampunan pajak akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekonomi Indonesia. Dia meminta agar pemerintah mencari solusi untuk menaikkan penerimaan negara selain lewat amnesti pajak.

"Tax amnesty menciptakan ketimpangan antara orang kaya dan miskin," ujarnya.

Bhima menjelaskan, selama pandemi Covid-19 sudah banyak kebijakan yang mendukung korporasi seperti penurunan tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 20 persen bertahap hingga 2022. Dia mengingatkan, amnesti pajak justru bisa menimbulkan ketimpangan setelah periode pandemi Covid-19.

"Perlu dicatat rasio gini mulai menanjak ke 0,385 per 2020 dengan kelompok 20 persen teratas atau orang kaya porsi pengeluarannya justru naik ke 46,2 persen dari posisi 45,3 persen dalam periode setahun lalu," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menyampaikan, rencana amnesti pajak mencuat karena pada pengampunan pajak jilid pertama target yang dicapai belum maksimal. “Untuk memperluas jangkauan pembayar pajak yang saat ini masih sangat minim. Tercatat rasio pembayaran pajak Indonesia menurun selama delapan tahun terakhir. Rasio pajak 2020 tersisa 8,3 persen saja, turun dari tahun sebelumnya 9,8 persen,” ungkapnya.

Walaupun skema RUU Perpajakan yang mengulas amnesti pajak hingga perubahan PPN belum disampaikan pemerintah, Benny menyebut, masih banyak yang bisa dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara. “Salah satunya, memajaki niaga daring seperti pengusaha fisik karena besar potensi penerimaan pemerintah dari usaha daring yang selama pandemi ini digandrungi masyarakat,” ucapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat